Mohon tunggu...
Indah Gayatri
Indah Gayatri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Rayakan Perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mari Kita Dukung Gerakan Jaga Suara

18 November 2024   20:44 Diperbarui: 18 November 2024   20:46 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Relawan Jaga Suara dan Kawan 98

Para pegiat warga untuk menjaga suara ini, mesti bersikap optimis pada perjuangannya mengingat perkembangan tingkat nasional yang tidak menguntungkan. Ini terjadi di awal dan selama proses Pilkada.

Padahal, kalau ditinjau dari peraturan hukum, setidaknya ada tiga keputusan penting yang seharusnya bisa menjamin Pilkada 2024 menjadi lebih baik. Pertama, tentu saja, putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 Mahkamah Konstitusi yang mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.

Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat. Sehingga Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu di daerah bersangkutan mulai dari 6,5 hingga 10 persen.

Kedua, masih dari MK yakni penegasan bahwa para  pejabat daerah dan anggota TNI/Polri bisa dipidana jika melanggar prinsip netralitas pada Pilkada yang termuat dalam putusan perkara nomor 136/PUU-XII/2024. Prinsip yang dilanggar bisa berupa membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada, bisa dijatuhi pidana penjara dan/atau denda.

Ketiga adalah langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang resmi melarang para kepala daerah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) sampai Pilkada 2024 selesai. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto memastikan surat larangan penyaluran bansos tersebut telah diteken pada Rabu (13/11) lalu.

Ketiganya bisa kita anggap pilar untuk menciptakan Pilkada 2024 menjadi lebih berkualitas karena merupakan bekal penting. Gerakan warga menjaga suara mendapat payung hukum penting.

Gotong Royong Jaga Suara

Tentu saja, warga tak bisa langsung melaksanakan keputusan tingkat tinggi di atas. Apa yang bisa mereka kerjakan adalah menjaga lingkungan mereka agar tercipta iklim Pilkada yang bersih. Tak kalah penting, mereka harus berjaga supaya tidak terjadi berbagai bentuk kecurangan, intimidasi dan tindakan lain yang membatasi penggunaan hak secara bebas.

Mengingat persoalan Pilkada ini begitu kompleks, maka sebuah langkah pengorganisasian menjadi hal paling awal yang harus dilakukan. Di seluruh kota Provinsi Jawa Tengah Relawan Khusus (Rensus) Jaga Suara sudah terbentuk. Mereka secara intensif menjalankan program kegiatannya.

Hal serupa kini berlangsung juga di wilayah Jakarta. Kelompok Relawan Kawan 98 bekerja sama dengan Relawan Jaga Suara mendirikan Posko Jaga Suara di sejumlah tempat. Mereka  mengundang siapa saja untuk bergabung untuk meyakinkan bahwa Pilgub Jakarta adalah momen penting yang mesti dilalui warga agar bisa menemukan pemimpin terbaik.

Pada dasarnya Jaga Suara adalah kegiatan gotong royong. Warga mengorganisir diri dalam kelompok dan menjalankan program pengawasan. Bila menemukan pelanggaran akan melaporkan beserta buktinya kepada petugas Bawaslu dan tim hukum kelompok  relawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun