Lebaran Idul Fitri 1445 H memang baru saja berlalu namun nuansa dan rasa senang belum hilang dari orang-orang yang merayakannya. Setelah menjalani ibadah puasa selama satu bulan, layaklah bagi umat Islam untuk memaknai hari nan suci ini dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan berkunjung ke rumah keluarga, kerabat serta handai taulan dan saling maaf memaafkan.
Setelah melaksanakan shalat Ied biasanya kita berkumpul dengan keluarga, saling bersilahturahmi dan memohon maaf atas segala salah dan khilaf agar kita kembali pada fitrah suci. Hal ini dilakukan sejak dulu dan sudah menjadi tradisi. Setelah menghabiskan waktu di rumah, banyak orang yang sudah tak sabar untuk mengunjungi keluarga dan kerabat di tempat lain.
Jika keluarga tinggal berjauhan tentu saja kita memerlukan kendaraan untuk mengunjunginya. Mobil dan motor adalah dua jenis kendaraan yang biasanya digunakan masyarakat kita. Bagi yang tidak memiliki kendaraan roda empat alias mobil, maka sepeda motorlah yang menjadi pilihan untuk beranjangsana. Selain murah juga lebih cepat sampai dibandingkan laju mobil di tengah keramaian arus lalu lintas.
Setiap tahun dan di setiap momen lebaran, saya selalu melihat nuansa yang benar-benar akan selalu dirindukan. Selain tradisi mudik juga tradisi anjangsana atau silahturahmi. Benar-benar waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua orang, tua dan muda. Mengenakan baju baru atau baju lama dan tentu saja dengan penampilan terbaik pada hari itu.
Pada hari lebaran pertama saya juga tak mau ketinggalan melakukan tradisi silahturahmi ini. Setelah mematut-matut diri agar penampilan rapi, saya akhirnya memutuskan untuk mengenakan hijab sederhana. Meski sempat diprotes oleh saudara ipar, saya utarakan sebab saya memakan hijab yang sederhana. "Kan nanti harus pakai helm, kalau hijabnya model seperti itu, susah pakai helmnya," ujar saya. Celetukan saudara ipar saya sempat membuat saya heran, "Ah ini kan hari lebaran, naik motor nggak pakai helm juga tidak apa-apa.."
Akhirnya dengan menggunakan sepeda motor saya dan anggota keluarga lainnya serta para tetangga mengatur janji untuk pergi bersama. Istilah yang kami pakai adalah rombongan lebaran. Tak lupa saya juga mengingatkan anak-anak dan suami saya untuk mengenakan helm.
Ternyata apa yang saya lihat di tengah jalan, kembali membuat saya heran dan khawatir. Banyak pengendara motor lain yang juga tidak mengenakan helm. Kali ini jumlahnya malah lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari biasa. Mereka yang merayakan lebaran dengan bersilahturahmi atau juga menghabiskan waktu mengunjungi tempat-tempat wisata bersama keluarga dengan mengendarai motor. Rata-rata tidak mengenakan helm dan biasanya kalimat "Ini kan lebaran, bebas nggak ada polisi, boleh kok nggak pakai helm" muncul dengan sendirinya.
Tidak hanya kaum perempuan yang punya alasan tidak pakai helm karena takut hijabnya rusak, kaum laki-laki juga demikian. Tak pakai helm karena sudah pakai peci atau penutup kepala lainnya. Yang lebih miris, jika mereka membonceng anak-anak, juga tidak dilengkapi dengan helm.
Tidak hanya pada saat lebaran saja, di hari-hari besar atau hari libur lainnya banyak masyarakat yang mengesahkan dengan sendirinya bahwa naik motor pada hari itu boleh tidak pakai helm. Selain menurut mereka tidak akan ada petugas kepolisian yang akan menilang, hal itu juga dikarenakan oleh kerepotan saat harus membawa dan mengenakan helm.
Wah, betul-betul pemahaman masyarakat mengenai keselamatan berkendara patut dipertanyakan. Mengapa justru ada anggapan bahwa memakai helm akan merepotkan. Bukankah helm fungsinya adalah untuk melindungi kepala dari benturan? Bukan hanya itu, helm juga berfungsi untuk melindungi kepala dari sengatan sinar matahari, melindungi muka dari terpaan debu, pasir atau benda lain yang barangkali datang menghampiri wajah kita saat berkendara?
Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) pasal 106 ayat 8 yang berbunyi, " Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia"
Undang-undang  ini sudah seharusnya memperkuat pola pikir masyarakat mengenai keamanan berkendara. Masih banyak stigma yang beredar di tengah pola pikir yang menganggap bahwa keharusan mengenakan helm dikarenakan untuk bisa lolos dari hal bukti pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang berwajib dalam hal ini adalah polisi lalu lintas.
Hal yang terjadi mengenai kebebasan berkendara (kendaraan roda dua) Â tanpa mengenakan helm ini juga sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua terutama pihak kepolisian yang notabene tugasnya adalah melindungi dan mengayomi masyarakat. Ada baiknya petugas kepolisian diturunkan pada hari-hari tertentu seperti lebaran, hari libur dan hari besar lainnya. Tentunya dengan pembagian jadwal yang disusun sedemikian rupa sehingga petugas kepolisian juga dapat merayakan lebaran bersama keluarga.
Memberikan edukasi kepada masyarakat auh-jauh hari sebelum lebaran tiba bahwa penggunaan helm adalah demi keselamatan pengendara dan penumpang sepeda motor, bukan keuntungan bagi petugas kepolisian yang menilang pelanggarnya.
Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan yang justru merusak suasana lebaran menjadi hari yang tidak menyenangkan bagi kita semua. Memakai helm justru tidak merepotkan, bagi kaum perempuan yang berhijab, pasti ada trik dan  cara jitu untuk tampil modis dan islami dengan hijab tanpa takut rusak karena helm. Hayo, pilih selamat atau tampil cantik pada saat naik motor?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H