Mohon tunggu...
INDAH PURWATININGSIH
INDAH PURWATININGSIH Mohon Tunggu... Lainnya - indah

Mahasiswa Fakultas Hukum Unissula

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bijaklah Menggunakan Media Sosial

12 Agustus 2022   21:09 Diperbarui: 12 Agustus 2022   21:19 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang begitu cepat menyebabkan perubahan social, ekonomi, dan budaya menjadi tanpa batas. Perkembangan itu juga berpengaruh pada kejahatan yang menyasar dunia cyber. Seperti halnya yang sempat menarik perhatian adalah mengenai pencemaran nama baik melalui media social. Sejatinya media social digunakan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan segala aktivitas baik dalam hal pekerjaan, hiburan ataupun mengembangkan kreativitas. Atas dasar itulah perlunya suatu urgensi yang mengatur mengenai dunia cyber guna menciptakan suatu perlindungan terhadap penggunanya.

Oemar Seno Adji mendefinisikan pencemaran nama baik sebagai suatu tindakan yang menyerang kehormatan dalam bentuk tertulis, maupun lisan dengan menuduhkan seseorang. Di Indonesia sendiri pencemaran nama baik di atur dalam pasal 310 KUHP yang dikenal dengan sebutan "penghinaan"

Seperti yang dikatakan di atas, perkembangan dalam dunia cyber semakin tak terkendali. Seperti yang telah di ungkapkan oleh Kementrian komunikasi dan Informasi (Komenkominfo) bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring social seperti Facebook, dan Twitter.

Semakin tingginya angka para pengguna jejaring social, tidak menutup kemungkinan kejahatan yang ditimbulkan juga semakin banyak. Hukum yang mengatur mengenai pencemaran nama baik juga merujuk pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya yang terdapat pada Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi "setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dilanjutkan pada pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan ketentuan SARA yang menyebutkan bahwa "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Para pengguna jejaring social media seharusnya berlaku bijak, dalam mengupload sesuatu. Sangat disayangkan apabila dalam perkembangan teknologi yang canggih tidak dimanfaatkan dengan baik dan hanya mengumbar hal-hal yang menimbulkan permasalahan. Seperti halnya kasus yang dialami selebritis cantik asal Indonesia yaitu Medina Zein yang menjadi tersangka atas kasus pencemaran nama baik. Hal itu bermula ketika Medina Zein diduga menjual tas palsu kepada selebgram Marrisya Icha. Atas tindakannya itu Marrisya Icha meminta agar uangnya dapat dikembalikan. Namun Marrisya Icha mengklain dirinya mendapat dugaan pengancaman dan pencemaran nama baik melalui media elektronik. Jalur hukum pun sempat ditempuh untuk berdamai melalui proses restorative justice. Namun hal itu tidak membuat keduanya berdamai. Sebelum akhirnya Medina Zein menjadi tersangka penyidik sudah mengantongi bukti yang cukup. Medina Zein dikenai pasal 310 dan 311 KUHP dan atau Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Menanggapi kasus tersebut, Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.memiliki rumusan delik yang ada dalam ketentuan tersebut agar setiap orang mampu memahami hukum yang dimaksud  yaitu :

  • Setiap orang
  • Dengan sengaja dan tanpa hak
  • Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
  • Memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Dalam ketentuan pasal tersebut juga memuat delik biasa, yang didalamnya terdapat dua pemahaman dari segi esensi delik penghinaan dan dari sisi historis.

Dari segi esensi delik pencemaran nama baik merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga menimbulkan tercemarnya atau rusaknya nama baik atau harga diri seseorang tersebut. Rusak atau tercemarnya nama baik seseorang hakekatnya hanya bisa dinilai oleh orang yang bersangkutan. Sehingga hanya korbanlah yang bisa memproses ke polisi apabila merasa nama baiknya telah tercemar. Hal ini dikarenakan apa yang dirasakan korban belum tentu dirasakan oleh orang lain. Seperti yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009 yang memberikan penjelasan bahwa tindak pidana Pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Secara historis, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai acuan dalam ketentuan penghinaan dan pencemaran nama baik.

Kasus serupa yang dikenakan sanksi pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga dialami oleh youtube Ferdian Paleka pada tahun 2020 yang sempat viral saat itu karena video yang diunggah di kanal youtube miliknya yang mengunggah video sembako berisi sampah. Hingga penyanyi dangdut terkenal Ayu Ting-Ting pada tahun 2021 yang melaporkan wanita diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap dirinya dan keluarganya dengan komentar-komentar di media social.

Menilik pada banyaknya kasus tentang pencemaran nama baik yang telah disampaikan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipdsiber) Bareskrim Polri mengatakan bahwa periode Januari hingga November 2020 telah ada kasus sebanyak 4.656 yang dibagi kedalam 15 jenis kejahatan, dan menempatkan pencemaran nama baik sejumlah 1.743 dan menjadikanya paling banyak diantara jenis kejahatan seperti penipuan, pornografi, akses ilegal, ujaran kebencian, berita bohong/hoax, manipulasi data dan pengancaman.

Fakta yang ada seharusnya menyadarkan kita sebagai pengguna social media untuk lebih berhati-hati dalam mengekspresikan segala sesuatu. Karena pada bukti empiris yang terjadi pencemaran nama baik terus menjadi momok menakutkan. Dampak yang terjadi bukan hanya dirasakan oleh pelaku yang mendapatkan sanksi pidana tetapi juga dirasakan oleh korban yang merasa kehormatannya telah di ganggu karena lalai dan kurang bijaknya seseorang dalam menggunakan social media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun