Cara saya membaca Al-Qur'an meningkat pelan-pelan. Berikutnya masih ada beberapa kelas mengaji saya ikuti. Saat tinggal di Jogja pun saya ikut kelas mengaji. Bahkan sempat ikut program ODOJ alias One Day One Juz. Nekad saja tiap hari baca satu juz. Ajaibnya setelah ikut ODOJ sekitar setahunan, saya makin lancar membaca Al-Qur'an.
Sepertinya kunci belajar apapun memang adalah jam terbang. Dengan membaca satu juz alias 10 lembar tiap hari, lama-lama saya mengenali dengan cepat huruf-huruf hijaiyah sehingga otomatis bisa membaca dengan cepat pula.
Setelah mengikuti berbagai kelas mengaji, bacaan saya sudah makin baik. Sekitar satu tahun lalu ada tawaran dari teman di grup WA. Tawaran belajar ngaji secara online. Ustadzahnya dari Padang. Jauh, ya? Hati saya tergerak untuk ikut kelas tersebut.
Ustadzah Poppy nama gurunya. Beliau membuka sesi pertama dengan mengetes kami semua bacaan ayat. Hasilnya: semua harus mulai dari kelas dasar. MasyaAllah, memang Allah tunjukkan bahwa kita tak boleh merasa sombong dan takabur. Berasa sudah bagus membaca Al-Qur'an tapi ternyata membedakan sya dan sha masih belepotan. Apalagi pengucapan huruf 'ain, harus berulang kali disempurnakan. Belum lagi huruf-huruf lainnya.
Tapi ya menerima saja harus belajar dari dasar, lalu belajar dengan senang hati bersama dengan sekitar 15-an murid lainnya. Semuanya perempuan dari berbagai daerah dan dengan sebaran usia yang berbeda-beda. Saya termasuk kaum sepuh di situ, hehehe.
Tak terasa sudah setahunan saya belajar di ustadzah Poppy. Dampak belajar ngaji tersebut adalah: saya jadi lebih pelan-pelan jika ngaji sendiri, berusaha membetulkan setiap makhraj. Berusaha mempraktikkan apa yang diajarkan ustadzah Poppy, karena beda bacaan akan beda artinya. Tak usah mengejar kuantitas sekarang ini, namun lebih baik kualitas. Semoga setiap upaya membaguskan bacaan Al-Qur'an, dihitung sebagai pahala, aamiin.
Saya merasa salut dengan orang-orang seperti ustadzah Poppy, dan juga para guru yang telah mengajari saya mengaji yang tak bisa saya sebut namanya satu-satu, bahkan mungkin ada yang sudah saya lupakan namanya. Itulah manusia tempatnya lupa, bahkan pada orang yang berjasa. Tapi saya yakin malaikat sudah mencatat semua effort guru-guru saya dalam mengajarkan ilmunya. InsyaAllah berkah menjadi amal jariyah, aamiin.
Betapa nikmatnya pahala amal jariyah yang kita rasakan saat kita sudah mati kelak. Setelah menyadarinya ingin juga mencicipi amal jariyah seperti itu, namun apa harus menyerah di saat ilmu membaca Al-Qur'an masih belum sempurna?
Jangan menunggu sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah.
Seperti kating saya di zaman mentoring dulu, mengajarkan mengaji di saat -- mungkin bacaannya belum benar-benar sempurna. Saya juga bisa melakukan hal yang sama. Tidak perlu jadi kating karena sudah tua, tapi memosisikan peran sebagai orang tua, mengajari anak-anaknya.
Anak-anak saya tidak mengaji di mushola kampung. Saya menyekolahkan mereka di sekolah Islam dan si sulung di pesantren. Alhamdulillah si sulung lebih baik bacaan ngajinya daripada saya. Sedangkan kedua adiknya, kadang-kadang saya mendengarkan mereka mengaji dan membetulkan bacaannya.