Hari ini tanggal 24 Maret 2018. Tepat pada 136 tahun yang lalu, yaitu 24 Maret 1882, seorang ilmuwan Jerman bernama Robert Heinrich Herman Koch mengumumkan bahwa ia telah menemukan bakteri penyebab penyakit Tuberculosis (TBC), yaitu Mycobacterium tuberculosis. Pada masa itu wabah TBC sedang menyebar di Eropa dan Amerika. Banyak penderitanya yang meninggal dunia.Â
Bahkan kala itu TBC dianggap sebagai penyakit bawaan Banyak penderitanya yang meninggal dunia. Namun Koch yakin bahwa penyakit itu disebabkan oleh bakteri dan menular. Kemudian ia melakukan pengujian dan berhasil dengan pengembang biakan kultur murni bakteri tahan asam ini, ternyata benar ia menemukan bakteri penyebab Tuberculosis. Sebagai hasil terobosan penelitiannya tentang TBC inilah ia meraih penghargaan Nobel di bidang Fisiologi dan kedokteran pada tahun 1905. Itulah sebabnya untuk mengenang jasanya, maka setiap tanggal 24 Maret selalu diperingati sebagai Hari Tuberculosis Sedunia .
Peringatan Hari Tuberculosis Sedunia ini pertama kalinya diselenggarakan oleh WHO dan Kerajaan Belanda Tuberculosis Foundation di Den Haag pada tahun 1995. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang bahayanya penyakit TBC dan melakukan upaya untuk memberantas TBC.
Untuk memperingati Hari TB sedunia 2018 ini Indonesia mengambil tema : "Peduli TBC, Indonesia Sehat". Tema ini ingin mengajak semua pihak dan anggota masyarakat untuk turut berperan aktif dalam gerakan TOSS TBC ( Temukan Tuberculosis Obati Sampai Sembuh).
TOSS TBC adalah gerakan untuk menemukan pasien sebanyak mungkin dan mengobatinya sampai sembuh sehingga rantai penularan di masyarakat bisa dihentikan.
Hari TB sedunia 2018 ini mengkampanyekan agar Pemerintah, Departemen Kesehatan dan professional kesehatan terus menyerukan upaya global untuk menemukan, mengobati dan menyembuhkan TB dan mempercepat menuju tujuan mengakhiri TB pada tahun 2035.
Saya jadi tertarik ingin menulis artikel ini adalah setelah membaca koran Kompas kemarin tanggal 23 Maret 2018. Ada berita tentang Hari Tuberculosis Sedunia berjudul "Penemuan Kasus Diintensifkan". Ada 102 juta kasus baru TB di Indonesia, 420.000 kasus yang dilaporkan. Adapun 600.000 kasus belum terlaporkan, antara lain karena pasien belum berobat atau berobat di fasilitas kesehatan swasta tetapi tak terlaporkan ke sistem di Pemerintah, Direktur Jenderal Pak Anung Suhantono menyatakan "TB bisa disembuhkan dengan berobat secara teratur dan menjaga kebersihan lingkungan".
Wah membaca berita tersebut saya  jadi teringat teman saya yang bekerja sebagai seorang analis kesehatan di pedalaman, dimana di daerahnya tersebut juga banyak kasus penderita Tuberculosis. Bayangkan terkadang saking jauhnya dan sulitnya medan yang dilalui, teman saya itu sampai menginap di rumah pasien penderita TB. Menurut saya teman saya ini dalam pekerjaannya benar-benar menjemput bola menemukan pasien dengan kasus TBC.  Kisahnya pernah saya tulis di sini. Tahun lalu saya pernah mengikuti pelatihan tentang pemeriksaan laboratorium terbaru untuk deteksi Tuberculosis. Saya membayangkan bila laboratorium tempat teman saya tersebut bekerja bisa melakukan test terbaru ini, maka akan lebih mudah baginya menemukan banyak penderita TBC, dan pasien segera mendapatkan pengobatannya hingga sembuh. Pada tulisan kali ini pun saya ingin membagi sedikit pengetahuan saya tentang pemeriksaan laboratorium untuk Tuberculosis.
Penyakit Tuberculosis (TBC atau TB) merupakan penyakit  infeksi ganas, menduduki  posisi  ke 2 setelah HIV sebagai penyebab kematian di dunia. Indonesia pun merupakan negara ke 3 yang mempunyai penderita TBC terbanyak di dunia, setelah  India, China. Ternyata setelah lebih dari seabad penemuan bakteri penyakit TBC, namun penyakit TBC masih belum bisa diberantas tuntas hingga kini.
Meskipun pemerintah telah melakukan penetrasi untuk menekan pertumbuhan penyakit itu, namun pencegahan terbaik justru berasal dari diri sendiri. Hal itu disampaikan oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla saat acara peluncuran Kemitraan dalam Penanggulangan Tuberculosis di Istana Wapres, Rabu 15 Maret 2017. Wapres juga mengapresiasi langkah yang dilakukan masyarakat dan Kementerian Kesehatan dalam menekan laju pertumbuhan penyakit itu. (sumber: Kompas.com 15/03/2017)
Bila seseorang menderita Tuberculosis, maaka dapat menyebabkan kerusakan terutama pada paru, menimbulkan gangguan berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya.
Ada 2 tipe Tuberculosis, yaitu TB Laten dan TB Aktif.
TB Latenatau  LTBI(Laten Tuberculosis Infection ), merupakan bentuk non aktif penyakit ini.  Karena system kekebalan tubuh yang baik dapat melawan bakteri TBC, maka bakteri TB akan mengalami fase dormant (tertidur), sehingga orang dengan TB laten tidak akan mengalami keluhan selama penyakit tersebut tidak menjadi  TB aktif. TB laten ini tidak menular.  Meskipun begitu tetap beresiko berkembang menjadi TB aktif. Resiko ini akan tetap ada seumur hidup, karenanya diagnosis serta penanganan pada kasus TB laten sangat penting juga untuk menekan angka kejadian TB aktif.
TB Aktif, terjadi ketika bakteri TB  mengalahkan  sistem kekebalan tubuh dan mulai menimbulkan gejala penyakit. Saat bakteri TB menyerang paru-paru, maka TB aktif ini dapat menular dengan mudah ke orang lain melalui droplet atau bercak dahak, dan batuk. Penularan hanya dapat terjadi bila tubuh seseorang berada dalam kondisi sangat lemah.
Gejala  TB paru mirip dengan yang dirasakan oleh pasien yang menderita radang paru (pneumonia) dan kanker paru. Gejalanya bisa berupa: Batuk dengan dahak kental dan keruh yang berlangsung bisa lebih dari dua minggu, dahak berdarah, demam, menggigil, keringat malam, kelelahan, kelemahan, berat badan turun  yang tidak dapat dijelaskan, nyeri dada dan sesak napas.