Perancangan Interaksi, dalam segala kerumitannya, adalah sebuah seni memahami hubungan antara manusia dan mesin---satu bidang yang berurusan bukan hanya dengan tombol dan menu, tapi juga dengan emosi, perilaku, dan, yang paling penting, pengalaman. Seperti arsitek yang dengan telaten menyusun batu bata, seorang desainer interaksi menyusun setiap elemen antarmuka, dari warna hingga tata letak, dari teks hingga ikon, dengan satu tujuan besar: menciptakan sesuatu yang tidak hanya berguna, tetapi juga menggugah.
Dikutip dari Telkom University, mata kuliah ini mengajak mahasiswa masuk ke dalam lab-lab pemikiran yang tak terhingga. Mereka mempelajari konsep seperti User-Centered Design, yaitu seni merancang dengan pengguna sebagai bintang utamanya. Mereka meneliti bagaimana keinginan dan kebutuhan manusia bisa dikemas ke dalam layar sentuh atau klik sederhana. Tidak hanya berhenti di situ, konsep usability juga diperkenalkan---sebuah elemen yang menguji sejauh mana rancangan antarmuka dapat diakses dan dipahami tanpa kendala. Seakan berbicara dalam bahasa yang ramah, antarmuka yang dirancang dengan prinsip ini membantu pengguna tanpa perlu bertanya-tanya.
Lalu ada aksesibilitas, sebuah prinsip yang mengajarkan bahwa antarmuka digital seharusnya tidak memiliki sekat. Mahasiswa belajar merancang agar setiap klik dan setiap layar dapat dirasakan oleh semua, tanpa terkecuali---termasuk mereka yang mungkin memiliki keterbatasan fisik atau sensorik.
Di balik layar, ada proses panjang dan penuh ketelitian: riset pengguna, pembuatan persona, prototyping, dan pengujian usability. Mahasiswa disuguhkan perjalanan ini bagaikan membaca sebuah novel. Mereka memulai dengan mengamati kehidupan para calon pengguna, memahami cerita, masalah, dan tujuan yang hendak dicapai. Mereka membuat sketsa pertama dari antarmuka, serupa lukisan awal yang menggambarkan apa yang akan menjadi pengalaman penuh. Setelahnya, mereka menguji, mendengar saran, memperbaiki, dan mengulang---proses ini tiada habisnya, hingga akhirnya terciptalah antarmuka yang sempurna.
Mahasiswa yang menempuh jalan ini membawa bekal tidak hanya pengetahuan teknis, tetapi juga pemahaman tentang psikologi manusia, empati, dan seni memecahkan masalah. Dengan bekal ini, dunia industri menyambut mereka sebagai UX/UI Designer, Product Designer, atau bahkan HCI Specialist---peran-peran yang di era digital ini menjadi jantung dari berbagai perusahaan teknologi, e-commerce, hingga perangkat IoT.
Mengikuti jejak ini bukanlah sekadar belajar kode atau menggambar sketsa. Ia adalah upaya memahami manusia, berbicara dalam bahasa antarmuka yang tak bersuara, dan menghadirkan keajaiban dalam layar kecil di tangan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H