Mohon tunggu...
Inaz Nugroho
Inaz Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Hukum di Universitas Diponegoro

Menulis berbagai macam topik yang menarik perhatian. Menyukai manhwa, anime, novel, dan berbagai macam karya literatur lainnya. Berkuliah di jurusan Hukum dan menyukai mengeksplorasi hukum melalui tulisan. Terbuka lebar untuk kritik dan saran!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebermaknaan Partisipasi Publik di Tengah Pusaran Filter Bubble dan Echo Chamber

9 Agustus 2023   23:52 Diperbarui: 8 Januari 2024   16:05 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era Digital: Kemudahan dan Inklusivitas

Era digital memindahkan realitas manusia yang semula berada di dunia nyata ke ruang siber yang tersusun dari aneka ragam jaringan internet dan arus informasi.  Ruang yang tercipta dalam berbagai jaringan ini juga menghilangkan batas kewilayahan, hal inilah yang kemudian membuatnya berbeda dari dunia nyata. Ruang siber terwujud dalam bentuk platform atau media sosial yang memungkinkan adanya interaksi sosial dalam jaringan internet.  Perpindahan realita ini juga meliputi perpindahan dialektika dan konflik dari dunia nyata ke ruang siber.

Contoh dari hal ini adalah perpindahan realita isu yang berkaitan dengan pembuatan atau perumusan perundang-undangan yang baru. Ruang siber memberikan kemudahan penyaluran informasi kepada masyarakat, sehingga terbentuklah suatu interaksi antar masyarakat dan pembuat peraturan perundang-undangan. 

Bahkan, saat ini masyarakat dapat menonton sidang perumusan perundang-undangan secara langsung melalui siaran live Youtube. Naskah-naskah rancangan undang-undang hingga peraturan perundang-undangan yang telah disahkan dapat diakses dengan mudah di internet. Penggencaran kemudahan akses informasi terkait perundang-undangan terus dilakukan sebagai bentuk transparansi sekaligus edukasi terhadap masyarakat luas terkait isu yang diangkat dalam perundang-undangan yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan inklusivitas akses informasi bagi masyarakat luas, serta mewujudkan masyarakat yang sadar hukum.

Keterbukaan informasi  terhadap publik ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengkaji rancangan dan peraturan perundang-undangan yang ada secara mandiri. Ruang siber yang meliputi sosial media juga memberikan kesempatan bagi siapapun  untuk memberikan pendapatnya sebagai bentuk aspirasi publik. Kesempatan ini diberikan merata pada seluruh anggota masyarakat tanpa melihat identitas individu. Selama terdapat koneksi dan akses internet yang baik, maka siapapun dapat beraspirasi dalam sosial media. Bahkan, hampir setiap institusi pemerintah membuat akun sosial media dan membentuk platform aduan sebagai bagian dari perluasan interaksi ruang siber untuk masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.

Munculnya Ruang Gema (Echo Chamber) 

Sama seperti inovasi teknologi lainnya, banyaknya manfaat ruang siber tidak terlepas dari dampak negatif. Salah satu dampak negatif ini adalah rauang gema atau echo chamber yang merupakan situasi di mana pengguna sosial media hanya mendapati informasi sesuai dengan keyakinan mereka dan keyakinan ini semakin diperkuat dengan adanya pengulangan algoritma di timeline sosial media. 

Pengguna-pengguna sosial media juga berkemungkinan besar dipertemukan dengan pengguna sosial media lain yang memiliki jalan pikiran sama dalam suatu topik oleh algoritma sosial media. Ketiadaan informasi yang bersifat bantahan terhadap keyakinan pengguna sosial media dapat menutup sudut pandang pengguna. Dalam beberapa kasus, berpotensi memberikan informasi menyimpang atau hoax kepada pengguna sosial media. Jadi, dapat disimpulkan bahwa echo chamber merupakan konsekuensi dari adanya sistem algoritma sosial media.

