Mohon tunggu...
Indah Sari
Indah Sari Mohon Tunggu... -

Penari yang suka curhat dan curcol...= P

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berbagi Password dengan Pasangan: Yes or No?

15 Januari 2012   01:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:53 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar ini

Aku memasukkan sederet huruf yang menjadi kata sandi akun jejaring sosialku. Seharusnya layar laptop menampilkan dinding profilku, tapi yang muncul adalah sebuah peringatan “The password you entered is incorrect. Please try again”.

“Ups..kejadian lagi nih.” Batinku.

Itu memang sudah terjadi untuk kesekian kalinya dalam minggu ini. Lagi-lagi aku salah memasukkan kata sandi, bukan kata sandiku yang kumasukkan melainkan punya sang kekasih. Kesalahan itu terjadi tidak hanya untuk akun jejaring sosial, tetapi juga untuk akun surat elektronik. Sebenarnya aku mempunyai dua akun surel dan dua akun jejaring sosial. Namun kata-kata sandiku itu tak pernah tertukar. Oleh karena itu adalah aneh ketika aku hendak mengecek akunku, tapi aku sering salah memasukkan kata sandi akun sang kekasih. Hmm..apa karena pikiranku selalu dipenuhi oleh dirinya? Bawaannya pengen ngecek aktivitasnya di dunia maya? Kenapa? Apa karena ga percaya sama kekasih sendiri?

Mungkin bagi sebagian orang surel dan jejaring sosial merupakan wilayah pribadi yang haram hukumnya untuk dilanggar oleh siapa pun, bahkan oleh suami atau istri sekalipun. Lha..ini belum nikah tapi udah berbagi kata sandi surel dan jejaring sosial? Ehem…sebenarnya tidak hanya itu, kami juga berbagi kata sandi Internet Banking. Eits..jangan gedubrakan dulu, dong…hehehe.

Sebenarnya aku adalah orang yang dulunya selalu mengaku menghargai privasi orang lain. Aku tidak pernah menuntut sang kekasih memberitahukan kata sandi surelnya. Aku tidak pernah iseng mengintip isi inbox telepon genggamnya. Setidaknya begitulah di awal-awal hubungan kami. Aku malah heran mengetahui adikku berbagi kata sandi jejaring sosial dengan pacarnya. Menurutku dengan membiarkan orang lain memasuki wilayah pribadi kita, sama dengan menelanjangi diri sendiri. Tidak ada tempat bagi rahasia pribadi kita. Sekali waktu aku pernah berdiskusi dengan mahasiswa di kelas tentang berbagi kata sandi dengan pasangan. Saat itu kami berlatih menerjemahkan teks berita koran tentang seorang suami yang dituntut oleh istrinya atas cyber crime yang dilakukannya karena memasuki akun surel istrinya. Padahal menurut pengakuan suaminya, itu adalah kesalahan si istri yang lupa me-log-out akun surelnya setelah menggunakan komputer bersama mereka. Sebagai suami, dia penasaran melihat isi inbox akun surel istrinya dan merasa berhak untuk melakukan itu. Dalam pikirannya, suami istri harus saling berbagi. Oke, kembali ke mahasiswaku, sebagian besar mengaku bahwa mereka selalu mengecek jejaring sosial pacar mereka. Ketika mereka menanyakan pendapatku, aku dengan tegas mengatakan bahwa aku tidak butuh tahu kata sandi pasanganku. Kami punya privasi masing-masing dan bla..bla..bla..sederet petuah untuk mereka yang berjudul menghargai privasi orang lain. Ah..andaikan adik dan para mahasiswaku melihat bagaimana aku melanggar sendiri kata-kataku, pastilah mereka akan menertawakanku. *tutup muka*

Terus terang, aku mengubah pendapatku karena ada satu kejadian dengan WIL yang sempat membuatku kehilangan kepercayaan pada sang kekasih. Sejak kejadian itu aku merasa butuh untuk mengecek akun jejaring sosialnya. Namun, aku hanya dapat melihat dari luar karena aku tidak punya kata sandinya. Aku, yang tidak pernah mau tahu dengan sms-sms di hape-nya, berubah menjadi rewel. Aku tambah penasaran melihat bagaimana dia menjaga hape-nya. Aku bahkan tidak diizinkan menyentuh hape-nya bahkan ketika pulsaku habis dan aku hendak meminjam hape-nya untuk mengirim sms. Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi. Namun dia berjanji kelak akan membiarkanku mengetahui isi hape-nya setelah masalah WIL itu selesai.

