Kamu pernah datang membawa harapan. Bilang dengan serius kepada aku bahwa kamu sungguh-sugguh. Membuat aku tenggelam pada pesonamu, merapat hingga ke senja dan tak mengira bahwa kamu sebenarnya sedang merancang luka. Â Kamu menyerang begitu saja, tanpa praduga dan tanpa aba-aba. Tiba-tiba meluka begitu saja, tanpa pernah mengajariku cara untuk selamat dari rasa sakit yang berhasil tumbuhkan trauma.
Memang lara. Kehadiranya menghujam sayatan demi sayatan kenang yang perih. Membuat aku sulit mangkir dari rasa takut kalau aku akan baik-baik saja dengan pertemuan hati yang selajutnya. Â Ada begitu banyak cara melupakan luka, maka dari itu aku menulismu dan mengenangmu menjadi cerita. Bukan untuk menjadikan kamu sebagai prasasti tapi untuk kembali mengingat bahwa "aku pernah terluka begitu dalam, menamparku dan megajariku soal- menyelamatkan hati."
Aku pikir bukan  cuma hati aku yang perlu diselamatkan. Di luar sana masih ada banyak hati yang mati. Mengubur diri dalam pusara luka pada waktu yang lama. Ini saatnya kita mencari jalan keluar. Kembali hidup degan mencari tempat berlindug paling aman atau pulang sendirian. Apapun pilihannya, mari selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H