Terciptanya echo chamber berdampak pada terisolasinya pengguna sosial media dalam topik atau sudut pandang tertentu, dan meminimalkan kemungkinan topik lain untuk muncul dalam timeline pengguna sosial media. Dampak lain yang dapat muncul dari echo chamber adalah opini yang disampaikan pengguna tidak akan mempertimbangkan perspektif lain dari isu yang dibahas. Rasa nyaman yang timbul dari terisolasinya pengguna terhadap suatu konten menyebabkan pengguna tidak kreatif karena tidak muncul rasa penasaran akan hal baru atau topik baru.  

Selain itu, echo chamber juga dapat memicu adanya penyesatan informasi karena adanya kemungkinan konten yang didukung tidak sesuai dengan konteks atau palsu (hoax).

Filter Bubble dalam Melanggengkan Echo Chamber

Munculnya echo chamber tidak dapat dilepaskan dari sistem filter bubble dalam algoritma sosial media. Sebagai salah satu fungsi dalam algoritma sosial media, filter bubble bertujuan untuk memudahkan penggunanya dalam mencari konten tertentu di sosial media, terutama konten-konten dengan topik yang sesuai kegemaran pengguna sosial media untuk dihadirkan dalam timeline. 

Bagaimana filter bubble dapat mengetahui topik kesukaan pengguna sosial media? Hal ini diketahui dari perilaku pengguna dalam menggunakan sosial media, salah satu contoh indikatornya adalah dari konten yang disukai pengguna, konten yang ditonton lebih lama oleh pengguna, hingga kolom pencarian sosial media. Semakin banyak dan lama interaksi pengguna sosial media terhadap suatu konten dengan isu tertentu, maka filter bubble akan menerima interaksi ini sebagai penentu suatu konten digemari oleh pengguna sosial media. Apabila interaksi yang diberikan terbalik, maka konten tersebut akan semakin jarang ditampilkan dalam timeline.

Contoh dari Echo Chamber dan Dampaknya

Salah satu contoh echo chamber adalah black propaganda dalam kampanye politik. Black propaganda merupakan penyebarluasan informasi yang bertujuan untuk mempengaruhi pandangan serta reaksi masyarakat terhadap orang lain tanpa memedulikan nilai kebenaran dari pesan yang disampaikan. 

Dalam kampanye politik, black propaganda dilakukan dengan menyebarkan informasi palsu atau hoax mengenai pihak oposisi. Penyebarluasan informasi ini berkemungkinan untuk muncul di timeline pengguna sosial media, dan dengan adanya filter bubble, informasi ini berpotensi tetap berputar secara terus menerus di sosial media pengguna. Kebanyakan black propaganda mengeksploitasi isu politik identitas, sentimen moralitas agama, dan nasionalisme serta mengajak pengikut mereka dan masyarakat luas untuk membenci pihak oposisi. 

Contoh lain dari echo chamber adalah kampanye salah satu pengguna sosial media twitter yang mengajak pengikut sosial medianya untuk menjadi golongan putih dalam pemilihan umum (pemilu) presiden dan wakil presiden tahun 2019. Ajakan ini dilakukan karena pengguna yang bersangkutan menganggap calon wakil presiden salah satu pihak memiliki rekan jejak kasus intoleransi dan calon presiden pihak lain memiliki rekam jejak kasus pelanggaran HAM. Pemilu sebagai sarana perwujudan demokrasi seharusnya dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat, dan dapat dianggap sebagai partisipasi publik dengan dampak besar.

Ajakan pengguna twitter di atas berputar terus dalam timeline akibat filter bubble, dapat menyebabkan banyak echo chamber dalam ruang siber pengguna sosial media lainnya.

Berdasarkan contoh kasus di atas, apabila echo chamber terus berlanjut dalam partisipasi publik, maka dapat tercipta suatu kompetisi politik dan iklim partisipasi publik yang tidak sehat. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi kebermaknaan partisipasi dari publik, terutama dalam ruang siber.

Echo Chamber dan Kebermaknaan Partisipasi Publik

Partisipasi publik merupakan hak konstitusional masyarakat yang dijamin oleh konstitusi, tepatnya pada Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD" dan "Negara Indonesia adalah negara hukum". Pelibatan partisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan atau kebijakan merupakan implementasi dari asas keterbukaan yang bertujuan agar undang-undang dapat tercipta dengan lebih bermakna dan berjalan lebih maksimal.

Oleh karena itu, kebermaknaan partisipasi publik menjadi poin penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Partisipasi publik yang bermakna ini juga ditekankan dalam bentuk prinsip, yang dikenal sebagai prinsip meaningful participation. Prinsip meaningful participation memiliki tiga aspek yaitu hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, hak untuk didengarkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang telah diberikan. Munculnya echo chamber yang tercipta dari filter bubble dapat menghambat keberjalanannya prinsip meaningful participation yang mengharuskan adanya kebermaknaan dalam partisipasi publik.

Echo chamber dan filter bubble adalah suatu keniscayaan dalam era digital ini. Hampir seluruh Manusia yang menciptakan teknologi, juga dituntut untuk dapat menggunakan teknologi secara bijak. Berbagai tantangan yang muncul dalam era digital tidak dapat menjadi alasan terhambatnya kebermaknaan partisipasi publik pula. Partisipasi publik yang bermakna perlu selalu menjadi pertimbangan dalam perumusan peraturan perundang-undangan, tidak terkecuali pada era digital yang sebagian besar informasi dan argumen terhadap perumusan kebijakan berasal dari ruang siber atau sosial media.

Mengingat ruang siber merupakan ruang inklusif yang memperbolehkan seluruh masyarakat untuk mengakses dan mengeluarkan pendapat di dalamnya, lantas, bagaimana cara menghadapi echo chamber di era digital ini agar partisipasi publik yang bermakna dapat terjamin? 

Salah satu solusi untuk melawan echo chamber dalam perumusan perundang-undangan adalah sosialisasi atau pencerdasan terhadap masyarakat, terutama dalam melakukan literasi media. 

Literasi media merupakan seperangkat perspektif untuk menginterpretasikan pesan pada media massa dengan cara menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan tersebut. Diharapkan dengan adanya edukasi terkait literasi media, masyarakat terutama generasi muda dapat melakukan filter terhadap informasi yang ada saat ini, serta menghadapi tantangan echo chamber untuk mewujudkan partisipasi publik yang bermakna. Opsi lain yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan partisipasi publik yang bermakna adalah pemberdayaan media jurnalistik yang independen agar informasi akurat dapat tersampaikan.

"The biggest part of our digital transformation is changing the way we think"

-Simeon Preston Bupa



Sumber:

Ahmad Dawam Pratiknyo . "Partisipasi Masyarakat Digital Sebagai Tantangan Baru untuk Pemilu Indonesia"Jurnal Etika dan Pemilu 5 no. 1 (2019).

Bangun Suharti. "Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik Anggota Dewan dalam Memberikan Pendidikan Politik dan Menjaring Aspirasi Masyarakat (Studi pada DPRD Kota Bandar Lampung dari Partai Demokrat Masa Bakti 2009-2014)." Jurnal Sosiologi, Vol 16, No 2.

Prayudi. Manajemen Isu dan Tantangan Masa Depan: Pendekatan Public Relations, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 4 No 4 (Juni, 2007).

Helmi Chandra, "Perluasan Makna Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi." Jurnal Konstitusi 19 no. 4 (2022).

Jiayu Chen. "Research on the Echo Chamber Effect", Prosiding dalam the 2021 International Conference on Public Art and Human Development (ICPAHD 2021), Jurnal Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 638.

Wulandari, Virani, Gema Rullyana, and Ardiansah Ardiansah. "Pengaruh algoritma filter bubble dan echo chamber terhadap perilaku penggunaan internet." Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi 17

Rajashri S.Limaye. "The importance of Information Integrity, Security, Networking and Data Protection", International Journal of Innovations in Engineering and Technology (IJIET). Vol 2, No  3, Juni 2013.

Andi Youna Bachtiar, Propaganda Media Teori dan Studi Kasus Aktual, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015)

Diskominfo Kabupaten Badung. 2018. "Pengertian Literasi Media". Diakses di https://diskominfo.badungkab.go.id/artikel/17916-pengertian-literasi-media

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun