Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

My Name is Lincah, What Can I Do For You? (1)

17 Juni 2023   14:12 Diperbarui: 17 Juni 2023   14:15 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Lincah. Aku juga tak habis pikir, mengapa mama dan papa menamaiku dengan kata itu. Kata papa, waktu lahir, tangisku kencang, lalu tangan kecilku sigap memegangi jari papa. Mataku juga langsung terbuka dan mengawasi papa dengan tajam dan bersinar-sinar.

Entahlah apa kata-kata papaku benar, atau ia cuma terbawa antusiasme memiliki anak pertama. Setelah aku tumbuh dewasa dan sering menghadiri acara aqiqah dan melihat bayi yang baru berumur beberapa hari, aku menyadari bahwa tidak mungkin seorang bayi baru lahir memandang tajam dengan mata bersinar-sinar.

Kalau mama yang kutanya, maka jawabnya adalah aku seperti bayi kebanyakan. Mama malah tidak paham bagaimana tingkah polahku sampai usia tiga hari. 

Mama kehilangan banyak darah saat melahirkan aku, sehingga ia langsung ditransfusi dan dibawa ke ruang ICU. Untung kasih sayang Allah masih melimpah untukku, sehingga aku tak perlu kehilangan ibu di usia yang masih dini. Mama dapat sehat kembali. Di hari ketiga usiaku, pertama kali mama melihatku dalam gendongan papa. Kata papa, mama hanya dapat memandangi dengan air mata yang terus mengalir.

Walaupun proses kelahiranku sangat traumatik untuk mama, ternyata beliau masih semangat untuk memberiku adik. Manis lahir saat umurku empat tahun. Ia lahir lewat operasi caesar, karena papa tidak mau kejadian yang sama saat melahirkan aku terulang kembali. 

Setelah Manis lahir, mama menjalani operasi kecil yang menyebabkan ia tak akan bisa punya anak lagi. Orang tuaku merasa cukup punya dua anak saja. Mereka tak perlu menunggu kedatangan anak lelaki, karena gender tak membuat mereka pusing. Toh mereka akan punya anak lelaki jika aku dan Manis kelak memiliki suami.

Kembali kepada namaku.

Terus terang aku merasa terbebani, karena aku merasa tidak lincah sama sekali. Aku justru tumbuh menjadi gadis yang pendiam dan introvert. Berkebalikan dengan Manis, ia selalu berada di antara banyak teman dan senang tertawa riang. Mungkin nama kami tertukar. Tapi tidak juga, Manis benar-benar manis, dan lincah juga. Sementara aku bukan apa-apa. 

Aku adalah anak yang jika tidak ada di suatu acara, orang tidak akan sadar dan acara akan berlangsung baik-baik saja. Sementara jika Manis alpa di suatu acara, orang akan mencarinya dan kecewa karena ia tidak datang.

Karena merasa jauh panggang dari api jika dibandingkan dengan Manis, maka aku menjadi semakin pendiam. Namun aku juga menjadi anak yang tidak mau merepotkan. Aku jarang minta apapun pada orang tuaku, aku juga mengusahakan untuk selalu membantu mama di rumah dan tidak mau membuat masalah di sekolah agar orang tuaku tidak banyak pikiran.

Suatu kali mama sedang repot memasak karena hendak menjamu ibu-ibu yang akan datang untuk arisan di rumah. Manis pun sedari pagi sudah heboh memilih baju karena dia mau hang-out dengan kawan-kawannya. Ia minta izin keluar rumah ketika mama baru saja memulai akan memasak. 

Aku seperti biasa ada di sudut dapur dengan antrean pekerjaan yang harus kulakukan untuk membantu mama. Mengupas bawang merah, bawang putih, lalu mengiris semuanya tipis-tipis. Mengupas dan memotong wortel, kentang, dan buncis.

"Kenapa kamu sering sekali bermain dengan teman-temanmu, Manis? Ajak mereka ke rumah, nanti mama masakkan pizza dan spagety. Jangan selalu main di luar," ucap mama walau tetap memberi izin, sekaligus memberi Manis uang saku.

"Iya, nanti aku bilang teman-temanku supaya ke sini. Pizza, spagety, dan es krim, boleh?" tanya Manis dengan tawa riangnya.

Mama hanya geleng-geleng kepala. Manis segera kabur sebelum mama berubah pikiran. Sementara aku menyerahkan hasil pekerjaanku pada Mama. 

"Oke. Sekarang tolong kamu siapkan piring, sendok, garpu dari lemari ya, ambil sejumlah 30 nanti kamu lap dulu yang bersih."

"Tidak usah dicuci, Ma? Piringnya kan sudah lama di lemari, berdebu."

"Ooh, iya, boleh kalau begitu. Lincah yang cuci sekaligus mengeringkan, ya?"

Aku mengangguk dan langsung bekerja. Sampai acara berlangsung, aku membantu mama meladeni ibu-ibu arisan. Seperti biasa, mereka menanyakan si lincah, Manis, tapi mereka ternyata cukup puas ngobrol denganku.

"Mbak Lincah rajin sekali bantu mama, ya?" sapa bu RT waktu aku membantu mengambilkan stok sup lagi untuk dihidangkan di meja makan. Aku hanya tersenyum malu-malu.

"Iyaa, mungkin saya masak nggak akan tepat waktu selesai kalau nggak ada Lincah," sahut mamaku tersenyum bangga. Wah, aku agak trenyuh juga melihat mama menatapku dengan bangga.

Malam itu keluarga kami makan di meja makan dengan makanan yang berlebih dari hidangan arisan. Sup sayur telur puyuh dan empal. Mama asyik bercerita pada papa tentang acara arisan yang tadi berlangsung.

"Untung ada Lincah yang bantuin mama masak, Pa. Jadi acara lancar sampai akhir," pungkas mama. Papa tersenyum sambil memandangku, lalu ia melirik Manis yang sedang asyik mengunyah telur puyuh.

"Kalau Manis bantuin apa?"

Manis terkikik geli. "Manis bantuin ngabisin saja masakannya mama, karena kalau ini nggak habis, besok sudah nggak ada yang makan dan nanti terpaksa buang-buang makanan," sahutnya cerdik.

Mama dan papa tertawa. Selalu seperti itu. Manis selalu pintar ngeles. Dan ia sama sekali tidak mendapat hukuman karena sepanjang hari bersenang-senang, sementara aku kelelahan membantu mama. Seusai arisan tadi aku mencuci semua piring dan wadah kotor, lalu menyapu dan mengepel lantai. Aku lelah, tapi karena aku terbiasa diam, maka aku hanya menahan lelahku dalam hati saja (bersambung).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun