Mohon tunggu...
indah widayati
indah widayati Mohon Tunggu... Lainnya - Menjadi diri seapa adanya

Ibu Rumah Tangga yang suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Love

Kecemburuan dan Mendewasa

22 Maret 2022   20:07 Diperbarui: 22 Maret 2022   20:18 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Kecemburuan bisa menjadi ancaman terbesar dalam sebuah hubungan termasuk dalam rumah tangga. Pasangan yang salah satunya mengalami rasa cemburu maka tak mudah untuk bisa mengendalikan. Terkadang larinya pada cemburu yang membabi buta dan ngawur. Rasa cemburu yang telah menguasai pada diri, akan semakin merusak hubungan keduanya bila benar-benar tak ada kendali dan rasionalitas.

Kenapa harus ada kendali dan rasionalitas...? Ya..coba bayangkan saja bila rasa cemburu yang tanpa fakta, tanpa data, tanpa bukti, tanpa konfirmasi dan diskusi maka yang ada hanya saling menyalahkan dan membela diri. Disinilah betapa tidak mudahnya sebuah kendali dan rasionalitas.

Jika yang mengalami kecemburuan adalah pihak perempuan / istri maka akan menjadi sebuah ujian tersendiri saat menghadapinya. Karena perempuan adalah makhluk yang sering mengedepankan perasaan dibanding logika. Baper istilah alaynya, bawa perasaan. Apa-apa yang terjadi dalam kehidupan kadang dibawa pada perasaan yang jauh dan dalam. Sehingga setelahnya justru merasa hancur dan tertekan sendiri dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan itu.

Kejadian-kejadian yang memicu pada kasus cemburu teramat banyak dan beragam. Kadang memang muncul dan terbukti sebagai sebuah masalah yang pantas dicurigai atau dicemburui. Namun tak sedikit pula yang sudah cemburu dan curiga tanpa sebab, tanpa data, tanpa bukti dan fakta. Hal ini akan memicu sebuah konflik dengan pasangan. Dan akan berujung pada suatu penyelesaian yang hanya mengedepankan ego saja tanpa berpikir panjang dan bijak.

Belum lagi bila dalam konflik kecemburuan yang belum jelas itu muncul tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Efeknya akan sangat menghancurkan dan menyedihkan. Tentu saja yang jadi korban pastilah kebanyakan kaum perempuan. Walaupun tidak menutup kemungkinan sebaliknya, artinya kekerasan yang dilakukan oleh kaum perempuan dengan korban laki-laki. Semua kemungkinan bisa terjadi saat emosi menguasai diri. Dan penyesalan hanya akan jadi ujungnya.

Saat sebuah rasa curiga dan cemburu sedang menguasai diri, maka sebaiknya lakukan segera pencarian data, fakta dan diskusikan dengan pasangan. Lakukan dengan cara yang baik dan tetap jaga agar logika yang bicara. Bukan bicara dengan perasaan dan emosi. Karena hanya sia-sia saja bila itu dilakukan. Hasil akhirnya hanya akan merugikan bagi pasangan dan anak bila memilikinya. Tidak mudah melakukannya di saat emosi sedang memuncak dan curiga sudah menguasai. Sebaiknya menjauh sebentar dan carilah teman bicara atau tulislah agar apa yang dirasa dan dipikir dapat dipetakan dengan jelas dan logis.

Permasalahan yang berhubungan dengan perasaan tak bisa diselesaikan dengan perasaan. Dibutuhkan sebuah logika untuk bisa mengurai dan membuka banyak hal yang sedang tertutup. Kemampuan untuk bisa mengurai sebuah masalah terkadang membutuhkan adanya media atau mediator. Misalnya media tulis, dengan menulis dan mengungkapkan permasalahan yang dihadapi termasuk perasaan yang menyertai kadang bisa membuat hati dan pikiran lega, tenang dan damai. Saat hati dan pikiran tenang maka kita akan mampu memikirkan jalan keluar yang baik. Begitupun bila kita menggunakan cara mediator atau teman sebagai tempat untuk membantu mengurai masalah. Hal yang perlu diperhatikan adalah siapa dan bagaimana karakter teman tersebut. Apakah dia bisa dipercaya menjaga rahasia masalah kita atau justru mengumbar semua cerita yang ada. Inilah salah satu faktor yang membuat kita harus selektif memilih teman cerita. Karena tidak semua teman bisa dan mau menjadi pendengar dan memberikan solusi atas masalah yang kita ceritakan.

Rasa cemburu kadang seperti dua sisi mata pisau dalam kehidupan kita. Jika rasa itu bisa diolah dengan baik maka akan menjadi alat dan senjata yang berguna. Namun bila salah dalam menyikapi tak jarang rasa cemburu justru menjadi boomerang dan menghancurkan hubungan yang sebenarnya masih bisa diselamatkan.

Mengolah rasa cemburu lalu menguasai diri dengan baik bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran dan pengertian yang luarbiasa untuk bisa sabar, memahami dan mengerti kemudian menguasai diri dan mengurai rasa yang ada. Karena biasanya yang terjadi adalah kita terlanjur gelap mata, gelap hati, gelap pikiran dan berbuat diluar logika. Sehingga semakin memperburuk dan memperkeruh suasana. Bagi pihak yang dicurigai atau dicemburui, sikap kita yang ngawur dan cenderung emosi justru semakin digunakan sebagai cara untuk memanas-manasi keadaan. Atau bahkan malah semakin menjadi kenyataan yang awalnya hanya sebuah dugaan. Tragis.

Tidak ada yang mau siapapun di dunia ini yang mau diduain. Pemikiran seperti ini yang kemudian memunculkan rasa egois dan rasa memiliki yang berlebihan (posesif). Jika seseorang memupuk rasa posesif dan egois yang berlebihan maka yang akan muncul adalah ketidaknyamanan bagi pasangannya. Jika sudah tidak nyaman, sebuah hubungan akan saling melukai dan mengabaikan. Pada akhirnya yang dirasakan dan yang dimunculkan adalah sebuah tindakan yang saling menjauh. Pasangan yang saling menjauh bukanlah disebut sebagai pasangan. Karena hati dan perasaan yang telah menjauh. Dan akan semakin jauh ketika rasa cemburu makin terpupuk.

Keributan dan konflik dari rasa cemburu biasanya akan merugikan. Rugi bagi pasangan dan anak jika sudah memilikinya. Bagaimana tidak rugi, karena suatu rasa yang belum pasti kenyataannya telah memunculkan konflik yang sangat merusak. Saling menyalahkan, saling menjelekkan, saling ancam, saling hina, saling menuntut, saling tuding, dan sikap lain yang ujungnya adalah negatif dan merusak. Padahal belum tentu ada bukti bahwa kecemburuan itu benar. Atau belum tentu benar ada perselingkuhan tapi karena masing-masing sudah tak bisa mengalah, tak bisa mengerti, tak bisa memahami, dan tak bisa bersikap dewasa maka ujung sebuah konflik adalah perpecahan atau perpisahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun