Mohon tunggu...
Indah Permata
Indah Permata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ngaben, Upacara Pengembalian Jiwa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa

31 Desember 2023   08:38 Diperbarui: 31 Desember 2023   08:41 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dikatakan demikian karena manusia memiliki akal atau pikiran yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Akal atau pikiran ini  dapat digunakan untuk memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dalam hidupnya, manusia akan melewati delapan fase atau siklus hidup. Fase hidup manusia diawali dengan periode prenatal, yaitu masa Dimana janin mulai berkembang hingga lahir ke dunia setelah berada dalam kandungan selama kurang lebih Sembilan bulan. Kedua ada masa bayi, yaitu masa yang dimulai dari anak lahir hingga usia 18-24 bulan. Pada masa ini bayi sangan bergantung dengan orang dewasa. Fase ketiga ada fase kanak-kanak awal yang bermula dari akhir masa bayi hingga usia 5 sampai 6 tahun. Masa ini juga disebut sebagai masa pra sekolah. Pada fase ini anak - anak mulai belajar melakukan hal sendiri seperti makan, ke toilet, atau bermain dengan teman. Keempat ada masa kanak - kanak Tengah dan akhir, yang mana dimulai dari umur 6 tahun dan berakhir pada umur 11 tahun. Biasanya pada fase ini anak-anak sudah mulai menguasai keterampilan menulis, berhitung, berinteraksi dengan teman di sekolah. Fase kelima ada fase remaja. Fase ini dimulai dari umur 12 - 18 tahun, yang mana dalam fase ini kita akan mengalami pubertas. Hal ini mendorong terjadinya perubahan fisik yang cepat, seperti tinggi serta berat badan bertambah, menstruasi serta lainnya. Fase selanjutnya ada fase dewasa awal yang bermula dari remaja akhir hingga umur 30 tahunan. Dalam fase ini seseorang biasanya lebih prima, mandiri, bertindak dengan tanggung jawab baik untuk dirinya sendiri atau orang lain. Pada fase ini kita sudah mulai mencari pasangan hidup. Setelah fase dewasa awal terbitlah fase dewasa Tengah. Fase dewasa Tengah dimulai dari umur 40 tahun hingga 60 tahun. Pada fase ini sudah mulai fokus dalam mengurus anak, berkeja dan berkontribusi dalam Masyarakat. Dan yang terakhir ada fase dewasa akhir, yaitu mulai dari umur 60 atau 70 tahun hingga kepulangan kepada sang pencipta (kematian). Pada fase ini kita akan mengalami penuaan yang ditandai dengan kulit yang mulai mengeriput, menurunnya daya tahan tubuh, serta terjadi melemahnya fungsi kognitif dan psikomotorik seseorang. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa keberadaan manusia atau setiap individu hanya sementara, tidak abadi. Hal ini terbukti dengan fase dewasa akhir, dimana kita akan berpulang kepada sang pencipta atau disebut dengan kematian.

Pada fase terakhir (dewasa akhir) manusia sudah pasti akan berpulang kepada sang pencipta. Kepulangan ini dapat diartikan sebagai peristiwa keluarnya roh atau jiwa dari tubuh manusia. Biasanya, jika seseorang berpulang kepada sang pencipta akan dilakukan upacara yang telah diyanikini oleh keluarganya. Upacara yang dilakukan ini bermaksud atau bertujuan untuk memberi penghormatan terakhir agar jiwa dari seseorang tersebut dapat damai selalu dan tidak bergentayangan. Upacara yang dilakukan juga berbeda - beda sesuai dengan kepercayaan atau adat istiadat maupun budaya seseorang tersebut. Salah satu contoh upacara kepulangan manusia kepada sang pencipta yaitu upacara ngaben. Upacara ngaben adalah ritual atau upacara kematian yang dilakukan oleh umat Hindu yang berada di Bali. Kata ngaben sendiri berasal dari kata "ngabu," yang memiliki arti membakar, dan "ben" yang memiliki arti tubuh. Sehingga ngaben dapat diartikan sebagai prosesi pembakaran tubuh atau jenazah. Namun, di balik aspek fisiknya, upacara ngaben juga memiliki aspek spiritual yang sangat dalam. Dalam ajaran agama Hindu di Bali, keberadaan manusia di dunia ini dianggap sebagai fase sementara dalam perjalanan jiwa menuju moksha atau pembebasan. Meninggal adalah bagian dari siklus kehidupan, dan ngaben adalah langkah penting untuk memastikan bahwa jiwa yang meninggal diberikan penghormatan yang layak dan kembali ke alam roh dengan damai. Berdasar penjabaran tersebut dapat simpulkan bahwa ngaben adalah ritual kematian yang kaya akan makna, filosofi, dan keindahan seni dalam budaya Bali. Dalam setiap langkahnya, ritual ini mengajarkan kita untuk merayakan kehidupan, menerima kematian sebagai bagian yang tidak bisa terpisahkan dari eksistensi manusia, dan meyakini bahwa roh atau jiwa yang meninggalkan tubuh akan melanjutkan perjalanan ke alam roh. Dengan demikian, Ngaben bukan hanya sekadar upacara perpisahan, tetapi juga perayaan akan kehidupan dan spiritualitas.Ngaben juga dikatakan sebagai proses pengembalian unsur Panca Maha Butha kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Panca Maha Butha merupakan lima unsur pembentk alam semesta beserta isinya. Panca Maha Buth aini terdiri dari unsur padat, unsur cair, unsur udara, unsur Cahaya, serta unsur ruang.

