Mohon tunggu...
Inayah Ainun
Inayah Ainun Mohon Tunggu... -

Sedang menuntut ilmu di UIN Jakarta Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salah Siapa, Siapa Salah

28 Desember 2014   11:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:19 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Melli, aku tinggal di sebuah desa terpencil dimana masyarakatnya sangat minim dengan pengetahuan agama. Aku tidak menyalahkan siapa-siapa dengan keadaan yang selama ini menimpa desaku. Kehadiran pemuka agama hanya menjadi sebuah hiasan belaka. Taman Pendidikan Al-Quran pun hanya diisi dengan anak-anak kecil usia sekolah dasar. Umumnya di desaku anak yang sudah lulus SD tidak mau lagi melanjutkan mengaji dengan alasan yang sepele yaitu malu karena temannya hanya anak-anak kecil. Bukan hanya itu juga, para orang tua tidak menyuruh anaknya untuk mengaji. Mereka hanya sibuk mencari uang dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tanpa memikirkan pendidikan spiritual bagi anak-anaknya.

Ini adalah pengalaman burukku. Aku menikah pada usia yang sangat belia karena faktor pergaulan bebas. Entah mengapa aku bisa menjadi korban rayuan pacarku. Sebut saja Rino. Kita berpacaran sejak aku masih duduk di kelas tiga SMP, sedangkan Rino pada saat itu kelas tiga SMA. Kita jalan setiap hari minggu. Sering pergi berdua. Layaknnya memadu kasih bagaikan pasangan suami istri. Entah setan apa yang merasuki diriku. Aku tahu ini semua salah, tetapi Rino selalu bilang, “Hubungan kita aman kog, kamu nggak bakalan hamil, tenang saja meskipun kamu hamil aku akan bertanggungjawab”, katanya sehabis melakukan hubungan terlarabg itu kepadaku. Kejadian itu berulang-ulang sampai satu tahun.

Seiring berjalannya waktu, Rino lulus SMA kemudian dia memutuskan untuk pergi mengadu nasib di Jakarta untuk bekerja pada sebuah pabrik di sana. “Aku mau pamit sama kamu Mel, mungkin hubungan kita sampai di sini saja, satu minggu lagi aku akan berangkat ke Jakarta”, katanya memberitahuku melalui sebuah pesan singkat. Aku tidak membalas pesan singkatnya itu, aku hanya diam dan mengurung diri di kamar. Perasaan takut mulai menggelayuti seluruh tubuhku. Hatiku berkecamuk. Bayang-bayang jikalau aku nanti hamil di luar nikah dan dia sudah pergi dari desaku mulai menari-nari di atas otakku. Akhirnya, malam itu aku memberanikan diri untuk menceritakan semuanya pada ibuku.

Ibuku saat itu tengah menonton tivi bersama ayahku diruang tengah. ruangan itu hanya terdapat sebuah televisi berukuran 14 inci dan sebuah lemari yangsudah lapuk dimakan usia. Aku mulai mengumpulkan keberanian yang mulai pupus dari tubuhku. “Ibu... Ibu...” panggilku sambil sesenggukan. “Iya Mel, ada apa? Kog kamu nangis?”, ibuku bertanya balik kepadaku. “Meli mau cerita sama Ibu, tapi di kamar aja ya Bu”, rengekku manja. “Kenapa kamu Mel, cengeng banget jadi anak, kamu udah gede udah kelas satu SMA masih jadi tukang nangis aja kamu,” timpal Ayahku sinis. Begitulah ayahku hanya bisa memarahi anaknya tanpa mau mendengarkan penjelasan anaknya terlebih dahulu. “Sudah-sudah ayo masuk kamar cerita aja sama Ibu di kamar, nggak usah dengerin ayahmu, ayo masuk”, kata Ibuku sambil beranjak dari duduknya di atas tikar.

