Saat dihadapkan pada pertanyaan itu, saya pasti akan penjawab "Penting dong!". Saya lalu akan menyajikan pelbagai alasan mengapa pelajaran sejarah itu penting. Anda bisa saja menyahut, "lha jelas saja bilang gitu, lha wong sampean kuliahnya pendidikan sejarah".
Di saat saya menganggap bahwa pelajaran itu penting, mungkin ada di antara pembaca yang menganggap bahwa pelajaran sejarah itu nggak penting, boring dan seterusnya. Saya menghormati itu, pun saya tidak akan memaksa-maksa Anda untuk mencintai sejarah, karena saya juga ndak suka kalo dipaksa-paksa suka statistik, atau olah raga misalnya.
Terlepas dari urusan saya cinta dengan bidang yang saya tekuni, sementara mungkin Anda membenci bidang yang saya tekuni, ternyata pemerintah masih menganggap pelajaran sejarah itu penting. Anda boleh protes dengan mengatakan "Ah, ndak juga. Kalau memang dianggap penting kenapa tidak diikutkan Ujian Nasional", atau bisa juga misalnya "Ndak penting ah, buktinya jam pelajaran sejarah di SMA dikit banget, nggak sebanyak bahasa Inggris atau matematika". Tapi saya tetep kekeuh sama pendapat saya.
Mengapa saya tetep kekeuh? Begini, kalau memang pelajaran sejarah dianggap tidak penting, maka pemerintah mungkin bakal nyuekin ajah kalau misalnya pelbagai pendapat atau versi tentang peristiwa G30S diajarkan di sekolah. Ternyata pemerintah ndak cuek tuh. Mereka sempat ribut soal ini, sampai ujung-unjungnya dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)[1] peristiwa berdarah tahun 1965 itu disebut G30S/PKI, yup, lengkap dengan tiga huruf di belakangnya P-K-I. Jaksa Agung pun sempat ikut mengeluarkan surat keputusan yang melarang peredaran buku-buku pelajara sejarah yang tidak mencatumkan PKI di belakang G30S. Padahal, sejak reformasi bergulir, pelbagai tulisan sejarah alternatif tentang peristiwa ini bermunculan. Saat SMA, saya pun mengalami diajarkan pelbagai versi mengenai peristiwa ini.
Ironis memang, di saat historiografi alternatif makin banyak berkembang, sejarah yang diajarkan di sekolah tetap saja official history alias sejarah resmi versi pemerintah. Pelajaran sejarah pun tetap dipenuhi oleh pesan-pesan sponsor...atau kalo bahasa kerennya hidden transcript!
Solo, 23 April 2011
Indah W.P. Utami
[1] Ada dosen saya pas S1 dulu menyebutnya sebagai Kurikulum Tidak Siap Pakai, sementara dosen saya pas S2 sekarang ini ada yang menyebutnya KaTeSaPe???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H