PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan wujud permainan kata-kata pengarang yang berisi maksud tertentu, yang akan disampaikan kepada penikmat sastra. Karya sastra adalah wacana yang khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia (Sudjiman 1993:7). Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra (Nurgiyantoro2010:272). Dalam mengkaji bahasa di dalam karya sastra perlu menggunakan kajian stilistika. Bahasa di dalam karya sastra yang dikaji dengan stilistika terdapat dua kemungkinan dalam mendekatinya. Penggunaan bahasa agar dapat menarik minat baca seseorang adalah dengan cara membubuhkan atau menampilkan gaya bahasa. Endraswara (2008: 71) menjelaskan bahwa gaya (style) adalah segala hal yang menyimpang dari pemakaian biasa yang ditujukan untuk memperoleh keindahan. Keindahan ini banyak dijumpai dalam karya sastra, karena sifatnya yang penuh dengan unsur estetik. Kehadiran unsur estetik dalam penggunaan bahasa adalah untuk memunculkan manipulasi bahasa, misalnya dapat diibaratkan dengan sebuah plastik dan kertas yang membungkus kado adalah sebagian besar untuk menunjang keindahan dari bentuk kado tersebut. Manipulasi tersebut dinamakan gaya bahasa.
Salah satu karya sastra yang dapat dikaji dengan stlisitika adalah puisi. Menurut Pradopo (2010:v), puisi merupakan pernyataan sastra yang paling inti. Berbeda dengan karya  sastra lainnya, prosa dan drama, karya sastra berbentuk puisi bersifat konsentrif dan intensif. Pengarang tidak mengungkapkan secara terperinci apa yang hendak disampaikan kepada pembaca. Pada umumnya, manusia menyukai keindahan karena sesuatu yang indah itu akan terasa nyaman dan menentramkan hati. Keindahan dapat menimbulkan perasaan senang, bahagia, puas, tenang, nyaman, dan menimbulkan kenikmatan tersendiri. Manusia tak dapat lepas dari keindahan, karena manusia selalu membutuhkan ketenangan dan kesenangan. Hal ini adalah alasan mengapa manusia menyukai keindahan. Keindahan (estetika) berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni, (meskipun tidak semua hasil seni indah, pemandangan alam (pantai, pegunungan, danau, bunga-bunga di lereng gunung), manusia (wajah, mata, bibir, hidung, rambut, kaki, tubuh), rumah (halaman, taman, perabot rumah tangga dan sebagainya), suara, warna dan sebagainya. Keindahan adalah identik dengan kebenaran.
Dari berbagai studi yang telah banyak dilakukan saat ini, dapat dilihat bahwa penelitian tentang majas dengan studi stilistika telah dipelajari secara luas. Meskipun ada banyak penelitian tentang majas dan citraan dengan studi stilistika, peneliti berpikir bahwa pencarian serupa masih perlu dilakukan. Hal ini dilakukan oleh peneliti untuk melengkapi dan memperkaya studi stilistika sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teori yang relevan untuk membantu analisis yang ingin dicapai. Teori yang digunakan adalah kajian tentang gaya bahasa dan citraan. Sudjiman (1993:3) berpendapat bahwa studi statistika adalah studi tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra. Wellek (1989: 229) menyatakan bahwa analisis gaya bahasa akan memberikan hasil yang luar biasa bagi pembelajaran sastra jika terdapat prinsip yang mendasari keutuhan karya sastra, dan jika ditemukannya tujuan estetika standar yang menonjol dalam sebuay karya sastra. Kajian tentang gaya bahasa diarahkan untuk fokus mengupas tentang isi karya sastra tersebut. Secara umum, Aminuddin (1995: 1) menyatakan bahwa gaya adalah perwujudan dari penggunaan bahasa si pencipta untuk mendeskripsikan ide, pendapat, dan mampu menghasilkan konsekuensi tertentu bagi penikmat karyanya. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Yono dan Mulyani (2017: 201), dalam dunia sastra, permasalahan gaya dalam prosesn penyampaian adalah sesuatu yang paling memperlihatkan adanya tujuan kepengarangan seseorang, dan juga memperlihatkan adanya perbedaan antara satu karya sastra dengan karya sastra yang lainnya.
Aspek-aspek yang dipertimbangan, salah satunya adalah aspek fonologis (alitrasi, irama, dan efek bunyi tertentu). Selain itu, ada pula majas dan citraan. Majas kerap disebut dengan frasa gaya bahasa. Akan tetapi, gaya bahasa adalah payung besar yang di dalamnya ada berbagai kajian; salah satunya adalah pembahasan tentang majas. Menurut Ratna (2009:164), majas adalah rangkaian elemen khusus dalam gaya bahasa. Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa kajian gaya bahasa jauh lebih kompleks dibandingkan dengan kajian mengenai majas. Majas memiliki ciri khusus sehingga pola-pola majas tersebut tampak mengurangi adanya usaha kreatif dalam berbahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V Daring, majas merupakan suatu cara untuk melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain atau biasa disebut dengan bahasa kiasan. Variasi majas yang ada dalam sebuah puisi sangat berperan menimbulkan berbagai efek yang ingin disampaikan oleh penulis.Dengan adanya penggunaan majas dalam sebuah karya sastra, dapat membuat penikmat karya sastra dapat menjadi lebih menikmati karena bahasa dalam karya sastra lebih menarik. Permajasan, menurut Nurgiyantoro (2010: 297), adalah adalah metode penggunaan bahasa yang lebih condong pada penggunaan bahasa yang bermakna tersirat. Oleh sebab itu, sebagai penikmat karya sastra diharapkan mampu dengan teliti dan jeli berbagai bentuk makna, ekspresi, serta adanya gambaran atau visualisasi yang ada.
