Juli tahun lalu saya mendapatkan kesempatan berkunjung ke Sulawesi Barat, tepatnya ke Kabupaten Polewali Mandar (Polman) dan Kabupaten Majene dalam rangka tugas kantor. Saya pergi bertiga dengan dua orang teman kantor.
Dalam perjalanan saat waktu asar, kami singgah di sebuah masjid di jalan trans Sulawesi, Polman, tepatnya di Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian. Masjid tersebut cukup besar bernama Masjid Nurut Taubah. Di bawah nama masjid, tertera nama KH. Muhammad Thahir dan di bawahnya ada tulisan di dalam tanda kurung: Imam Lapeo.
Masjid Nurut Taubah didirikan oleh Kyai Haji Muhammad Thahir, dan menjadi saksi penyebaran agama Islam di tanah Mandar pada abad ke-18.
Imam Lapeo lahir pada tahun 1839, dan wafat 1952. Beliau menyebarkan Islam di tanah Mandar dengan masjid Nurut Taubah sebagai pusat dakwah. Hingga kini, Â masjid Nurut Taubah menjadi objek wisata religius yang tak pernah sepi dikunjungi peziarah khususnya saat lebaran.
Imam Lapeo lahir di Pambusuang (saat ini masuk dalam wilayah Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat) pada tahun 1839 dan giat menyebarkan syiar Islam hingga wafat pada tahun 1952. Salah satu peninggalannya yaitu Masjid Nurut Taubah kini dikelola oleh cucu dan keturunannya. Â Sebelum ke Lapeo dan mendirikan Masjid Nurut Taubah, KH Muhammad Thahir mengunjungi berbagai tempat untuk menimba ilmu agama, mulai dari Parepare, Madura, Jawa, Sumatera, Istanbul (Turki), hingga Mekkah.
Masjid Nurut Taubah sudah beberapa kali mengalami renovasi, namun ada beberapa bagian masjid yang masih dipertahankan yang merupakan peninggalan Imam Lapeo. Di antaranya mihrab, menara masjid, hingga pintu gerbang masjid.
Nama Masjid Nurut Taubah memiliki arti cahaya taubat, karena semasa hidupnya Imam Lapeo banyak menyadarkan orang-orang dari perbuatan maksiat, seperti sabung ayam dan minum minuman keras.
Sebagai salah satu masjid yang kini menjadi destinasi wisata religi, Masjid Nurut Taubah Imam Lapeo dilengkapi dengan beduk raksasa berukuran tinggi 3 meter dan lebar 1,5 meter yang dibuat di Cirebon serta Al Quran berukuran 2x1 meter yang dibuat di Universitas Sains Al-Qur'an (Unsiq) di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 2018 lalu.