Nilai rapor yang didongkrak, bukan hal baru
Sejumlah 51 siswa lulusan SMP di Kota Depok yang sudah diterima di 8 SMA Negeri, akhirnya digugurkan penerimaannya. Mereka dicoret dari daftar karena ditengarai sudah dipalsukan nilai rapornya oleh pihak SMP-nya. Kecurigaan timbul karena nilai rapor mereka melonjak tinggi di semester terakhir. Kasus ini masih diselidiki pihak berwenang di Kota Depok. Demikian berita yang viral dari sektor pendidikan belum lama ini.
Kisah nilai rapor yang didongkrak ini sebenarnya bukan hal yang baru. Saya teringat tahun 1990-an saat kakak saya masuk perguruan tinggi. Ia ngomel-ngomel bercerita tentang temannya yang nilai rapor SMA-nya didongkrak agar dapat diterima di perguruan tinggi melalui jalur PMDK (jalur bebas tes waktu itu).
"Bagaimana kamu tahu kalau nilainya didongkrak?" tanya saya.
"Lha dia cerita sendiri! Aku heran, dia masuk jalur PMDK, tapi kok bego. Pantes, rupanya nilai-nilainya didongkrak!"
Wajar kalau kakak saya misuh-misuh. Pasalnya ia tidak lolos PMDK dengan nilai rapor bagus (tapi tanpa dongkrak). Ternyata ada hak dia yang dicurangi oknum-oknum yang suka main dongkrak antik itu.
Sebenarnya nilai yang didongkrak untuk level SMA -- walaupun tidak dapat dibenarkan -- masih dapat saya terima. Mungkin ini juga didorong kebutuhan SMA yang bersangkutan untuk dikenal, menaikkan nilai jual sebagai SMA yang meluluskan siswa-siswi berprestasi yang diterima di perguruan tinggi negeri.
Tapi kalau di jenjang SMP sudah ada dongkrak-dongkrakan, sangat berlebihan sekali menurut saya. Katakanlah seorang siswa didongkrak nilainya untuk dapat masuk di SMA favorit, lalu dengan tingkat kecerdasan otaknya yang tidak otomatis terdongkrak, apakah ia bisa berkompetisi dengan siswa-siswi lain yang benar-benar cerdas dari lahir?
Atau apakah pihak-pihak terkait nantinya akan kembali mendongkrak nilai siswa tersebut agar lolos di perguruan tinggi negeri? Miris. Kalau hanya sekadar nilai dongkrakan, baring-baring saja di rumah tidak usah ikut kegiatan belajar mengajar di sekolah. Toh, nanti akan selamat karena dongkrak antik maha sakti.
Jalur zonasi tak luput dari rekayasa
Ricuhnya jalur prestasi, diikuti dengan keruwetan yang sama di jalur zonasi. Seharusnya dalam komunitas masyarakat yang menjunjung nilai-nilai Pancasila adil dan beradab, jalur zonasi ini dapat dilakukan dengan aman. Namun kenyataannya, ada juga orang tua siswa dengan dibantu pihak-pihak tertentu yang menggeser titik koordinat tempat tinggalnya sehingga menjadi lebih dekat dengan sekolah tujuan.