Padang, salah satu kota besar di Indonesia yang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Barat. Sebuah kota yang elok permai dengan pemandangan alamnya yang luar biasa indah. Perpaduan antara rona biru lautan Samudera Hindia yang luas, dipadu dengan nuansa Pegunungan dan perbukitan yang mengitarinya. Sebuah kota yang selalu menitik beratkan kesopan santunan dalam bersikap, sebuah kota yang selalu menjunjung tinggi ajaran dan norma norma agama. Sungguh sebuah kota yang indah.
Pertama kali saya menginjakkan kaki di ranah Minang ini adalah pada tanggal 21 Januari 2011. Hari itu hari Jumat. Pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Minangkabau sekitar pukul 12.05 wktu setempat.Selanjutnya perjalanan saya lanjutkan dengan sebuah mobil. Saya mulai memasuki Kota Padang. Tatapan mata saya tak pernah lepas dari atap atap bangunan bangunan yang ada disini. Atap atap bangunan disini sebagian berbentuk atap rumah Gadang. Sebuah pemandangan unik yang ketika di Jawa hanya saya dapati ketika saya menyinggahi rumah makan Padang saja. Sepanjang jalan mata saya juga sempat dibuat tidak berkedip karena sulit saya menemukan siswi siswi sekolah dengan rok mini atau pakaian ketat seperti di Jawa. Di Padang, pemerintah daerah melakukan kebijakan “wajib jilbab” bagi siswi Sekolah Dasar hingga SLTA..sungguh nampak sekali bahwa Kota ini menjunjung adat yang baik.
Kuliner pertama saya di Padang adalah “masakan Padang”, ya...tentu saja masakan Padang. Dengan ciri kuah santan, lemak kental, dan sambal yang pedas. Disajikannya semua masakan yang ada hingga memenuhi meja tempat saya makan. Di sela sela menikmati makanan beberapa kali saya mendengar beberapa teman berkelakar menyebut kalimat “tambua ciek..”.. yah...mereka mencoba coba menggunakan bahasa Minang, bahasa kebanggaan masyarakat kota Padang.
Padang oh Padang..alammu...budayamu...bahasamu...masakanmu....Rancak Bana..!!
Namun tahukah Anda? Decak kagum saya terhadap nuansa Padang yang begitu indah tak bertahan lama. Keelokan dan pujian yang saya lontarkan terhadap kota ini terpaksa harus berubah menjadi elusan dada ketika saya menghabiskan waktu satu bulan di kota ini.
Lokasi tempat kerja yang cukup jauh dari kost yang saya tempati mengharuskan saya untuk naik angutan umum setiap pagi ketika akan berangkat dan sore ketika akan pulang dari tempat kerja saya. Awalnya saya memandang angkot kota Padang sebagai sesuatu yang “unik” ...karena badan angkot full dilapisi dengan stiker beraneka ragam...jok depan divariasi menjadi ceper..ada beberapa boneka hiasan di depan supir, dan saya melihat ada soundsystem lengkap di dalam angkot Padang yang saya tumpangi. Namun ternyata , dibalik keunikan itu, rasanya angkot Padang membuat saya ingin pulang dan begitu rindu dengan angkot angkot di Jawa. Bagaimana tidak??? Supir angkot yang mengendarai angkot angkot di Padang umurnya masih relatif muda. Saya bahkan tidak yakin mereka memiliki Surat Ijin Mengemudi dari Kepolisisan Setempat. Mereka mengemudi dengan brutal, tertawa terbahak bahak, melaju dengan kecepatan tinggi lalu melakukan rem mendadak yang otomatis membuat banyak penumpang tersungkur dan kesal. Belum lagi sang supir selalu menyetel musik kencang kencang, yang menurut saya sangat mengganggu kenyamanan saya sebagai penumpang. Beberapa penumpang bahkan harus berteriak teriak ketika ingin berkata “’stop” kepada sang supir. Sampai saat ini saya masih belum mengerti kenapa supir angkot Padang membunyikan musik sekeras itu di angkot mereka, saya tidak bisa melihat sisi positif dari apa yang mereka lakukan. Yang ada, saya meelihat bahwa dengan cara menyetir mereka yang ugal ugalan, lengkap dengan musik yang terlalu keras dan memekakkan telinga, dapat meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas yang ada di Kota Padang.
Karna nila setitik..rusak susu sebelanga.... karna kesalahan angkot Padang itu, maka rusaklah nilai plus Padang di mata saya....dan lebih sayang lagi...karna nila nya ternyata tidak hanya setitik, namun dua titik..
Hal kedua yang membuat saya mengelus dada di Kota Padang adalah ketika warga sekitar tempat kos saya ada yang mengadakan pesta pernikahan. Waktu itu hari Sabtu, pukul 0.03 dini hari, dan saya belum juga terlelap karena “yang punya hajat” masih saja menyetel musik keras, dan kali ini benar benar sangat keras. Dentuman dentuman musiknya bahkan menggetarkan lantai rumah yang saya tempati. Belum lagi teriakan sang penyanyi yang hampir merusakkan gendang telinga saya. Arrghh.. apa apaan ini....!!pikir saya. Kemudian tanpa pikir panjang saya ambil jaket dan jilbab saya, saya berjalan ke arah rumah tetangga saya itu. Dan semua yang saya saksikan di sana membuat langkah saya kaku, sekaligus bibir saya tak mampu berucap apa apa lagi. Disana saya melihat panggung hiburan dengan seorang perempuan berpakaian cukup sexy, di bawah panggung beberapa orang pria asyik berjoget. Dan di tangan mereka nampak memegang botol minuman keras. Di meja meja yang disediakan untuk para tamu pun saya melihat botol botol miras itu berjajar dengan santai. Para tamu nampak senang tertawa terbahak bahak sambil terus meneguk minuman itu, sambil merokok dan tampak acuh dengan keadaan yang melanggar norma itu.
Padang oh padang...
Sedih sekali saya melihat potret kelam generasi muda kota Padang...ketika generasi genarasi Padang dahulu selalu mengajarkan kesopanan, kesantunan, selalu berpegang teguh pada agama, pada norma dan adat istiadat. Kemana hilangnya semua itu sekarang???? Mau jadi apa kota Padang kalau generasi penerusnya semaunya sendiri. Lupa aturan, lupa kesopanan, lupa adat, bahkan lupa bahwa Padang sangat menjunjung tinggi norma agama. Lunturkah Padang yang begitu indah??? Sirnakah Padang yang begitu mempesona?? Hilangkah Padang yang begitu luar biasa????
Semoga saja dengan tulisan ini, masyarakat Padang bisa turut prihatin atas apa yang terjadi di sekitarnya, dan dapat bersama sama memperbaikinya. Karena sungguh sangat disayangkan apabila keadaan seperti ini dibiarkkan terus menerus. Saya saja yang bukan warga pribumi Padang merasa prihatin. Dan apabila Padang terus seperti ini, enggan rasanya saya untuk menetap lebih lama lagi di kota ini..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H