Meski jumlah pengunjung yang datang pasca pandemi ini belum seutuhnya kembali seperti sebelum pandemi, dimana biasanya pengunjung dalam satu harinya bisa mencapai sekitar 5000 orang kini hanya baru 3000 orang saja perhari.Â
Tapi dengan jumlah itu bisa dikatakan keadaan Tebing Breksi saat ini sudah sangat membaik di bandingkan dengan masa pandemi yang pernah tidak didatangi satu pengunjung sekalipun.
"Bisa dikatakan jauh lebih membaik si mba, pasca pandemi ini paling banyak kita menerima pengunjung sampai angka 3000an meskipun jumlah ini jauh lebih sedikit ya di bandingkan dengan sebelum pandemi yang bisa sampai 5000 pengunjung setiap harinya", kata Pak Halim.
Menurut pak Halim, sebelum pandemi kemarin sebenarnya akan ada pembangunan beberapa fasilitas seperti pembangunan kolam besar untuk bebek gowes, dan teras kaca di Tebing Breksi. Namun karena adanya pandemic, seluruh investor memberhentikan penyaluran dana dan tidak berlanjut sampai sekarang.
Dahulu kala tanah di Desa Sambirejo termasuk ke dalam tanah kesultanan (Sultanaat Grond) seluas 27 hektar, 6 hektarnya adalah kawasan Tebing Breksi yang diberikan kepada kelurahan di Desa Sambirejo.
Namun karena kawasan ini berisi bebatuan dan tidak bisa ditanami tumbuhan, maka kawasan Tebing ini dikontrakkan kepada para penambang setempat dan hasil dari kontrakan itu masuk ke dalam kas desa.
Tadinya Tebing Breksi sangat luas namun karena dilakukan penambangan sejak tahun 1970an maka tinggal tersisa seperti sekarang.Â
Penambangan di Tebing Breksi ini berakhir di tahun 2014 berdasarkan dari Badan Geologi Nasional yang melakukan penelitian dengan mahasiswa pertambangan dari UGM, UPN dan IPB.Â
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kawasan Tebing Breksi dan sekitarnya merupakan kawasan Georitis warisan sejarah geologi, karena batuan di Tebing Breksi ini sebenarnya adalah hasil endapan dari abu vulkanik gunung Merapi Purba yang ada di daerah Klaten.
Menurut cerita yang disampaikan oleh Pak Halim wilayah Tebing Breksi 5 jutaan tahun yang lalu merupakan laut namun, karena adanya letusan gunung dan proses Geologi akhirnya terjadi penaikan tanah sehingga airnya tertutup dan menjadi bukit. Keadaan setelahnya, pada kedalaman 500-700meter kebawah wilayah Tebing Breksi ini tidak tembus air.
Setelah adanya rekomendasi dari Badan Geologi Nasional inilah penambangan di Tebing Breksi di tutup pada tahun 2014. Selanjutnya pada tahun 2015 tepatnya pada tanggal 30 Mei Tebing Breksi ditetapkan secara resmi sebagai objek wisata. Penetapan ini di sahkan secara hukum pada SK No. 2 bulan Desember 2017.