Mohon tunggu...
Indah Trisna
Indah Trisna Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Komunikasi UAJY

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fokus Studi Jurnalistiik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tirta: Pak Ogah yang Tak Ogah untuk Bekerja

12 November 2019   13:22 Diperbarui: 12 November 2019   13:43 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Siang hari yang terik di Gejayan, Yogyakarta tidak lantas menyurutkan semangat Tirta (68 Tahun) untuk mengatur lalu lintas. Ia bukanlah polisi lalu lintas atau petugas Dinas Perhubungan, melainkan ia adalah seorang Polisi Cepek atau wong jogja sering mengenalnya dengan istilah Pak Ogah. Sering dianggap remeh dan diacuhkan, perjuangan Tirta terus berlanjut demi memenuhi kebutuhan hidup istri dan empat anaknya.

Tirta telah bekerja menjadi Pak Ogah selama lebih dari lima tahun. Di usiannya yang kian menua, Tirta tetap giat bekerja. Ia mulai bekerja dari pukul 11.30 hingga petang pukul 18.00, berbeda dengan dahulu saat ia masih terhutung muda, ia sanggup sedari pagi hingga petang, kemudian dilanjutkan menjadi Juru Parkir pada malam hari di sebuah coffe shop di daerah Gejayan, Yogyakarta. "Tenaga saya sudah beda seperti dulu, kalo dulu masih kuat, habis ini (menjadi Pak Ogah) langsung markir di dekat Movie Box" tutur Tirta.

Mengatur lalu lintas ditengah padatnya jalanan Gejayan, bukanlah perkara mudah. Selama menjalani pekerjaan ini, banyak pengalaman baik dan buruk yang dirasakan Tirta. 

"Pengalaman baik dulu pernah dikasi duit Rp 50.000, sama orang. Kalau buruknya banyak, pernah ditabrak motor, mobil. Selain itu, dimarahi pengendara motor atau mobil juga sering sekali. Ya, sudah biasa seperti itu." Jawab Tirta menceritakan kisahnya.

Baginya menjadi seorang Pak Ogah tidak hanya harus mampu mengatur lalu lintas, tapi juga harus memahami banyak karakteristik pengendara. Di tengah mengatur padatnya lalu lintas, Tirta sering kali mendapat perlakuan tak enak. 

Pengandara motor yang sering kali menerobos saat Tirta memberhentikan kendaraan sering membuatnya geram, karena berpotensi terjadinya tabrakan dan memperparah kemacetan.  "Banyak sekali yang seperti itu (motor yang menerobos). Kuncinya itu ya sabar" kata Tirta.

Bekerja sebagai Pak Ogah, penghasilan yang Tirta dapatkan tak menentu. "kadang Rp 50.000, kadang Rp 150.000, tidak apa-apa tetap bersyukur." Tirta bersyukur dengan penghasilan yang ia dapatkan. "Ada istri juga bantu jahit di rumah" tutur Tirta.

Lama bergelut dalam pekerjaan ini, Tirta tak lantas egois terhadap wilayah kerjanya. Ia kerap mengajak temannya yang membutuhkan perkerjaan untuk bersama-sama mengatur lalu lintas. 

Hari ini Selasa, (12/11/19) ia mengajak seorang teman untuk sama-sama mengatur lalu lintas di daerah Gejayan, Yogyakarta. "Sering saya ajak teman. Rejeki sudah ada yang atur" jawab Tirta menghisap rokoknya, sembari beristirahat sejenak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun