Perselisihan antara dan buruh sering kali memiliki akar penyebab kompleks. Beberapa faktor utama yang dapat mendasari perselisihan tersebut meliputi:
1.Upah dan Kondisi Kerja: Perselisihan sering timbul akibat perbedaan pendapat mengenai besaran upah, tunjangan, dan kondisi kerja. Buruh mungkin menuntut peningkatan gaji atau peningkatan fasilitas kerja.
2.Ketidaksetaraan: Jika buruh merasa adanya ketidaksetaraan dalam distribusi keuntungan atau perlakuan, konflik dapat muncul. Pemahaman yang buruk tentang keadilan ekonomi dapat menjadi pemicu.
3.Ketidakpastian Pekerjaan: Buruh mungkin menghadapi kekhawatiran terkait keamanan pekerjaan, penggunaan kontrak sementara, atau rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat memicu ketegangan.
4.Ketidakpuasan Terhadap Manajemen: Kurangnya keterlibatan atau komunikasi yang buruk antara manajemen dan buruh bisa menyebabkan ketidakpuasan, memperumit hubungan industri.
5.Ketidaksetujuan terhadap Kebijakan Perusahaan: Perubahan kebijakan perusahaan yang tidak diterima dengan baik oleh buruh dapat menciptakan ketidakharmonisan dan perselisihan.
6.Ketidaksetujuan terhadap Kondisi Ekonomi: Faktor eksternal seperti fluktuasi ekonomi, inflasi, atau tekanan persaingan bisnis dapat menciptakan tekanan tambahan pada perusahaan dan menyebabkan perselisihan dengan buruh.
Analisis yang mendalam terhadap faktor-faktor ini dapat membantu mengidentifikasi solusi yang tepat untuk mengatasi perselisihan, melibatkan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Perselisihan antara perusahaan dan buruh dapat memiliki dampak serius terhadap produktivitas, termasuk:
1.Gangguan Operasional: Perselisihan bisa mengakibatkan gangguan operasional karena mogok kerja, pemogokan, atau tindakan protes lainnya. Hal ini dapat menghambat produksi dan layanan perusahaan.
2.Menurunnya Kinerja Karyawan: Ketegangan dan konflik dapat merugikan semangat kerja karyawan, menyebabkan penurunan kinerja dan fokus pada tugas mereka. Hal ini berpotensi merugikan kualitas produk dan layanan.