Karakteristik majas adalah mampu membuat efek sugestif yang makin kaya, efektif, serta makin tinggi terhadap pemaknaan sebuah karya sastra. Pradopo (2010: 62) menyampaikan bahwa majas dalam karya sastra berfungsi memikat perhatian, menciptakan kebaruan yang mampu mewujudkan kecermatan pemaparan sebuah angan. Abram (dalam Supriyanto 2011: 68) memaparkan bahwa majas sama halnya dengan istilah bahasa kias. Bahasa kias sendiri terdiri dari perbandingan, metafora, metonimi, sinekdoki, dan personifikasi. Di sisi lain, Pradopo (2010: 62) menyebutkan bahwa bahasa kias dapat diklasifikasikan menjadi tujuh jenis, yaitu simile (perumpamaan), metafora, perumpamaan epik, personifikasi, metonimia, sinekdoki, dan alegori. Fananie (2000: 37—40) memaparkan bahwa jenis majas bermacam-macam, misalnya persamaan atau simile, metafora, personifikasi, alusio, eponim, epitet, alegori, sinekdoke, metonimia, hipalase, inuenda, antifrasis, paranomasia, ironi, sinisme, dan sarkasme. Namun, Nurgiyantoro (2010: 298-300) jauh lebih sederhana memaparkan berbagai jenis majas, misalnya simile, metafora, dan personifikasi. Selain itu, gaya pemajasan lain yang kerap ditemui dalam berbagai karya sastra adalah metonimia, sinekdoke, hiperbola, dan paradoks. Berdasarkan pemaparan tentang ragam di atas, dapat disebutkan bahwa penggunaan majas sangatlah banyak dan para ahli membuat klasifikasi yang tidak sama.
Selain majas, hal yang akan dikaji adalah citraan. Citraan adalah aspek penting untuk merangsang indra pembaca dengan berbagai penggunaan ekspresi bahasa tertentu. Pembaca diajak untuk mampu membayangkan apa yang telah dilihat, didengar, atau dirasakan tentang beberapa elemen di dalam karya tersebut. Nurgiyantoro (2010: 304) menyatakan bahwa citraan adalah penggunaan kata-kata atau ungkapan dalam karya sastra yang memiliki fungsi penting untuk membangkitkan respons sensorik penikmat karya sastra. Pradopo (2010:79—80) memaparkan bahwa citraan merupakan rangkaian gambar yang terdapat di dalam ide atau pikiran dan bahasa yang menjadi alat untuk menggambarkan ide tersebut dan setiap citraan dari pemikiran tersebut dikenal sebagai citra atau imaji. Gambaran dari gagasan tersebut adalah pengaruh dalam pikiran yang secara hati-hati menyerupai apa yang dihasilkan oleh pemaknaan dari pembaca terhadap objek yang dapat ditangkap oleh mata, saraf penglihatan, dan terkait pula dengan kinerja otak. Gambaran pikiran merupakan sebuah efek yang muncul dalam pikiran dan sangat identik seolah pembaca atau pendengar mampu menangkan suatu objek yang dapat dilihat oleh pancaindra Sejalan dengan hal tersebut, Nurgiyantoro (2010:81) juga mengemukakan jenis citraan menjadi lima, yakni citraan penglihatan (visual), citraan pendengaran (auditoris), citraan peraba (taktil termal), citraan penciuman (olfaktori), dan citraan gerak (kinestetik). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa citraan adalah sebuah visualisasi dari berbagai gambaran sensoris yang mampu terwujud dari kata-kata yang dibaca dan didengar. Dalam penulisan karya sastra, unsur citraan merupakan suatu gaya yang unik dimanfaatkan oleh penulis atau pengarang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian dalam lingkup stilistika yang menelaah majas dan citraan dalam kumpulan puisi Inspirasi Tanpa Api karya Tri Budhi Sastrio. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitian deskriptif dalam kajian stilistika. Penelitian deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini merepresentasikan majas dan citraan dalam kumpulan puisi Inspirasi Tanpa Api.
Data-data yang ada dideskripsikan juga ditafsirkan berdasarkan konteksnya. Data dalam penelitian ini adalah data verbal. Data verbal berwujud tuturan-tuturan kesantunan berbahasa para tokoh dalam novel Pulang yang diperoleh melalui studi pustaka. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Inspirasi Tanpa Api karya Tri Budhi Sastrio yang diterbitkan oleh Jejak Publisher pada tahun 2018. Teknik pengumpulan data menggunakan lima tahap: 1) teknik baca, 2) teknik pengelompokan data, 3) mereduksi data yang telah dikoleksi, 4) data-data yang telah dikategorikan ditulis di kartu data dan catat, dan 5) dikodifikasi untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data.
Agar memperoleh data yang valid, data dianalisis menggunakan model interaktif. Kegiatan pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan simpulan bersifat terus-menerus secara kesinambungan berlangsung secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan yang saling berkait sampai data jenuh. Untuk menguji keabsahan data digunakan teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi yang dapat digunakan untuk melakukan uji keabsahan data, yaitu (1) teknik sumber, (2) teknik metode, (3) teknik peneliti, (4) teknik teori. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik teori untuk uji keabsahan data penelitian.