Sumber gambar: http://marlisa.co.cc/category/cinta/
Saya prihatin membaca berita perseteruan antara orang tua dan anak. Ada kasus kaburnya Miss Indonesia Astrid Ellena dari rumah sehingga ayahnya tidak lagi mengakuinya sebagai anak. Saya semakin prihatin mengetahui bahwa sang ayah memuat pengumuman di Jawa Pos. Saya heran, bukankah itu sama saja dengan mengumbar aib keluarga ke mana-mana? Dan yang tak kalah membuat saya prihatin adalah kasus kaburnya model cilik yang berusia 13 tahun bernama Vita ke Papua. Saya sedih membaca alasan kepergiannya dari rumah, yakni karena ia tidak ingin disuruh bekerja terus menerus oleh ibunya dan ia ingin bersekolah seperti teman-temannya yang lain.
Saya tidak berani menilai siapa yang salah dalam kedua kasus tersebut karena hanya kedua pihak yang berseteru dan Tuhanlah yang tahu kebenarannya. Perseteruan orang tua dan anak ada di mana-mana, mungkin kita juga sering mengalaminya. Kadang saya merasakan bahwa sebagai anak, saya susah untuk memahami orang tua. Mungkin orang tua juga merasakan hal yang sama.
Seorang teman bercerita bahwa ia selalu bersilang pendapat dengan ibunya bahkan untuk hal sepele sekalipun. Semua yang dilakukannya selalu salah di mata ibunya. Kadang ia merasa tidak tahan menghadapi jalan pikiran ibunya yang kadang menurutnya tidak rasional. Namun, rasa sayang kepada ibunya dan ajaran agamanya untuk tidak menyakiti orang tua membuatnya harus sering mengalah setiap kali pertengkaran mereka mulai memanas. Kadang ia lelah dengan pertengkaran mereka. kadang ia merasa hidup tidak adil, betapa ibunya gampang melabelinya anak durhaka. Ia selalu protes mengapa sih selalu anak yang disalahkan, mengapa tidak ada istilah orang tua durhaka, ya? Namun ia sadar bahwa jauhnya jarak usia antara keduanya dan tingkat pendidikan yang berbeda membuat cara pandang mereka juga berbeda sehingga timbullah pertengkaran-pertengkaran itu. Saya bersyukur teman saya tidak lantas kabur meski sudah tak tahan tinggal di rumah. Akhirnya, ia memang meninggalkan rumah secara baik-baik setelah menikah.
Lucunya, justru setelah berjauhan, ia malah sering merindukan ibunya. Hubungan mereka semakin membaik dan mereka tidak lagi bertengkar seperti dulu. Ia menyadari, menjadi orang tua itu susah. Semua orang tua menginginkan yang terbaik bagi anaknya hanya saja mungkin caranya yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Orang tua ingin A, tapi anak inginnya B.Dan ketika tidak ada titik temu dari dua keinginan itu, maka terjadilah konflik keinginan yang hebat.
Saya yakin semua orang tua pasti menyayangi anaknya. Begitu pun sebaliknya, semua anak menyayangi orang tuanya. Namun, sangat disayangkan sekali jika hubungan antara orang tua dan anak selalu diwarnai dengan pertengkaran. Kapankah akan berakhir? Dari cerita teman saya, sepertinya perseteruan antara orang tua dan anak akan berakhir setelah anak menikah dan punya keluarga sendiri di mana orang tua tidak lagi merasa bertanggung jawab penuh terhadap anak. Hmm..bener ga, sih?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H