Klarifikasi PPN pada sembako yang akhirnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Indonesia mendatangi pedagang di pasar Santa di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Senin (14/6/2021) pada pagi hari. Momen tersebut diunggah dalam postingan Instagram pribadinya yaitu @smindrawati dengan caption "Pagi tadi saya ke pasar Santa di Kebayoran belanja sayur-sayur dan buah Indonesia segar dan bumbu-bumbuan, sambil ngobrol dengan beberapa pedagang di sana.Â
Bu Rahayu pedagang buah bercerita akibat pandemi Covid-19 pembeli di pasar menurun, namun mereka bertahan dan tetap bekerja tak menyerah. Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum. Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan asas keadilan. Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN). Namun beras premium import seperti beras basmati, beras shirataki yang  harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak. Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan. Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru." Jelasnya pada akun instagramnya yang diposting tertanggal 14 Juni 2021.
"Namun poinnya adalah kita tidak memungut PPN sembako, dan apakah nanti di dalam RUU KUP akan ada? Untuk hal tersebut tidak dipungut itu saja sudah clear. Namun jika kita membicarakan sembako katakanlah beras, ada beras yang Rp10.000 per kilonya yang di produksi petani kita, rojolele, pandan wangi, beras Cianjur versus beras dengan shirataki. Jadi jika dilihat dari harganya yang Rp10.000/kg sampai yang Rp50.000/kg dan sampai Rp200.000/kg, ini kan berarti bisa mengklaim yang sama-sama sembako, maka dari ini fenomena munculnya produk-produk yang very high end" jelas Sri Mulyani pada rapat komisi XI DPR RI 10/6/2021.
Â
Jika benar terjadi sembako di beri PPN maka masyarakat akan merasa terbebani terutama pada masyarakat kalangan bawah serta pengeluaran pada kebutuhan pokok akan meningkat sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan barang sekunder atau tersier. PPN untuk sembako berisiko pada menurunnya kualitas hidup masyarakat kalangan bawah dan angka kemiskinan dari pada periode sebelumnya akan meningkat lebih pesat.Â
Jika sekolah dikenakan pajak juga maka anak-anak yang masyarakatnya berpendapatan menengah ke bawah  terutama sekolah swasta akan menjadi kurang kompetitif karena akan meningkatkan pengeluaran yang lebih dari biasanya.Â
Risiko lainnya jika terdapat PPN pada sembako adalah dipastikan adanya tingkat kriminalitas yang semakin tinggi karena masyarakat yang kesulitan pada keuangan terlebih lagi pada masa Pandemic Covid-19, banyak sekali yang kehilangan pekerjaan akibat di PHK atau tutupnya bidang usaha yang dimiliki dan masih belum stabil dalam bidang perekonomian, maka dari itu masyarakat yang sulit dalam perekonomian akan mencari jalan termudah untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara yang salah yaitu dengan berbuat kriminalitas. Sebaiknya perlu di pertimbangan secara detail mengenai PPN untuk sembako dan perhatikan banyak kejadian risiko yang terjadi serta memberikan keputusan yang tidak memberatkan semua pihak terutama pada masyarakat menengah ke bawah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H