Mohon tunggu...
Indah Fajar Rosalina
Indah Fajar Rosalina Mohon Tunggu... -

mahasiswi biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dialog Papua, Agenda Mendesak Bangsa

6 Oktober 2012   13:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:10 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13495304751185213410

Papua kembali bergejolak, banyak pihak yang memberi masukan bahwa harus segera dilakukan “dialog” yang manusiawi dan beradab antara pemerintah pusat dan rakyat Papua.

Lima puluh tahun lalu Papua lepas dari kekuasaan Belanda, kemudian dalam proses cukup lama yang berakhir dengan suatu “jajak pendapat” masuk kembali ke dalam Republik Indonesia. Akan tetapi sampai sekarang tanah Papua tetap tidak tenang, kontroversi permasalahan di Papua ibarat api dalam sekam. Permasalahan-permasalahan tersebut, serta pemecahan yang positif melalui kata “dialog” tertuang dalam buku Neles Kebadabi Tebay “Angkat Pena demi Dialog Papua”

Buku Neles, berisikan opini-opininya selama menjadi wartawan The Jakarta Post dan juga opini dari berbagai tokoh yang simpati terhadap permasalahan Papua. Buku ini menjadi diskusi menarik yang dilaksanakan pada (21/06) di Teatrikal Dakwah UIN Jogja. Bersama 4 panelis ternama, Syafii Maarif (Mantan ketua umum Muhammadiyah), PM Laksono (Budayawan dan Antropolog), Adriana Elizabeth (Aktivis Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga Imam Azis (Ketua NU kota Yogyakarta), acara bedah buku dan diskusi tersebut mendapat simpatisan yang luar biasa dari public.

Dalam diskusi tersebut, Buya, begitu panggilan akrab Syafii mengatakan, permasalahan di Papua yang sampai saat ini tidak terselesaikan adalah masalah ketidakadilan terhadap kehidupan masyarakat Papua, dalam hal pemerataan pembangunan, ekonomi, hak asasi dan perlindungan hukum. Laksono, selaku Antropolog menjelaskan bahwa saat ini rakyat Papua dianggap separatis oleh pemerintah. Ia juga menambahkan bahwa permasalahan Papua ini bukan hanya tugas pemerintah, namun juga tugas bagi kita. “Marilah kita hadir disana, sama-sama sebagai rakyat yang mendambakan kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa atribut-atribut struktural apapun untuk melupakan masa lalu,” ujar Laksono.

Hal senada juga diungkapkan oleh Elizabeth, bahwa permasalahan  Papua dapat diklasifikasikan melalui empat masalah utama. “Yang pertama masalah marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang asli Papua, yang kedua masalah pelanggaran HAM yang sampai saat ini tidak diselesaikan secara adil, yang ketiga masalah sejarah dan status politik Papua dan yang terakhir adalah kegagalan pembangunan berkaitan dengan UU Otsus (Otonomi Khusus) Papua,” terang Elizabeth.

Permasalahan-permasalahan ini dapat diselesaikan dengan cara dialog antara pemerintah pusat dengan masyarakat Papua. Dialog digunakan sebagai media atau forum, yang disediakan untuk memulai kebuntuan komunikasi politik antara Jakarta dan Papua. Komunikasi yang intens dalam rangka mengatasi ketegangan, saling curiga dan saling tidak percaya antara Jakarta dan Papua.

Saran konkrit dari Elizabeth adalah pemerintah harus membentuk Tim Dialog, UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) juga memiliki kapasitas untuk mengadakan dialog dan komunikasi konstruktif. “Selain fisik, pemerintah juga harus melakukan pendekatan dialogis guna perdamaian di tanah Papua” tuturnya.

Diskusi ini juga dihadiri Sri Sultan Hamengkubowono X, dalam keynote speechnya ia berkata bahwa syarat dialog harus meliputi kesetaraan, keterbukaan, saling menghargai, dialog harus menyelesaikan akar persoalan kekerasan di Papua mencakup pembebasan tahanan politik dan narapidana, dialog juga harus dipersiapkan oleh semua pihak berkaitan dengan format dialog, dan harus berdasarkan keputusan politik pemerintah Indonesia yang resmi. “Saya selaku wakil masyarakat Jogja, Siap menjadikan Jogja sebagai fasilitas perdamaian antara Jakarta-Papua.” tambah Sultan.(IFR)

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun