Mohon tunggu...
Indah Anggoro
Indah Anggoro Mohon Tunggu... -

drink coffee and get inspiration ...\r\n\r\nwww.vanilaindah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janda Trauma

31 Mei 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:34 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Based on true story ...

Dulu ketika masih sekolah, aku sering berpikir bahwa suatu hari nanti aku akan menikah muda. Rasanya lucu melihat seorang ibu-ibu muda bergandengan tangan dengan putrinya yang masih remaja di mall. Mereka terlihat akrab sekali. Mungkin karena jarak umur ibu dan anaknya tidak terlalu jauh. Pada waktu itu aku mendambakan sekali yang namanya “Pernikahan Dini”.

Namun, sekarang aku begitu alergi mendengar kata ‘pernikahan’. Entah kenapa, aku menjadi sangat berpikir tentang sebuah ‘pernikahan’. Rasanya seperti ada rasa takut untuk menuju ke jenjang itu. Aku memang tidak trauma pada pernikahan, karena aku memang belum pernah menikah. Aku hanya seorang perempuan muda berumur 20an yang beberapa kali putus cinta, dan hal itu sudah biasa. Aku bilang itu biasa, karena aku masih muda. Aku masih berhak memilih siapa yang terbaik untuk menjadi pendamping hidupku kelak. Pacar bisa saja banyak, tapi suami adalah satu dan itu untuk seumur hidup.

Memilih pendamping hidup yang tepat itu sangat penting. Aku sudah melihat sendiri banyaknya pernikahan yang gagal di sekitarku. Aku melihat betul-betul dan merasakan apa yang mereka sembunyikan. Benar-benar menyedihkan. Aku juga perempuan seperti mereka, jadi aku bisa membayangkan apa yang mereka rasakan.

Di umurku yang 21 tahun ini, aku mengenal dua orang janda dengan latar belakang yang berbeda-beda. Salah satunya adalah sahabatku sendiri …

***

Janda pertama yang aku kenal adalah sahabatku sendiri, teman seperjuanganku dari SMA. Sebut saja namanya Raisa. Pedih rasanya menceritakan masa lalunya. Banyak cerita yang kami lalui bersama selama sekolah. Termasuk cerita saat dia keluar dari sekolah saat ketahuan tengah mengandung tujuh bulan. Pendidikannya pun terhenti di kelas 3 SMA. Raisa pun menikah dengan sederhana. Aku pun tidak diundang dalam pernikahannya itu. Aku hanya bisa berdoa semoga itu menjadi pernikahannya itu langgeng dan yang terakhir untuk selamanya.

Namun rupanya Tuhan tidak mengabulkan doaku. Satu tahun kemudian, Raisa datang dan menangis padaku. Dia bilang akan bercerai. Danar, suami Raisa itu ternyata memang tidak bertanggung jawab. Dia tidak berusaha mencari kerja untuk membiayai keluarga kecilnya. Dia bahkan tidak mau membantu pekerjaan rumah mertuanya seperti bersih-bersih rumah. Itu sudah bisa dipastikan, karena Danar masih muda dan egonya masih cukup tinggi, Apalagi secara psikologis, Raisa dan Danar memang belum siap menikah. Mereka menikah karena Raisa sudah kepalang hamil. Sekarang Raisa bingung harus bagaimana karena suaminya itu mengancam akan mengambil hak asuh Aira, anaknya.


“Aku nggak tahu harus gimana, aku nggak bisa bayangin Aira hidup dirawat sama si bangsat itu. Aku nggak mau pisah sama Aira. Lebih baik aku mati kalau harus hidup tanpa Aira,” Begitu kata Raisa padaku saat itu.

Jujur pada saat itu aku bingung harus berkomentar apa. Melihat air mata Raisa saja aku sudah miris dan tidak tega.

Beberapa bulan kemudian, proses perceraian Raisa berakhir. Beruntung Aira tetap ada dalam hak asuhnya. Dia berjuang untuk melanjutkan pendidikannya yang terhenti. Dia mengikuti ujian paket C dan berkuliah di salah satu universitas ternama. Semuanya berjalan lancar, sampai akhirnya banyak hal yang datang menyadarkan Raisa.

‘Janda’. Status itulah yang sekarang disandang Raisa. Beberapa teman laki-laki mendekatinya dengan maksud ingin menjadikannya pacar. Raisa memang cantik dan banyak yang suka padanya. Itu sudah tidak mengherankan bagiku. Masalahnya adalah mereka belum tahu status Raisa yang sebenarnya, bahwa Raisa adalah seorang janda beranak satu. Benar saja, saat mereka tahu bahwa Raisa itu janda, mereka menjauhi Raisa. Status janda itu membuat Raisa berpikir beribu-ribu kali untuk kembali menjalin hubungan dengan laki-laki. Raisa trauma. Dia bilang dia tidak akan pernah percaya lagi dengan yang namanya laki-laki.

Saat ini Aira sudah menginjak umur empat tahun. Aira begitu cantik, pintar dan lucu. Airalah satu-satunya penyulut semangat Raisa. Semakin hari, Raisa semakin menyadari bahwa Aira membutuhkan sosok ayah. Selama ini Danar menghilang entah kemana. Dia tidak pernah menafkahi Aira, menjenguk pun tidak. Sepertinya Danar memang tidak punya rasa lagi. Kemana aura ke’bapak’annya… Apa dia tidak merasa sudah menjadi seorang ayah? Kabar terakhir Danar kembali menghamili perempuan lain. Danar mungkin memang cocok dianugerahi dengan julukan ‘penjahat wanita’. Tidak cukup sekali melakukannya, sekarang dia mengulangi lagi dengan perempuan lain.

Raisa begitu marah, bukan karena rasa cintanya pada Danar yang masih tersisa. Raisa hanya merasa kecewa kenapa Aira bisa mempunyai ayah yang kelakuannya brengsek seperti Danar. Raisa benar-benar tidak habis pikir. Namun sekarang bukan waktunya lagi bagi Raisa untuk mengulik-ngulik masa lalunya. Kini Raisa sudah bisa merasakan cinta lagi. Raisa menjalin hubungan dengan seorang mahasiswa sekaligus juga seorang programmer. Aku bersyukur atas hubungannya.

Namun, kebahagiaan tidak kunjung juga menghampiri Raisa. Raisa datang kembali padaku. Dia menangis lagi, dan lagi … Dia bilang dia menderita kanker serviks stadium 2. Aku menangis. Aku tidak habis pikir. Setelah perjuangannya membesarkan seorang anak sendirian dan melanjutkan pendidikan lagi, sekarang cobaan datang lagi dan lagi. Raisa sudah putus asa. Dia berbicara tentang kematian dan lain-lain. Sebagai sahabatnya, aku hanya bisa memberinya semangat. Aku hanya bisa berkata pada Raisa, “Kamu harus sembuh demi Aira...”

***

Janda kedua yang kukenal bernama Dila. Dila adalah tetanggaku sebelah rumah. Kisahnya hampir mirip dengan Raisa. Dila juga hamil diluar nikah. Bedanya, Dila hamil di umur 21 tahun, saat menjelang wisuda sarjananya. Dila hamil dengan pacarnya yang hanya bekerja di sebuah bengkel. Ibu Dila menangis berhari-hari saat mengetahui anak hamil. Beliau tidak rela jika anaknya yang lulusan sarjana itu harus menikah dengan seorang laki-laki lulusan SMA yang hanya bekerja di bengkel. Maklumlah, ayah Dila adalah pegawai BUMN yang cukup kaya.

Namun, apalah daya mereka sebagai orangtua. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menikahkan putrinya itu dengan pacarnya. Pernikahan pun terjadi dan dirayakan dengan mewah di sebuah gedung yang megah. Semuanya berjalan lancar. Anak Dila pun lahir, dan diberi nama Kenny. Anak perempuan yang cantik bernama Kenny itu meramaikan keluarga Dila. Dila bahagia saat itu, mungkin. Saat Kenny belum genap berusia satu tahun, Dila hamil lagi.

Seharusnya tidak masalah karena Dila sudah menjadi istri sah dari Chandra, suaminya. Harusnya itu menjadi anugerah yang tak ternilai. Namun, kehamilan kedua Dila justru menjadi sebuah bencana. Chandra ketahuan menghamili perempuan lain. Hati Dila hancur berkeping-keping. Chandra melakukan itu saat masih berstatus menjadi suaminya.

Orangtua Dila marah besar. Chandra diusir dari rumah mereka, karena selama ini mereka masih menumpang pada orangtua Dila. Semuanya pun berakhir, pernikahan sekejap hilang, indahnya tidak terasa … Dila terpuruk dengan kehamilannya …

Sembilan bulan berlalu, anak kedua Dila lahir. Bayi perempuan lagi yang cantik, yang diberi nama Kiara. Dila bahagia, tapi dia juga tidak pernah bisa menyembunyikan kesedihan dari sorot matanya.  Dila sering terlihat melamun di teras rumahnya. Kadang dia tertawa di depan Kenny dan Kiara yang menggemaskan. Di sisi lain, hatinya perih. Dia harus kuat menyembunyikan kepedihan hatinya dan pura-pura tertawa di depan anak-anaknya.

Suatu saat Dila terhenyak ketika Kenny memanggil kakak laki-lakinya dengan sebutan ‘AYAH’. Satu hal yang mungkin dia pikirkan adalah bagaimana membesarkan dua orang anak perempuan tanpa kasih sayang seorang ayah.


“Lagi-lagi kamu yang kutunggu, lagi-lagi kamu yang kurindu …” Begitu nyanyian Dila saat sedang duduk di tangga dekat rumahnya. Dia bernyanyi dengan tatapan yang hampa. Entah siapa yang dia tunggu dan dia rindu dalam lagu itu …

***

Cerita tentang dua janda itu hanyalah sebagian saja. Masih banyak janda-janda lain di sekitarku. Bertampah pedih hatiku. Aku jadi berkhayal kalau aku jadi seperti mereka bagaimana jadinya aku ini. Putus cinta saja aku menangis berhari-hari. Bagaimana kalau bercerai lalu harus mengurus anak sendirian. Hanya memikirkannya saja hatiku perih setengah mati.

Melihat wajah Aira, Kenny, dan Kiara sudah sangat cukup bagiku. Aku menjadi sangat takut menikah…

Pernikahan adalah pilihan. Setiap perempuan berhak memilih untuk menikah atau tidak, kapan menikah dan akan menikah dengan siapa. Kita punya hak untuk menentukan masa depan kita. Komitmen yang tangguh tidak bisa dibangun dari sebuah kehamilan. Percayalah, komitmen yang berawal dari sana tidak akan membawa kebahagiaan. Satu-satunya kebahagiaannya adalah anak, dan sisanya adalah air mata kesedihan.

Menurutku perempuan itu MAHAL. Sebagai wanita, janganlah me’murah’kan diri kita sendiri. Kesucian kita hanya untuk suami kita kelak. Laki-laki yang pantas menerimanya adalah laki-laki yang mampu meminta kita secara langsung dari ayah kita yang sudah membesarkan kita sejak lahir. Kesucian bukan untuk kekasih kita yang baru kita kenal beberapa minggu atau beberapa bulan. Itu semua bukan proses instan yang harus diakhiri dengan sebuah ‘kehamilan’.

Aku percaya pernikahan adalah momen  terindah bagi wanita, apabila terjadi dengan laki-laki yang tepat dan disaat yang tepat. Bukankah kita sering mendengar cinta tanpa syarat. Pernikahan pun demikian adanya. Pernikahan tanpa syarat, yang terjadi bukan karena harta, jabatan, atau bahkan kehamilan.

Ada dua naluri di dunia ini, yaitu naluri untuk tinggal dan naluri untuk meninggalkan. Wanita memiliki naluri yang pertama, yaitu naluri untuk tinggal. Wanita ditakdirkan untuk tetap tinggal dan merawat anak-anak mereka apapun yang terjadi. Sedangkan laki-laki memiliki naluri yang kedua, yaitu naluri untuk meninggalkan. Laki-laki ditakdirkan untuk menjadi seorang ayah dan meninggalkan istri dan anak mereka untuk mencari nafkah, atau bahkan meninggalkan istri dan anak mereka demi wanita lain …

Tuhan sudah memberikan pilihan pada hidup kita. Setiap manusia pun dihadapkan pada pilihan, dan wanita selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit. Itu karena Tuhan sedang mempersiapkan calon ibu yang kuat dan tegar …

Seperti Raisa dan Dila …

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun