Salinan resep atau yang biasa disebut dengan copy resep adalah salinan resep yang dibuat oleh Apoteker berdasarkan resep asli yang ditulis oleh dokter. Salinan resep seperti yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2021 Tentang Pelayanan Kefarmasian di Klinik (selanjutnya disebut dengan Permenkes Pelayanan Kefarmasian di Klinik) menyebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) bahwa pasien memiliki hak untuk meminta salinan resep. Salinan resep yang dikeluarkan oleh apoteker kepada dokter penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, tenaga kesehatan atau petugas yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (3).
Salinan resep juga dapat dikeluarkan apabila dalam resep asli tertulis pengulangan resep yang dapat diberikan kepada pasien oleh dokter. Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagai sarana yang dapat menerbitkan salinan resep ini, sejatinya harus melakukan investigasi dan konfirmasi terkait kewajaran dalam pemberian pengulangan resep yang diberikan oleh dokter. Kewajaran yang dimaksud disini adalah bagaimana suatu pengulangan resep ini akan memengaruhi fungsi organ tubuh terhadap penggunaan suatu obat dalam tubuh pasien. Hal ini menjadi penting mengingat adanya penggunaan obat keras yang menjadi salah satu rangkaian pengobatan yang diberikan oleh dokter terhadap pasien.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pekerjaan kefarmasian serta pelayanan kefarmasian di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan, belum menjelaskan batasan wajar dari pemberian pengulangan resep pada salinan resep. Sehingga menimbulkan kerancuan bagi tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian dalam melakukan pelayanan kefarmasian. Bahkan, tak jarang juga menimbulkan perselisihan antara pasien dengan tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian dalam melakukan investigasi pengulangan resep pada salinan resep. Dalam beberapa kasus yang terjadi, ketidakwajaran yang timbul juga diakibatkan dari beberapa oknum pasien yang tidak baik dan memanipulasi pengulangan resep pada salinan resep. Dan beberapa kasus juga terjadi karena adanya pemberian pengulangan resep yang diberikan oleh dokter penulis resep tersebut.
Sebagai tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian wajib melakukan investigasi dan memastikan kewajaran dari pemberian pengulangan resep dari dokter penulis resep. Bila menimbulkan rasa tidak wajar dari pengulangan resep yang tertera, dapat langsung mengkonfirmasi kepada dokter penulis resep. Hal ini wajib dilakukan sebagai bentuk perlindungan bagi pasien dari penggunaan obat yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi. Penyebab suatu penyakit dapat berbeda, meskipun memiliki gejala dan penampakan yang mirip sehingga pemberian pengobatan dan tindakan yang dilakukan bisa berbeda.
Pasal 9 ayat (1) Permenkes Pelayanan Kefarmasian di Klinik menunjukkan adanya kekaburan norma, sebagaimana bunyi pasal tersebut “Pasien berhak meminta salinan Resep”. Kekaburan norma yang ada dapat menimbulkan kerancuan pada saat melakukan pelayanan kesehatan baik pada tenaga medis maupun tenaga kesehatan kefarmasian. Menimbulkan prespektif bahwa seorang pasien dapat meminta suatu resep dapat diulang atau dapat ditebus kembali tanpa perlu melakukan konsultasi kembali dengan tujuan memastikan diagnosa sehingga dapat menetapkan metode pengobatan yang benar dan sesuai.
Adanya kemungkinan munculnya kejadian akibat salah prespektif, maka diperlukan ketegasan dari tenaga medis dalam hal ini dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan dan mengedukasi pasien perlunya konsultasi sesuai dengan gejala dan penampakan yang dirasa atau yang muncul. Selain itu, adanya kesadaran diri pada pasien juga sangat diperlukan guna menunjang terwujudnya pengobatan yang baik dan sesuai. Sebagai tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian, tidak hanya wajib melakukan investigasi dari pengulangan resep pada salinan resep melainkan juga perlu mengedukasi pasien terkait penebusan salinan resep sesuai dengan kondisi pasien saat itu.
Pemerintah perlu memastikan adanya kepastian hukum melalui peraturan perundang-undangan guna mengatur kewajaran pemberian pengulangan resep pada salinan resep, sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pasien, tenaga medis (dalam hal ini dokter) dan tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian. Beberapa organisasi profesi juga memiliki peranan penting dalam mendukung pemberian pengulangan resep dalam salinan resep yang baik dan sesuai dengan kondisi pasien. Memberikan pendampingan dan seminar kepada dokter terkait pentingnya pemberian pengulangan resep kepada pasien dengan kondisi dan situasi yang wajar serta sesuai. Bagi organisasi profesi bagi tenaga kesehatan pelayanan kefarmasian, juga dapat melakukan pendampingan guna terwujudnya pengobatan dan terapi yang sesuai dengan kondisi pasien saat itu.
Kekaburan norma pada Pasal 9 ayat (1), dapat menimbulkan multi prespektif baik bagi tenaga kesehatan maupun pasien itu sendiri. Pasien dapat menganggap bahwa resep yang diberikan dapat dengan mudah dimintakan pengulangan salinan resep, bila mereka meminta kepada dokter. Namun, setiap gejala atau kondisi yang dirasakan mungkin bisa sama akan tetapi bukan berarti itu adalah kondisi suatu penyakit yang sama. Kebanyakan pasien menganggap apabila gejala yang dirasakan sama dengan kondisi sebelumnya, mereka dapat melakukan pengulangan resep itu sendiri tanpa perlu konsultasi ulang dokter. Dengan alasan sudah cocok dengan obat tersebut, membuat pasien merasa mereka dapat menebus obat tersebut kembali dengan mudah.
Tenaga kefarmasian memberikan salinan resep dapat dilakukan bila pasien meminta, sebagai bentuk tranparansi terhadap obat yang diberikan dan meningkatkan kepercayaan kepada pasien bahwa obat yang diberikan sudah sesuai dengan diresepkan oleh dokter. Pemberian salinan resep juga dapat diberikan oleh tenaga kefarmasian saat pasien meminta kwitansi pembayaran, sebagai salah satu dokumen pendukung dan validitas atas pengobatan yang dilakukan oleh pasien. Sehingga dengan tujuan ini, permintaan salinan resep oleh pasien sendiri tidak dapat dilakukan penebusan kembali tanpa pengulangan resep yang jelas dari dokter penulis resep.
Pasien yang meminta salinan resep wajib dan harus mematuhi pengulangan resep yang diberikan oleh dokter. Bila diberikan pengulangan pada salinan resep pasien dapat melakukan penebusan kembali, namun apabila tidak diberikan pengulangan pada salinan resep pasien harus melakukan konsultasi ulang ke dokter. Pengulangan salinan resep tanpa pengawasan dapat mengakibatkan kondisi over used dari pengobatan yang diterima. Menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan bila pengobatan yang digunakan tidak tepat kondisi, tepat dosis dan tepat pasien.
Demi menjaga ketepatan pengobatan dan kesesuaian dengan penyakit, pasien harus mematuhi setiap ketentuan dan arahan yang diberikan. Terwujudnya pengobatan yang baik tidak hanya menuntut dokter dan tenaga kefarmasian saja yang harus memahami bagaimana pengobatan terbaik yang harus diberikan kepada pasien. Perlunya konsultasi ulang, ketepatan diagnosa serta ketepatan pengobatan yang diterima juga harus dipahami oleh setiap pasien, meskipun berdasarkan peraturan perundang-undangan pasien memiliki hak untuk meminta salinan resep.