Sepanjang pagi dan siang hari itu, Ahad 21 Mei 2023, saya mendampingi anak bungsu saya tes masuk di sebuah SMP berbasis Islam. Tidak banyak persiapan yang dilakukan, sebelumnya saya hanya memintanya untuk membaca kembali soal-soal ujian SDnya kemarin. Anak saya juga nothing to loose, dan juga tidak terlalu bersemangat sekali bisa lolos di SMP tersebut. Tapi saya tetap memintanya mengerjakan yang terbaik.
Usai mengerjakan tes, ia mengaku dapat mengerjakan dengan baik, walaupun ada juga soal yang dia tidak tahu jawabannya. Saya juga nothing to loose, walaupun SMP yang dituju tersebut termasuk SMP favorit. Pikir saya, kalau tak lolos mungkin memang bukan rezekinya.
Esoknya hari Senin ternyata ada lagi tes untuk basic keislaman. Kabarnya akan dites salat dan ngaji. Ternyata hanya dites bacaan salat dan membaca hafalan 3 surat pendek, serta mengaji random di Al Qur'an milik sekolah. Kata si bungsu, aman. Dia bisa semuanya. Kami tinggal menunggu kabar dari sekolah untuk pengumuman kelulusan tanggal 31 Mei 2023.
Hari yang ditunggu tiba, ternyata ada pesan masuk di ponsel papanya, mengabarkan bahwa Amel anak saya belum dapat diterima di sekolah tempatnya mendaftar kemarin.
Dia masih rebahan di kasur ketika papanya meminta saya untuk mengabarkan hal itu kepadanya.
"Mel, Amel belum lolos di SMP kemarin, Nak," ucap saya pelan sambil berbaring di sebelahnya.
"Apa, Ma?"
"Amel belum lolos. Nggak papa, ya? Nggak sedih, kan? Nanti kita cari sekolah lain."
"Eeeh ... gimana, ya? Aku merasa aneh, kok bisa nggak lulus, ya?"