Mohon tunggu...
INDAH INTANSARI
INDAH INTANSARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Hobi: Menari, Bernyanyi dan Membaca buku fiksi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Minimnya Antusiasme Siswa dalam Pembelajaran PKn: Apakah Materi Terlalu Teoritis?

24 Desember 2024   22:00 Diperbarui: 24 Desember 2024   22:01 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan Kewarganegaraan menurut Zamroni dalam (Budiutomo, 2013) yaitu Pendidikan demokrasi yang ditujukan untuk mempersiapkan masyarakat agar dapat mempunyai pikiran yang Kritis dan juga dapat bertindak demokratis. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan fondasi esensial dalam pembentukan karakter dan jati diri generasi muda yang bertanggung jawab sebagai warga negara. Lebih dari sekadar transfer pengetahuan, PKn diharapkan menjadi medium untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan, seperti cinta tanah air, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi tantangan globalisasi. Namun, meski memiliki urgensi yang tinggi, pembelajaran PKn kerap menghadapi tantangan berupa rendahnya minat siswa. Masalah ini disebabkan oleh pendekatan pengajaran yang cenderung teoritis, statis, dan kurang terhubung dengan realitas kehidupan siswa.

Minimnya antusiasme siswa terhadap PKn dapat ditelusuri dari beberapa aspek utama. Pertama, materi PKn yang sering kali dipersepsikan terlalu abstrak dan teoritis membuat siswa kesulitan memahami relevansinya dengan kehidupan nyata. Konsep-konsep seperti ketatanegaraan dan organisasi masyarakat sering kali tidak diberi konteks yang konkret, sehingga terasa jauh dari pengalaman keseharian siswa. Kedua, metode pengajaran yang bersifat monoton, seperti dominasi ceramah tanpa variasi interaksi atau inovasi, hanya mempertegas kebosanan siswa. Selain itu, prioritas terhadap mata pelajaran lain yang dianggap lebih penting, seperti Matematika atau IPA, turut mengurangi perhatian terhadap PKn. Guru sering kali terjebak dalam alokasi waktu yang terbatas untuk mata pelajaran ini, sehingga kurang memberikan perhatian pada desain pembelajaran yang menarik dan interaktif. Akibatnya, siswa merasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran PKn.

Guru merupakan aktor kunci dalam revitalisasi minat siswa terhadap PKn. Sebagai pendidik, fasilitator, dan inovator, guru tidak hanya bertanggung jawab menyampaikan materi, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang relevan dan memikat. Sayangnya, banyak guru masih terbatas pada metode pengajaran tradisional yang kurang memanfaatkan teknologi atau pendekatan berbasis pengalaman. Untuk membangkitkan antusiasme siswa, guru perlu mengaitkan materi PKn dengan situasi aktual yang dekat dengan kehidupan siswa. Misalnya, diskusi tentang nilai-nilai Pancasila dapat diintegrasikan dengan isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat, seperti pentingnya toleransi dalam keberagaman. Dengan cara ini, siswa dapat merasakan relevansi langsung antara materi yang dipelajari dengan tantangan yang mereka hadapi sehari-hari.

Pembelajaran PKn dapat dirancang lebih dinamis dan menarik melalui inovasi metode pengajaran. Salah satu pendekatan yang efektif adalah simulasi dan role-playing, di mana siswa dapat berperan sebagai anggota masyarakat dalam berbagai skenario, seperti musyawarah desa atau simulasi sidang parlemen. Pendekatan ini tidak hanya membuat pembelajaran lebih hidup, tetapi juga memberikan pengalaman nyata kepada siswa dalam memahami konsep abstrak. Penggunaan teknologi juga menjadi elemen penting dalam modernisasi pembelajaran PKn. Media digital seperti video interaktif, aplikasi pembelajaran, atau diskusi melalui platform daring dapat memberikan variasi dan meningkatkan keterlibatan siswa. Selain itu, studi lapangan ke tempat-tempat yang relevan, seperti museum sejarah atau lembaga pemerintahan, dapat memberikan dimensi praktis yang memperkaya pemahaman siswa. Tidak kalah penting, pembelajaran PKn harus menjadi wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika. Guru dapat menyisipkan nilai-nilai seperti sopan santun, gotong royong, dan rasa hormat melalui cerita inspiratif atau aktivitas kelompok. Kombinasi pendekatan ini tidak hanya meningkatkan daya tarik pembelajaran, tetapi juga memperkuat keterhubungan antara materi PKn dengan pembentukan karakter siswa.

Kesimpulan

Minimnya antusiasme siswa terhadap pembelajaran PKn tidak hanya merupakan persoalan teknis, tetapi juga mencerminkan tantangan dalam menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan generasi muda. Dengan menerapkan pendekatan yang lebih inovatif, interaktif, dan relevan, pembelajaran PKn dapat menjadi lebih menarik dan bermakna. Guru, sebagai penggerak utama dalam proses ini, perlu mengurangi dominasi teori dengan memberikan pengalaman belajar yang kontekstual dan inspiratif. Melalui transformasi ini, diharapkan siswa tidak hanya memahami, tetapi juga menghayati nilai-nilai kebangsaan yang menjadi inti dari Pendidikan Kewarganegaraan.

Daftar Pustaka

Bellanisa, M. M. (2015). Minat siswa terhadap pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada siswa kelas v min di tangerang selatan.

Nur’Aini, H. (2016). PERAN GURU DALAM MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS IV DI SD N MEJING 2 AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN TAHUN AJARAN 2015/2016. Prodi. PGSD, FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun