Pandemi Covid-19 merupakan suatu permasalahan global yang tengah dihadapi oleh semua negara.Virus Covid-19 Â mulai terdeteksi pada awal tahun 2020 di Indonesia, virus ini bermula dari Wuhan di China dan mulai menyebar kebeberapa negara sekitarnya. Hingga saat ini,hampir seluruh negara terjangkit pandemi Covid-19.Di Indonesia sendiri , terhitung pada tanggal 29 Desember 2020 Â terdapat 713 ribu kasus Covid-19 dimana, terdapat 537 ribu kasus dinyatakan sembuh dan 21 ribu kasus meninggal (dikutip dari JHU CSEE Covid-19 data).
Dalam menanggapi pandemi, pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk menekan laju penyebaran virus Covid-19 ini. Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang sering kita sebut PSBB ini, dilakukan untuk membatasi kegiatan masyarakat berkumpul diluar rumah,sekolah, kantor dan lain sebagainya. Dengan demikian, semua kegiatan mulai dari bekerja dan sekolah dialihkan menjadi berbasis digital dengan menggunakan platform-platform digital. Tentunya, hal tersebut mempengaruhi semua bidang yang ada.
Dalam bidang pendidikan misalnya, dalam menanggapi pandemi Covis-19 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh pada masa pandemi Covid-19.Pembelajaran Jarak Jauh dianggap memiliki resiko yang rendah dalam situasi pandemi Covid-19 dan menjadi sebuah solusi yang cukup baik ditengah pandemi. Pembelajaran Jarak Jauh merupakan suatu kebijakan yang mengalihkan pembelajaran yang tadinya face to face menjadi daring dengan menggunakan platform-platform pembelajaran seperti, zoom, google meet, google clasroom, moddle, skype, WhatsApp, dan aplikasi lainnya.
Namun dalam pelaksanaannya, Pembelajaran Jarak Jauh memiliki kendala dan kekurangan. Hal ini dikarenakan, kebijakan ini diambil secara mendadak untuk merespon adanya pandemi Covid-19. Â Di Indonesia sendiri pembelajaran jarak jauh masih awam dikalangan masyarakat, sebelum dikeluarkannya kebijakan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi. Sehingga, pembelajaran jarak jauh tentu saja menjadi hal yang baru dikalangan peserta didik dan guru.
Belum adanya pengalaman melakukan pembelajaran jarak jauh menjadikan tantangan tersendiri bagi guru,peserta didik, dan pemerintah. Misalnya dari segi guru, perubahan yang mendadak menjadikan sebagian guru merasa kebingungan. Hal ini dikarenakan, umumnya guru sudah terbiasa mengajar secara konvensional atau face to face dan belum terbiasa mengajar melalui daring.Sehingga menjadikan guru tidak dapat mengajar secara optimal. Disisi lain kendala koneksi yang buruk, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan sulitnya untuk mengawasi peserta didik juga mempengaruhi guru dalam proses pembelajaran secara daring ini. Terkadang guru merasa cukup terbebani dengan adanya kendala yang terjadi selama pembelajaran jarak jauh.
Selain itu,di Indonesia sendiri masih banyak daerah-daerah yang tidak memiliki akses internet yang cukup baik untuk mendukung proses pembelajaran daring. Padahal, akses internet dan adanya alat teknologi sangat dibutuhkan dalam pembelajaran jarak jauh. Hal tersebut menjadikan adanya kesenjangan antara pembelajaran yang terjadi dikota-kota besar dengan pembelajaran yang terjadi di desa atau tempat pelosok.Â
Di satu sisi peserta didik yang tinggal di kota akan lebih optimal melakukan pembelajaran secara daring. Namun,disisi lain peserta didik yang tinggal di desa atau tempat pelosok tidak dapat melakukan pembelajaran daring secara optimal. Bahkan terkadang guru harus mengunjungi rumah-rumah perserta didik untuk melakukan pembelajaran secara door to door.
Perubahan yang mendadak ini juga mempengaruhi psikologis peserta didik. Hal itu dikarenakan adanya oknum guru yang hanya memberikan tugas tanpa adanya penjelasan terlebih dahulu. Banyak peserta didik yang merasa tertekan dengan pemberian tugas yang terlalu banyak dan dengan jangka waktu yang sedikit. Â Pada penelitian yang dilakukan oleh Livana,dkk dari 1.129 Â responden mahasiswa di Indonesia, 70,29% merasa stress akibat adanya tugas pembelajaran (Liviana,dkk, 2020). Selain itu pula dalam penelitian yang dilakukan oleh Dwi Hardayani, pemicu kecemasan yang paling tinggi dialami oleh siswa yaitu kurangnya pemahaman materi dan adanya deadline tugas.
Dari beberapa kutipan penelitian diatas menunjukkan bahwa masih adanya kendala dalam pembelajaran jarak jauh bagi guru dan peserta didik. Dimana hal tersebut mempengaruhi tingkat kecemasan dan tingkat stress peserta didik. Sehingga, dari beberapa penelitian yang ditemukan banyak peserta didik yang merasa tertekan karena banyaknya tugas yang diberikan selama pembelajaran jarak jauh. Kurangnya kesiapn yang dimiliki oleh beberapa guru menjadikan pembelajaran jarak jauh tidak berjalan secara optimal. Pembelajaran yang dilakukan seakan-akan hanya terjadi dari  satu arah saja, dengan memberikan tugas tanpa adanya ruang dialog antara siswa dan guru.
Hubungan Kendala PJJ dengan Teori Pendidikan Paulo Freire
Terjadinya pembelajaran yang  satu arah karena kurangnya pemahaman penerapan pembelajaran daring ini menunjukkan pembelajaran yang sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Paulo Freire dalam bukunya Pendagogy Of The Opperessed,. Freire mengungkapkan bahwa pendidikan yang demikian adalah pendidikan gaya bank. Dalam pendidikan gaya bank siswa dianggap sebagai suatu "bejana kosong" dan guru harus mengisi bejana itu dengan pengetahuan yang dimiliki.  Dalam bukunya freire mengatakan bahwa, pendidikan gaya bank menghambat daya kreatif siswa, ,menyembunyikan fakta-fakta tertentu yang menjelaskan cara manusia hidup di dunia ,serta menolak adanya dialog (Freire,2015).