Memang setelah kami berhasil menyelesaikan masalah WIL itu, akhirnya dia mengizinkanku memegang hape-nya dan membaca semua sms yang ada serta melihat foto-foto di dalamnya. O la laa….wajar dia selama ini memproteksi hape-nya, ada sms dan foto wanita itu…makjleb. Dia bilang tak ingin melihat aku terluka karena sms-sms itu, sementara dia belum siap untuk memberikan penjelasan mengenai wanita itu..hadeeeeh. Mungkin itu terdengar seperti pembelaan diri darinya. Namun harus kuakui membaca semua sms itu dan menatap wajah cantik itu ada di hape sang kekasih adalah menyakitkan bagiku. Tak terbayang jika aku harus membacanya di kala hubungan kami sedang galau, pastilah rasa sakitnya akan berlipat ganda. Untuk itu aku harus menghargai usaha sang kekasih dalam menjaga perasaanku. Toh, dia menepati janjinya, semua sms lama itu tidak dihapus karena aku ingin membacanya. Dan maafkan aku, Cantik. Foto-fotomu terpaksa kuhapus dari hape-nya. Oke, mungkin bagi orang lain tidak penting, kalau masalahnya sudah selesai, ngapain juga masih ingin baca sms-sms itu? Bagiku lebih karena aku butuh untuk tahu bagaimana sih kejadiannya itu. Dan aku pengen tahu apa sekarang masih sms-an?

Dasar cewek yang dikasih hati minta jantung, setelah puas mengacak-acak hape-nya, aku minta dia mengizinkanku membuka akun dunia mayanya, surel dan jejaring sosial. Susah payah aku merayunya. Jurus rayuan mautku yang paling mutakhir pun tak dihiraukannya. Dia bilang, “Kan udah boleh liat hape. Untuk apa sih minta password akun surel dan jejaring sosialku?” Aku pun manyun seharian. Apakah dia merasa bersalah dan langsung memberikan kata-kata ajaib itu? Hohoho..sayangnya, tidak. Tambah manyun deh.

Bagaimana ceritanya aku bisa mendapatkan kata-kata itu? Tenang. Aku tidak lantas menyewa hacker untuk membobol akunnya. Pada hari keberangkatanku kembali ke kota ini, dia mengantarkanku ke bandara. Barang bawaanku banyak sehingga aku minta tolong dia untuk membawakan tas ranselku. Ketika menyerahkan tas itu, dia senyum-senyum aneh dan berkata di dalam tasku ada sesuatu yang sangat kuinginkan. Namun dia menolak memberitahu. Sayangnya, panggilan untuk memasuki pesawat telah terdengar. Aku harus bergegas pergi. Di dalam pesawat, aku yang merasa penasaran langsung membongkar tas ransel. Namun aku gagal menemukannya. Aku meneleponnya dan dia memberitahukan letak kejutan itu. Ternyata kejutan itu hanya secarik kertas, yang kupikir isinya surat cinta. Ketika membukanya aku langsung tersenyum cerah karena isinya sederet huruf dan angka ajaib yang sempat membuatku manyun seharian.

Kesepakatan berbagi password ini bukannya tanpa konsekuensi.Ada banyak jejak-jejak masa lalu yang terekam dalam setiap tulisan dalam surel atau percakapan di dunia maya. Sialnya, curhatan itu juga menyinggung sang kekasih yang dulunya berstatus calon kekasih atau mantan kekasih yang dulunya berstatus kekasih..halah..ribet banget..hehe. Aku sempat wanti-wanti apa pun yang dia baca dalam akunku adalah masa lalu. Jangan dipertanyakan apalagi dipermasalahkan. Yang lalu biarkan berlalu.

Ternyata sang kekasih juga punya rasa ingin tahu yang lumayan tinggi. Dia mempertanyakan mantanku. Apalagi karena aku pernah cerita kalau mantan pernah hadir di mimpiku. Jadinya, aku harus mengklarifikasi dan menjelaskan kembali semua yang ada di masa lalu. Sempat menyesal berbagi password yang malah bikin ribet. Sempat berpikiran mengapa kita harus mengungkit masa lalu masing-masing? Dulu aku dengan siapa dan berbuat apa sudah tidak penting untuk dibahas. Yang penting sekarang aku bersama dirinya. Aku juga tidak mengungkit-ungkit masa lalu dia, yang bagian WIL itu kan terjadinya saat aku sudah bersama dengan dirinya, menurutku wajar kalau aku ingin tahu.

Sang kekasih kurang lebih bilang gini, “Aku bertanya tentang mantanmu bukan karena aku tidak percaya dirimu. Bukan karena aku ingin mencari-cari bahan keributan. Aku hanya tidak ingin masa lalu masih menghantuimu. Aku tidak ingin kelak dirimu membandingkanku dengannya. Dan aku ingin kita berdua sama-sama terbuka. Jangan ada yang ditutupi.”

Keterbukaan, itu yang kami inginkan dengan berbagi password. Kami ingin pasangan kami mengetahui aslinya kami, kami yang di dunia nyata dan kami yang di dunia maya. Aku sangat menyukai keterbukaan ini, semua yang baik dan yang buruk dibiarkan terpampang tanpa polesan, apa adanya. Walau kadang bikin gubrak-gubrak.

Yah, semua orang pasti punya pendapat masing-masing mengenai berbagi password dengan pasangan. Bagiku, dari sekian banyak password yang diberikannya, hanya ada satu password yang paliiiiiiiiing kusuka, yaitu password ke hatinya. *gombal tingkat tinggi*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun