4. SVLK dalam Integrasi Vertikal Kayu Rakyat ke Pasar Global
5. Peraturan Desa dan Potensinya dalam Mendukung Penguatan Tata Kelola Kayu Rakyat
Jadi, penelitian Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) in Indonesia secara komprehensif memperkuat petani hutan dimulai dari melihat kondisi real mereka seperti apa, lalu berusaha meningkatkan kapasitas mereka melalui pelatihan MTG, mengupas dan melakukan inovasi pada regulasi dan revitalisasi industri kayu rakyat, memampukan kayu rakyat untuk dapat bersaing di pasar global melalui SVLK serta memperkuat aspek kebijakan khususnya kebijakan di tingkat tapak.
Kelima fokus penelitian yang telah saya jelaskan di atas dilaksanakan di setiap lokasi penelitian di seluruh Indonesia baik di Lampung, Gorontalo, Pati, Gunungkidul, Bulukumba, dll. Tapi ada satu fokus yang keberhasilannya cukup membanggakan khususnya di lokasi Bulukumba, yaitu fokus Peraturan Desa dan Potensinya.
Nah, fokus kebijakan inilah yang menyebabkan teman saya bu Nur Hayati jauh-jauh diundang dari Makassar ke Lampung untuk sharing mengenai keberhasilan yang telah dicapai oleh Balai Litbang LHK Makassar terkait inisiasi Perdes di Desa Malleleng, Kabupaten Bulukumba.
Awalnya karena perubahan kebijakan di tingkat daerah, kewenangan kabupaten untuk mengelola hutan di daerahnya dialihkan kepada provinsi. Hal ini menyebabkan petani hutan mengalami sedikit kebingungan hendak bertanya kemana terkait pemeliharaan lahan hutannya. Berbagai program yang dulunya dihandel oleh Dinas Kehutanan Kabupaten mengalami stagnasi, misalnya program bibit gratis, pendampingan petani, dan lain-lain. Pada masa transisi ini, petani hutan harus berjuang sendiri.
Tim peneliti ACIAR dari Balai Litbang LHK Makassar khususnya tim aspek kebijakan yang dikomandani oleh Ibu Nur Hayati kemudian berusaha melakukan pendampingan pada masyarakat petani hutan. Solusi yang kemudian dilontarkan saat itu adalah upaya penyusunan Perdes Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Malleleng. Setelah dilakukan berbagai diskusi dan musyawarah baik dengan pemerintah kabupaten, pemerintah desa, maupun petani di Desa Malleleng, akhirnya dimulailah rangkaian panjang inisiasi dan pendampingan penyusunan Peraturan Desa yang diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat desa khususnya petani hutan rakyat di Desa Malleleng.
Beberapa isi Perdes yang penting antara lain adalah penguatan kelompok tani, pembuatan kebun bibit desa, peningkatan partisipasi masyarakat dalam menanam pohon, pemberdayaan ekonomi lokal, dan masih banyak lagi. Semua isi Perdes merupakan usulan dari masyarakat Desa Malelleng sendiri sehingga substansinya benar-benar berasal dari akar rumput (bottom-up) dan bukan karangan dari tim peneliti. Hal ini menurut Bu Nur Hayati, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Perdes Pengelolaan Hutan Rakyat kemudian berhasil disahkan dan sekarang ini sedang coba diimplementasikan di Desa Malelleng.
Bu Nur Hayati menjelaskan bahwa langkah-langkah inisiasi Perdes Pengelolaan Hutan Rakyat yang telah dilakukan di Desa Malelleng, dapat dilakukan di desa-desa lainnya. Faktor paling penting yang harus diingat adalah sebagai tim peneliti, kita harus memahami permasalahan yang ada di masyarakat itu apa. Itulah yang harus kita gali dari berbagai pertemuan, dan biarkan mereka sendiri yang mendiskusikan solusi yang paling tepat sesuai dengan kearifan lokal yang berlaku di daerah tersebut. Hal ini kemudian dapat diterjemahkan menjadi bahasa hukum berupa pasal-pasal di Perdes. Selanjutnya tugas tim peneliti sebagai pendamping hanya mengarahkan saja, namun aktor utama dari inisiasi hingga implementasi Perdes nantinya adalah masyarakat desa/petani hutan bersama pemerintah desa yang bersangkutan. Dengan adanya Perdes Pengelolaan Hutan Rakyat diharapkan masyarakat desa khususnya petani hutan rakyat dapat menjadi semakin mandiri dalam melakukan pengelolaan hutan rakyatnya.**
#P3SEKPI #KementerianLHK #ACIAR #CBCF IndonesiaÂ