Berita kematianmu mengejutkanku siang tadi, mengingat usia kita yang tak jauh berbeda. Jika engkau dipanggil sekarang, mungkin besok giliranku.
Satu demi satu kenangan denganmu melintas, membawaku jauh terbang ke belakang, saat waktu belum mendewasakan kita.
Kamu begitu bucin pada orang yang tidak tepat. Menangisi dengan porsi terlalu banyak.
Kamu percaya padaku, tapi sekaligus menuduhku menusukmu dari belakang.
Masa-masa itu masa di mana kita dikalahkan dengan ego dan rasa curiga yang terlalu besar. Demikianlah pernah kaucerca aku dengan segala justifikasimu.
Namun demikian kuakui kau cukup ksatria mengakui kesalahanmu tatkala kausadari tuduhanmu padaku sama sekali tak beralasan.
Berita kematianmu mengejutkanku siang tadi, lama kita tidak saling bertegur sapa karena kau telah sedemikian sibuk dengan pekerjaanmu. Kanker rahim kudengar pernah kauderita, apakah penyakit itu yang mengalahkanmu?
Sahabatku, izinkan begitu aku memanggilmu. Dalam perjalanan hidup kita, ada kelokan di mana kita pernah bersama, tertawa, bercanda, dan menangis di saat yang sama. Tak bisa kunafikan kebaikanmu saat menerima aku di rumahmu. Kebaikan yang tak bisa kubalas dengan meminta sahabatku untuk memilihmu.
Karena cinta tak bisa dipinta-pinta, tak bisa dipaksakan.Â
Namun aku tahu bahwa bahagiamu telah kau peroleh saat engkau memilih orang yang lebih tepat.Â