Sedangkan sumber daya alam Indonesia yang berbasis logam yang tak kalah kaya sumber daya alamnya, hilirisasi mulai difokuskan di empat kelompok yaitu besi baja, aluminum, nikel dan tembaga.
Hasil Nyata dari Hilirisasi Industri
Kawasan-kawasan industri di Indonesia sudah bergerak menerapkan hilirisasi industri. Misalnya industri sawit yang tak hanya menyumbang komoditas ekspor unggulan Indonesia namun juga pemain besar industri sawit dunia. Di 2011, produk turunan industri sawit dari hulu ke hilir masih 54 jenis dan pada tahun 2021 meningkat jadi 168 jenis.
Selain itu per Agustus 2021, produk hilir kini sudah mendominasi 90,73% di industri sawit. Sedangkan volume ekspor bahan mentah hanya 9,27% saja.
Dan berkat penambahan nilai di produk CPO, pendapatan devisa negara dari industri sawit diketahui mencapai Rp13,9 triliun.
Hilirisasi tak hanya bahwa dampak positif di industri sawit namun juga industri smelter berbasis logam. Diketahui hingga kini, industri besi baja masih mendominasi dengan kapasitas smelter mencapai 19 juta ton, disusul oleh nikel 12,3 juta ton dan tembaga 3.2 juta ton serta aluminium 6 juta ton.
Dan diketahui dengan adanya larangan ekspor bijih nikel mentah berdampak ke harga produk nikel dalam negeri di dunia yang meningkat. Diketahui nilai ekspor produk nikel Indonesia pada bulan Oktober 2021 sudah mencapai US$16,5 miliar atau Rp234 triliun dan diperkirakan di akhir tahun 2021 bisa menjadi US$20 miliar atau Rp284 triliun.Â
Ditambah, pada kuartal II-2021, total nilai investasi di industri smelter logam keseluruhan mencapai Rp731,5 triliun.
Pasalnya, diketahui bila hanya nickel ore yang dijual hanya dihargai US$40 - 60 atau Rp573.520. Tetapi bila sudah menjadi produk turunan seperti stainless steel bisa dibanderol diatas US$2000 atau Rp28 juta.
Dan kawasan industri di Sulawesi Tengah terbukti sudah mampu menembus ekspor dengan nilai US$4 miliar atau Rp57 triliun dalam produk hilir nikel berupa hot rolled coil and cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.
Ke depannya, Presiden RI menginginkan tak hanya nikel saja yang berhenti diekspor bahan mentahnya, namun juga bauksit, tembaga, batu bara, timah, emas bahkan produk CPO. Â Semua dilakukan demi mengincar pendapatan yang lebih lagi dari produk setengah jadi atau barang jadi.