Jika sebelumnya perusahaan otomotif ternama Tesla Inc. memilih India sebagai destinasi untuk membuat pabrik mobil listrik atau electric vehicle (EV),  dilaporkan dari Reuters tepatnya pada hari Kamis, 4 Maret 2021 lalu perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk tersebut setuju untuk bermitra dengan tambang nikel di Kaledonia Baru. Bentuk kerja sama tersebut sebagai upaya Tesla dalam mengamankan sumber daya nikel dengan jumlah yang lebih banyak.
Indonesia menjadi produsen nikel terbesar kedua di dunia, sedangkan Kaledonia Baru menduduki peringkat keempat. Perlu diketahui bahwa selain Indonesia dan Kaledonia Baru, beberapa negara lain yang menjadi produsen dari kunci bahan baku pembuat baterai kendaraan listrik yaitu ada di Kanada dan Rusia.
Tentunya untuk mendapatkan nikel Kaledonia Baru, Tesla telah membuat perjanjian dengan pemerintah di negara tersebut. Mereka turut membantu dengan produk dan standar keberlanjutan dan membeli nikel untuk produksi baterai.
Lewat cuitan di akun Twitter sang CEO Tesla pada 25 Februari lalu, dirinya menuliskan bahwa perhatian utama perusahaan tersebut adalah untuk meningkatkan produksi sel lithium-ion. Sebelumnya, di bulan Juli Elon Musk juga mengungkapkan bahwa nikel menjadi tantangan terbesar untuk baterai jarak jauh volume tinggi.
Permintaan nikel terus meningkat, hal tersebut dikarenakan adanya produksi kendaraan listrik saat ini mengalami percepatan. Adanya percepatan produksi tersebut mengakibatkan pasokan menjadi rendah.
Elon Musk mengakui produksi nikel di Indonesia, Kanada, dan Australia berjalan dengan baik. Sementara di Amerika Serikat justru berat sebelah. Mengapa demikian?
Tesla dikabarkan akan menjadi penasihat industri di tambang Goro, Pulau Pasifik. Dimana tambang tersebut dipegang oleh Vale (Brazil) dan merupakan wilayah luar negara Prancis. Di Amerika Serikat mengalami kerusuhan sejak Vale dan negara Prancis memutuskan untuk menjual tambang nikel ke pedagang komoditas Swiss Trafigura pada awal Desember.
Berbagai protes dari kelompok pro-kemerdekaan pun terjadi. Mereka memaksa Vale untuk menutup situs di bulan Desember. Dilansir dari Routers, perjanjian tersebut berisi 51 persen saham dalam operasi Vale dapat dipegang oleh otoritas provinsi Kaledonia Baru dan kepentingan lokal, sedangkan Trafigura memiliki 19 persen saham kurang dari 25 persen yang telah direncanakan dalam perjanjian penjualan awal bersama Vale.
Pihak Vale menjelaskan bahwa tugasnya kini menyelesaikan setiap dan semua item yang belum terselesaikan untuk memungkinkan transaksi secara resmi diselesaikan. Dalam hal ini, Tesla disebutkan tidak memiliki saham namun perannya hanya sebagai mitra yang bertugas mengamankan rantai pasokan baterai listrik saat meningkatkan produksi.
Tesla memang tidak memilih Indonesia. Namun bukan berarti mimpi kita untuk menjadi pemain di era kendaraan listrik sirna, sudah ada beberapa perusahaan asal Jerman yang kini sedang dilirik oleh pemerintah antara lain Volkswagen dan Badische Anilin-und Soda-Fabrik (BASF).
Semoga saja, nasib baik kali ini akan berpihak kepada Indonesia. Bukankah, begitu?