Tidak hanya Korea Selatan, banyak negara yang menganggap wanita memang harus di bawah laki-laki. Baik atas dasar budaya ataupun agama. Semakin berkembangnya zaman, timbullah gerakan yang menginginkan wanita sejajar dengan laki-laki dalam segala lini. Mereka menyebut gerakan feminis.
Jujur saja, aku gak setuju sih dengan gerakan feminis. Mungkin karena praktiknya yang menyalahi aturan. Seorang feminis sangat bersikukuh untuk sejajar dengan kaum laki-laki, bolehlah seorang wanita melakukan pekerjaan laki-laki, seperti menjadi pemimpin perusahaan. Namun ketika ia disuruh bekerja menjadi kuli bangunan, mereka protes dengan dalih kodrat wanita yang lemah. Atau membolehkan menentang pendapat suami secara terang-terangan, bahkan menggunakan kekerasan. Dan masih banyak lagi.
Sebenarnya tidak salah jika seorang wanita menginginkan kesetaraan, asalkan tidak lupa dengan kodratnya sebagai wanita. Kita lihat Khadijah istri Rasul, yang memiliki kekayaan melimpah, namun tidak semena-mena dengan suaminya. Atau Fatimah yang ikut perang bertugas di bagian medis, tapi ia tetaplah wanita yang kelak akan menikah.
Seperti di film ini, Kim Ji-young sadar akan kodratnya dan mencari cara lain untuknya bebas bekerja, yaitu dengan menjadi seorang penulis. Lihat, ternyata banyak hal lain yang dapat dilakukan agar seorang wanita bisa 'bebas'. Apalagi di era teknologi seperti saat ini, Â dimudahkan berkreasi tanpa harus melupakan kodratnya sebagai wanita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H