Apakah yang menyenangkan dari sebuah komunitas hobi? Ya, tentu saja sebuah komunitas hobi itu menyenangkan karena biasanya komunitas semacam itu membuat anggotanya gembira.
Salah satu komunitas yang membuat saya gembira, adalah komunitas IIDN Jogja (Ibu-Ibu Doyan Nulis Jogjakarta). Saya bergabung dengan komunitas ini di tahun 2013 sejak komunitas ini dipimpin oleh Mbak Astuti, hingga digantikan oleh Mbak Irfa Hudaya sampai sekarang.
Bagaimana saya bisa bergabung? Kebetulan pada tahun tersebut saya masih tinggal di Kota Jogjakarta. Saya mengikuti komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis Interaktif di sebuah grup fb. Ini adalah grup IIDN pusat yang basecampnya di Bandung dan didirikan oleh Mbak Indari Mastuti (dan sekarang diketuai oleh Mbak Widyanti Yuliandari).
Pada masa itu grup IIDN pusat membuat cabang-cabangnya di daerah dan pada suatu siang yang panas, saya berkumpul dengan beberapa teman untuk membentuk cikal bakal IIDN Jogja. Masih ingat saat itu lokasinya di Masjid Kampus UGM.Â
Jalinan pertemanan dengan ibu-ibu yang ramah, doyan nulis, pun doyan makan - berjalan hingga saya tak lagi berdomisili di Jogja. Tapi kapan pun saya tak ragu menyatakan bahwa saya adalah anggota IIDN Jogja. Meski sekarang juga anggota IIDN Makassar.
Selain jalinan pertemanan yang kental dengan sebagian anggota IIDN Jogja, berbagai kegiatan sudah kami lalui bersama. Berbagai project penulisan buku, sharing pengalaman, jumpa penulis, launching buku, pun sekadar ngobrol pelepas kangen.
Kami telah melalui masa yang penuh euphoria, masa yang meledak-ledak, masa tenang, bahkan masa vakum yang panjang di era pandemi. Hingga di awal tahun 2022, Mbak Irfa mengingatkan kembali pada project yang pernah dimulai bersama. Project penulisan buku bareng.
Kami pun bergembira lagi, bersemangat kembali karena ada 'bayi' yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Sebuah buku antologi yang berisi kisah-kisah inspiratif tentang kehilangan yang diberi judul: "Tuhan, Ternyata Kehilangan Itu Sesakit Ini. Tetapi Takdirmu Selalu Yang Terbaik."
Saya menulis dua kisah di sana, yaitu kisah saat 'ditinggal' pergi oleh putra sulung saya, dan juga kisah berpulangnya seorang sahabat.
Antologi kehilangan ini, bukanlah sebuah wadah untuk bersedih-sedih dan gagal move on, namun sebuah media terapi berbagi inspirasi. Bahwa di balik kisah kehilangan, Allah memberikan hikmah yang kadang baru kita sadari lama setelah peristiwa kehilangan itu sendiri.**