Adapun untuk limbah padat lainnya, pengusaha wajib menyediakan tempat sampah terpilah untuk memisahkan sampah organik dan non organik. Akan tetapi jarang pengusaha batu bata skala kecil yang saya temui memiliki tempat sampah. Sampah yang ada bersama sampah domestik akan ditimbun di dalam lubang dan dibakar secara berkala.Â
Penanganan sampah merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pengusaha karena masih dianggap sebagai hal yang kurang penting. Sangat diperlukan pendampingan dan sosialisasi dari instansi terkait untuk pengelolaan sampah ini.
4. Konflik/keresahan masyarakat
Usaha batu bata tak luput dari dampak konflik/keresahan masyarakat. Oleh sebab itu, pada setiap tahap proses pembuatan batu bata, sebaiknya ada sosialisasi kepada masyarakat dan koordinasi dengan aparat setempat. Keresahan masyarakat sekitar lokasi usaha juga dapat dikurangi dengan menggunakan sumber daya masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja.
Pada lokasi Polewali Mandar dan Pinrang, tidak ditemui kasus pengaduan masyarakat terhadap gangguan dari usaha pembuatan batu bata. Hal ini karena usaha batu bata telah ada sejak puluhan tahun sehingga telah dianggap hal yang biasa dan lumrah oleh masyarakat sekitar. Di samping itu mayoritas kepala rumah tangga juga memiliki usaha batu bata, sehingga melakukan  pengaduan sama dengan melaporkan diri sendiri atau keluarga.
Terkait kewajiban pelaku usaha untuk melakukan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, dapat ditanyakan langsung ke Dinas Lingkungan Hidup  (DLH) di kabupaten. Pegawai DLH akan dengan senang hati memberikan bantuan untuk memandu pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Catatan:
SPPL = Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan
UKL-UPL = Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan
Amdal = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H