Dalam melaksanakan upacara ngaben, terdiri dari beberapa prosesi sebagai berikut. Pertama, proses pemandian jenazah yang biasanya dilakukan di halaman rumah keluarga yang ditinggalkan. Selanjutnya ada pemasangan lembu kayu yang digunakan untuk menahan jenazah yang nantinya akan dibakar atau kremasi. Tahap ketiga ada pembakaran atau kremasi, yang bertujuan melepaskan jiwa atau roh dari ikatan duniawi. Dalam acara ngaben, biasanya disertai dengan ritual kebudayaan seperti tabuh klentangan. Namun, upacara ngaben ini harus dilakukan segera tidak boleh menunda terlalu lama. Karena dipercaya jika upacara ngaben ditunda lebih lama, jiwa atau rohnya akan gentayangan dan menjadi Bhuta cuwil.

Ternyata, upacara ngaben ini terdiri dari beberapa jenis. Yang pertama ada ngaben sawa wedana yaitu upacara ngaben dengan jenazah utuh atau tidak dikubur terlebih dahulu. Biasanya upacara ngaben sawa wedana dilakukan dalam waktu 3-7 hari setelah meninggalnya orang tersebut. Kedua ada ngaben asti wedana merupakan upacara ngaben dengan kerangka jenazah yang pernah dikubur, sehingga perlu dilakukan penggalian kuburan terlebih dahulu. Ketiga ada swasta yaitu upacara ngaben yang tidak melibatkan jenazah atau kerangkanya. Biasanya upacara swasta dilakukan karena beberapa hal, seperti jenazah yang tidak ditemukan atau meninggalnya di luar negeri. Dalam upacara ngaben swasta, pengumpamaan dari jenazah adalah kayu cendana yang telah digambar dan diberi aksara magis sebagai symbol badan. Yang keempat ada ngelungah, yaitu upacara yang dilakukan jika anak yang meninggal belum tinggal gigi atau meninggalnya janin yang sudah sempurna. Yang kelima ada warak kruron, merupakan upacara yang dilakukan jika seorang bayi meninggal. Upacara warak krunon juga sering disebut sebagai upacara yang dilakukan oleh seseorang jika seseorang tersebut mengalami keguguran. Upacara warak krunon ini berbeda dengan ngelungah, karen janin yang keguguran belum sempurna.

Namun, dizaman sekarang upacara ngaben tidak diharuskan. Dikatakan demikian karena biaya yang diperlukan untuk upacara ini bisa dibilang banyak. Jika keluarga yang ditinggalkan tersebut berasal dari keluarga yang kurang, boleh saja tidak melakukan upacara ngaben. Tetapi hanya melakukan upacara kremasi yang biasanya sudah disediakan oleh tempat kremasi dengan paket - paketnya lekap dengan banten dan lainnya. Atau jika berdekatan dengan acara besar atau ada ngaben masal bisa saja ikut disana. Karena biaya yang dikeluarkan pasti tidak sebesar biayara upacara ngaben sendirian. Biasanya keluarga - keluarga yang memilih melakukan kremasi ada dua tipe, pertama karena tidak memiliki biaya yang cukup dan yang kedua karena memang sibuk sehingga memilih jalan praktis. Namun upacara kremasi ini tidak akan mengurangi makna atau nilai upacaranya. Yang terpenting, dijalani dengan Ikhlas sudah pasti upacara yang dilakukan akan berjalan lancar dan tidak akan mengurangi makna upacara tersebut. Serta dalam melaksanakan upacara kremasi atau ngaben, yang terpenting adalah kebersamaan dan solidaritas dari krama desa adat yang turut ambil peran dalam upacara ini. Karena upacara ngaben ini memang melibatkan Masyarakat yang sebanjar dengan seseorang yang meninggal.  Dalam kebersamaan inilah, nilai-nilai kehidupan, kematian, serta spiritualitas dipertahankan dan akan diwariskan dari generasi ke generasi. Dan hingga saat ini upacara ngaben ini masih dilakukan walau sudah tidak seutama dahulu. Karena zaman sekarang sudah ada paket - paket kremasi yang ditawarkan dengan biaya yang lebih sedikit disbanding dengan upacara ngaben. Jadi jika seseorang yang meninggal berasal dari keluarga yang kurang bisa memilih opsi kremasi disbanding dengan ngaben. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun