Mohon tunggu...
Indah Amalia
Indah Amalia Mohon Tunggu... guru -

seorang guru sekolah dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemberian Reward pada Anak Menimbulkan Kecemburuan Sosial

9 Oktober 2012   10:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pemberian reward (penghargaan)  atas hasil kerja anak adalah hal positif. Setujukah Anda?

Di tengah kesibukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SD, saya menemui kejadian, pemberian reward pada anak perlu dipertimbangkan dulu. Pemberian reward berupa sanjungan "anak hebat", "good job", tepuk salut dari teman-teman, seringkali kami (mahasiswa PPL) lakukan. Kami menemukan fakta, anak sangat suka diberi penghargaan. Bahkan untuk secuil kertas berbentuk bintang, yang mungkin kita anggap sebagai suatu hal yang remeh temeh, akan sangat dinantikan oleh mereka. Ditagih terus-terusan bila hak "bintang" belum diterima tangan mereka.

Namun, mengapa pemberian reward pada mereka perlu dipertimbangkan? Menurut psikolog Anna Surti Ariani, Psi,beliau berkata, “Berikan pujian bila memang dianggap perlu. Namun jangan berlebihan,”Anak berhak mendapat pujian setelah melakukan suatu perbuatan baik, seperti yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dan bertambah baik, atau perbuatan yang memang diharapkan orang tua agar menjadi baik,” lanjutnya.

Kebiasaan, kami, para mahasiswa PPL, memberikan kepada anak-anak berupa secuil kertas berbentuk bintang dan jajanan murah (paling seharga 500 perak) kepada anak-anak yang mendapat nilai 100 pada evaluasi. Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata, pemberian reward tersebut memberikan kecemburuan sosial. Anak-anak yang mendapat nilai 100/yang berhak mendapat reward adalah anak dengan prestasi. Anak yang bisa dipastikan, itu-itu terus. Hal ini ternyata menimbulkan rasa cemburu dari teman-teman yang tidak mendapat reward.

Rasa cemburu dari anak yang tidak mendapat reward sebenarnya dapat memicu anak untuk lebih berusaha agar pada kesempatan lain, mereka berhak mendapatkan reward. Namun, fakta yang sering terjadi, ada anak dengan rasa cemburu mereka, berubah dengki pada teman yang pintar. Rasa tidak suka disertai perbuatan merusak/merampas reward dari tangan si anak pintar ini pun tak terelakkan.

Di sini, guru dapat mengambil pelajaran bahwa, pemberian reward hendaknya memahami karakteristik anak (ilmu psikologi perkembangan nya nih) dengan baik. Anak memiliki karakteristik berbeda-beda. Mereka semua mempunyai kebutuhan yang beragam sesuai perkembangannya. Guru sebaiknya melakukan pendekatan-pendekatan emosional pada mereka.

sebagai guru yang sedang mencari pengalaman, ternyata, memang baaanyaaak sekali hal-hal yang belum diemengerti oleh saya dan teman-teman. ini hanya sepotong cerita singkat dalam episode PPL ini. banyak cerita lain, namun terkendala kesibukan dan sebagainya, hanya ini yang bisa di share..

nulis disini, jadi kangen Papa Prof.Dr. Padmono :'))

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun