SUDIRMAN, JAKARTA. Kick Politic Out of Football adalah gerakan menolak hal apapun yang berkaitan dengan unsur politik masuk ke dalam dunia sepakbola. Sedikit pengertian tentang sepakbola (football) yaitu sebuah olahraga dimana sebuah tim yang beranggotakan 11 pemain, bermain sepakbola dengan kesebelasan lawan untuk mencetak goal sebanyak mungkin dan memenangkan pertandingan. Namun apa jadinya, jika sepakbola yang seharusnya menyenangkan malah menjadi petaka baik bagi suporter maupun pemain. Di indonesia sendiri sudah banyak korban berjatuhan akibat permusuhan antar suporter sepakbola yang terlalu fanatik.Â
Tak terhitung banyaknya korban, akibat permasalahan fanatisme sepakbola. Puncak yang paling parah, ketika pertandingan antara kesebelasan Arema FC vs Persebaya FC di Kanjuruhan Malang. Kejadian tersebut memakan korban sekitar 135 lebih orang, baik yang meninggal maupun luka-luka. Investigasi yang sudah dilakukan oleh beberapa media seperti NarasiTV, The Washington Post, dan lain-lainnya. Jika kita membandingkan hasilnya dari beberapa investigasi media hampir sama, chaos terjadi setelah adanya tembakan gas air mata oleh pihak keamanan yang mengarah kepada penonton.Â
Kesalahan crowd control dari aparat dalam mengamankan pertandingan tersebut sangat fatal. Karena misscoms antar satu sama lain baik dari yang didalam stadion maupun di luar stadion. Bunyi Pasal 19 huruf b FIFA Stadium Safety and Security Regulations yaitu No firearms or crowd control gas shall be carried or used (Tidak ada senjata api atau gas pengendali massa yang boleh dibawa atau digunakan).Â
Diluar negeri, pengamanan aparat dalam sebuah pertandingan sepakbola tidak ada yang terlihat memegang senjata api dan sebagainya. Mungkin ada yang membawa dan tersembunyi, dipakai hanya untuk antisipasi. Namun, mereka disana hanya memakai sebuah tongkat dan penghalang saja, jika nantinya terjadi chaos apalagi waktu partai besar antar klub yang punya sejarah rivalitas tinggi. Hingga detik ini, tidak ada satupun hasil yang didapat perihal penyebab terjadinya chaos kanjuruhan, apalagi dari pihak kepolisian sebagai organisasi yang mempunyai kewajiban untuk menyelidikinya.Â
Tragedi Kanjuruhan tercatat dalam sejarah sebagai tragedi terburuk sepakbola nomer dua di dunia akibat kesalahan crowd control yang fatal. PSSI sebagai asosisasi sepakbola indonesia, seperti bodoamat dalam menindak kejadian ini dan Arema FC sebagai klub yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut juga seperti tidak memperdulikan perjuangan yang dilakukan oleh Aremania dalam mengusut tuntas tragedi kanjuruhan.Â
Sudah berkali-kali aremania melakukan aksi demo, agar tragedi tersebut bisa di usut tuntas sedalam mungkin. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada hasil yang keluar, karena hukum di indonesia itu tumpul di atas dan tajam ke bawah. Problema ini sudah melekat pada indonesia sejak dulu, pada dasarnya tidak ada yang namanya keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Lalu, siapakah yang harus kita salahkan terkait tragedi tersebut dan itu masih menjadi pertanyaan besar bagi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H