Mohon tunggu...
Ade Indah
Ade Indah Mohon Tunggu... -

ordinary girl with extraordinary girl

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu... Ibu... Ibu...

27 Agustus 2010   03:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:40 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_240697" align="aligncenter" width="273" caption="umayanah.wordpress.com"][/caption]

Before I was a mom, I never learned the words to a lullaby. I never thought about immunizations. I had never been sick on, pooped on, drooled on, chewed on, or peed on.

I had complete control of my mind, my thoughts & my life. I slept all night. I never looked teary eyed & cried. I never got gloriously happy over a simple little grin. I never sat up for hours watching someone sleep. I had never felt my heart break into a million pieces when I couldn't stop the pain. I never knew something so small could affect my life so much. Before I was a mom, I didn't know the feeling of having a heart out of my body.

Puisi itu aku terima pagi ini dari salah seorang sahabat. Dengan membacanya membuat aku mengerti betapa besar jasa seorang Ibu. Membuat aku tersadar bahwa selama ini sudah mengecewakan orang tua terutama Ibu. Kondisi dimana saat ini belum bisa diterima bahwa beliau Ibu angkatku. Namun akupun telat menyadari bahwa selama inilah beliau yang membesarkan diri ini. Ibu kandungku telah menghadap Sang Maha Kuasa ketika saat itu aku berusia 6 tahun. Usia dimana mungkin aku belum mengerti sepenuhnya apa arti kehidupan, mungkin itulah yang membuatku lupa akan sosok wajah ibu kandungku. Yang aku ingat hanyalah ketika saat itu Papaku bercerita bahwa akan ada seseorang yang akan hadir dirumahku. 1 tahun semenjak kepergian Mama, hadirlah seseorang tersebut. Parasnya yang mungil, ayu, cantik menurutku, yang kini aku panggil Ia dengan sebutan Ibu. Ibu yang kini memberikan aku teman bermain dirumah dengan kehadiran 2 orang adik-adikku. Dari sinilah aku mulai belajar bertanggungjawab menjadi anak sulung.  Dimana ibuku selalu mengajarkan aku untuk menjadi contoh teladan untuk mereka.  Aku diajarkan bagaimana hidup mandiri, tidak bergantung dengan orang lain. Pesan ibu yang selalu ku ingat "Hidup itu jangan untuk merepotkan orang lain, selama kamu bisa melakukannya sendiri, lakukanlah selama itu terbaik untukmu" Tapi mungkin yang terjadi sekarang ini adalah aku sepertinya terlena dengan kemandirianku, sehingga akupun jadi seseorang yang "tertutup" terutama dengan Ibu.  Kesibukan dalam pekerjaanku membuat aku seolah seperti tidak mempunyai waktu untuk sekedar bercengkerama dengan ibu.  Mungkin karena Ibuku juga sampai saat ini juga seorang karyawan, yang juga menggunakan waktu Senin - Jumat adalah hari untuk bekerja.  Sementara aku dengan segudang aktivitas lain diluar pekerjaan yang justru menghabiskan waktu di hari Sabtu dan Minggu. Sehingga itulah yang membuat kami "jarang" bertemu. Rasanya puisi yang aku terima itu membuatku menyadari arti pentingnya seorang Ibu. Aku tidak akan bisa menjadi seperti ini tanpa sosok seorang Ibu.  Aku seringkali mendengar betapa Islam menempatkan kewajiban berbakti kepada ibu melebihi kewajiban berbakti terhadap ayah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548) Tentunya dengan adanya Hadist diatas hendaknya besarnya bakti kita kepada ibu tiga kali lipat bakti kita kepada ayah. (Ohh...ibu maafkan aku yang telah mengecewakanmu) Ibu...kelak akupun akan menjadi seperti dirimu.  Ajarkan aku sebelum menjadi seorang ibu untuk anak-anakku.

Aku Sayang Ibu.....

Nb: Ibu...saat ini aku sedang kecewa dengan seorang pria...tapi aku tidak mau ibu mengetahuinya...karena aku tidak mau ibu bersedih lagi ketika aku lagi-lagi mengalami kegagalan cinta....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun