Banyaknya jenis jajanan baru yang sedang viral sekarang ini, menjadikan makanan yang menjadi ciri khas bangsa sendiri mulai sulit untuk ditemui. Bahkan beberapa jenis makanan lokal sudah mulai hilang karena kurangnya peminat hingga tidak ada yang bisa membuat atau mewarisi cara pengolahannya. Anak-anak sebagai generasi penerus perlu dikenalkan pula dengan makanan-makanan lokal yang menjadi ciri khas, adat istiadat dari bangsa sendiri yaitu bangsa Indonesia. Jika anak-anak mulai mengenal makanan lokal itu, maka akan menumbuhkan rasa ingin tahu untuk mencicipi hingga membuatnya. Semakin banyak anak yang ingin tahu, maka minat terhadap makanan lokal tersebut juga akan meningkat. Dari situ kita sudah melestarikan makanan lokal dan juga meningkatkan pendapatan UMKM dalam bidang makanan.
Etnofood adalah salah satu bidang kajian etnosains yang mempelajari tentang makanan khas dari suatu bangsa. Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman. Mulai dari ragam bahasa, ragam budaya, ragam makanan, ragam sumber daya alamnya, dan sebagainya. Keberagaman inilah yang menjadikan Indonesia berbeda dengan yang lainnya. Sangat disayangkan jika kekayaan keberagaman Indonesia tidak dituangkan pula dalam kurikulum pendidikan. Mengapa kurikulum? Karena kurikulum berperan sebagai panduan atau pedoman ke arah mana pendidikan akan digerakkan. Dengan mengintegrasikan kearifan lokal dalam kurikulum, maka kearifan lokal akan tetap lestari dan terdokumentasikan dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka NKRI dengan salah satunya memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan. Kurikulum berbasis kearifan lokal (etnosains) dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan juga menguatkan profil pelajar pancasila berkebhinekaan global pada diri anak sejak dini.
Sebagai contoh yang saya lakukan beberapa waktu lalu, saya memasukkan konten makanan lokal sup fosil ke dalam mata pelajaran IPA di SMP/ MTs. Dalam konten tersebut tidak hanya menceritakan perihal zat aditif yang terkandung dalam sup fosil, tetapi juga menceritakan kisah perihal sup fosil. Mengapa diberi nama sup fosil? Ada sejarah dan budaya dalam nama sup tersebut. Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar textbook terkait zat aditif, tetapi juga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sekaligus melestarikan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H