Pertambangan ilegal yang terjadi di Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Barat tepatnya diderah Kecamatan Pantai Cermin dan Sungai Mas  dan Aceh Selatan tepatnya diderah Kecamatan Sawang dan Manggamat. Kejadian ini sudah terjadi cukup lama sekitar tahun 2015, namun pemerintah belum bisa menghentikan pertambangan ilegal tersebut , maraknya aktivitas tambang ilegal tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dari pihak yang berwenang tersebut. Akibat dari pertambangan ilegal yang semakin marak sangat berpengaruh besar terhadap lingkungan didaerah tersebut. Dampak yang besar terhadap lingkungan tersebut bisa saja memicu tanah longsor dan banjir, bahkan hutan dan makhluk hidup lainnya bisa juga terkena dampaknya akibat dari kejahatan manusia tersebut.
Pemerintah sendiri belum bisa melaksanakan hasil yang maksimal dalam upaya untuk penertiban dalam kasus tersebut. Didaerah Kecamatan Pantai Cermin dan Sungai Mas pada tahun 2015 pengambilan tambang emas masih dilaukan dengan cara yang sederhana. Mereka melakukan dengan cara diindang atau mengambil disungai dengan mengambil bebatuan kecil menggunakan nampan kemudian disaring. Setelah sekian lama pertambangan ilegal tersebut juga menggunakan alat modern atau alat berat untuk mengeruk sungai tersebut yang menyebabkan air sungai tersebut menjadi kotor. Menurut tokoh masyarakat disana lahan yang dikeruk bukan hanya sungai bahkan tanah yang berada dibelakang rumah warga juga diambil dengan alat berat eskavator.
Gambar tersebut membuktikan bahwa sungai sudah tercemar dan juga dampak dari sungai tersebut membuat aktivitas warga Aceh terganggu terutama untuk mereka bertani, mandi, dan minum. Tidak hanya itu dampak lain dari pertambangan ilegal ini yaitu hutan-hutan ditebang dan tanaman seperti kelapa dan pohon pinus juga ikut ditebang. Para petani sudah tidak bisa menanam padi dipersawahan efek dari pertambangan ilegal. Menurut Muhammad Nur "Bahwa kerusakan hutan dilokasi pertambangan ilegal tersebut sangat besar sekali kerugian yang terjadi dari pertambangan ilegal ini. Khususnya untuk Aceh Barat menurut data yang didapat bahwa hasil kerugiannya mencapai 89.262,9 gram. Kalkulasi setahun bisa mencapai 1.071.154,5 gram.
Hal yang perlu diketahui apabila perusahaan tambang yang beroperasi dengan tanpa izin atau ilegal, maka hal tersebut dapat beresiko akan merusak lingkungan karena tidak memiliki standar yang sudah ditetapkan. Menurut standarisasi perizinan untuk proyek pertambangan yakni sesuai dengan pasal 29 PP nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara atau (PP PKUPMB) harus memenuhi persyaratan seperti tahap administrasi, teknis, lingkungan serta finansial. Apabila pertambangan tidak memiliki persyaratan maka PP PKUPMB tersebut tidak memenuhi standar perizinan. Aktivitas penambangan liar apabila dibiarkan terus menerus akan menjadi ancaman bagi kelestarian alam yang dapat menimbulkan bencana di daerah tersebut.
 Pada dasarnya, pertambangan yang dikelola dengan baik memperhatikan sumber daya alam dan lingkungan akan mewujudkan kemakmuran serta manfaat pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Akan tetapi pengelolaan pertambangan saat ini lebih mengutamakan keuntungan secara ekonomi sebesar besarnya, yang di lain pihak kurang memperhatikan aspek sosial dan lingkungan hidup. Penambangan ilegal ini yang tidak dilakukan sesuai dengan standar perlindungan lingkungan merusak vegetasi tanah dan profil genetik yang sudah ada. Sehingga tanah yang awalnya subur dapat berubah menjadi kering dan tandus.
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai juga dapat mengubah topografi umum kawasan tambang secara permanen yang dapat berakibat longsor atau banjir. Umumnya penambangan ilegal menggunakan merkuri pada proses produksi dan pengolahan emas. Seringkali pembuangan limbah merkuri tidak dilakukan sesuai prosedur yang disyaratkan. Akibatnya emisi merkuri terkonsentrasi pada lingkungan dalam jumlah besar dan mencemari sungai. Jika ikan-ikan yang disungai mati karena terkontaminasi merkuri dan dikonsumsi oleh manusia, maka dapat membahayakan kesehatan dan bisa menyebakan kematian.
Diketahui bahwa terdapat tujuh pria yang sudah tertangkap atas pertambangan ilegal ini, tetapi masih belum diketahui untuk orang yang telah memodali aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan hidup. Menurut Satuan Reskrim Polres Aceh Barat "Semua pelaku masih kami mintai keterangan di Markas Polres Aceh Barat". Serta polisi juga menyita alat dua unit berat eskavator. Penambang emas yang membuang limbah B3 ke sungai dapat dikategorikan sebagai pembuat dumping. Apabila dumping limbah ke sungai tanpa perizinan yang dimaksud maka, penambang emas melanggar Pasal 60 UU PPLH. Akibatnya setiap orang yang melakukan dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun serta denda paling banyak 3 miliar.
Peran pemerintah dalam penertiban pertambangan ilegal ini dapat di lihat dari fungsinya. Dalam pengaturan atau regulasi pemerintah masih sangat lemah sebagai penentu kebijakan karena perusahaan pertambangan ilegal yang ada tanpa surat izin dari pemerintah. Selain itu pemerintah belum memberikan pelayanan maksimal terhadap pengaduan masyarakat terkait dengan adanya pertambangan ilegal. Faktor penghambat peran pemerintah sangat dominan dalam usaha untuk menertibkan pertambangan ilegal adalah tidak adanya koordinasi pemerintah, tidak ada pengawasan, sikap apatis masyarakat serta kurangnya kesadaran pemilik tambang.