Malam itu merupakan malam bersejarah yang tak mungkin aku lupakan sepanjang hidupku. Aku sangat beruntung mempunyai Ibu yang sabar dan mau mendengarkan penjelasan analnya. Akupun mulai bercerita pada pokok permasalahannya. “Ibu, aku mau jujur sama Ibu”, kataku mulai membuka percakapan. “Jujur masalah apa? Cerita saja sama Ibu kamu nggak usah takut”, jawab Ibuku. “Bu, sebenarnya aku sudah pernah melakukan dosa yang sangat besar, mungkin Ibu tidak akan memaafkanku jika Ibu tahu ini semua, aku sudah pernah berzina Bu”, kataku. Mendengar itu semua ibuku hanya terdiam, dengan spontan langsung melepaskan pelukan yang tadinya diberikan kepadaku. “Siapa laki-laki itu Mel?”, tanya ibuku. “Rino Bu, pacarnya Meli dia minggu depan akan pergi ke Jakarta Bu, Meli takut kalau tiba-tiba Rino menghilang dan terjadi apa-apa sama Melli akibat perbuatan yang pernah kami lakukan. Plak. Suara tamparan mampir ke atas pipiku. Ibuku langsung keluar dari kamar meninggalkan diriku begitu saja sambil menangis. “Kenapa Bu, kenapa menangis?” tanya ayahku kepada ibu. “Anakmu kurang ajar Yah, dia sudah bikin malu keluarga, dia sudah berzina sama Rino, pacarnya dia itu”, jawab ibuku dengan nada tinggi sambil emosi. Kakakku yang sedang belajar di kamar langsung ikut keluar. Dia menangis matanya sembab. Dia menghampiriku di kamar. “Dasar anak kurang ajar, kita ini sudah miskin, kamu malah berani-beraninya berbuat seperti itu, sudah Kakak bilangin kan, nggak boleh pacaran, kamu masih kecil, sekolah dulu yang bener”, hardiknya kepadaku dengan suara yang lantang tetapi diiringi dengan tangisan. Kakakku memang salah satu murid berprestasi di SMA kami, namanya Mella. Dia pernah meraih juara olimpiade Matematika di kabupaten kami. “Maafkan Melli Kak, maaf”, jawabku memelas. Dia hanya diam kemudian dia pergi meninggalkanku begitu saja di kamar. Ayahku masuk, aku masih ingat dengan jelas bagaiman ekspresi wajahnya saat itu, wajahnya merah padam. Beliau langsung menarikku dari atas tempat tidur. Menyeretku keluar dari kamar, lalu mengambil sapu dan memukulkan ke badanku beberapa kali. “Ampun Ayah, ampun, maafkan Meli Ayah, cukup Ayah, cukup,” rengekku sambil menahan rasa sakit yang menghantam seluruh tubuhku. Ayahku berhenti memukuliku, aku lihat di matanya air mata mulai menetes di atas pipi. Tiada yang peduli denganku malam itu kakakku yang biasanya sangat peduli kini tak peduli lagi denganku, begitupula dengan ibuku. Ayahku kemudian membiarkanku menangis di kamarku, aku hanya menangis di kamar sendirian. Setelah itu suasana di dalam rumah sepi, hanya ada suara televisi. Sementara di luar rumah aku mendengar banyak orang berbincang-bincang di sekeliling rumah kami. Aku sudah mengira, pasti sudah banyak orang yang mengerumuni rumahku karena suara jeritanku.

Malam itu aku menangis sampai pagi. Ketika matahari mulai menampakkan sinarnya, ku lihat pamanku datang ke rumahku. Sempat aku mendengar perbincangan mereka, ternyata mereka sedang membahas tentang diriku. Mereka sedang merencanakan pernikahanku. Aku sudah mengira sebelumnya, pasti hal ini akan terjadi. Menikah di usia muda bukan cita-citaku. Aku bercita-cita ingin menjadi seorang pekerja kantoran yang menyetir mobil sendiri ketika pergi ke kantor, dan mempunyai sebuah rumah yang ada pembantunya. Itu merupakan cita-citaku sejak kecil. Tapi kini semua pupus. Sekarang yang ada di bayanganku aku akan menjadi seorang istri dari seorang buruh pabrik. Dan aku membayangkan jika kami mempunyai anak, mau kami kasih makan apa anak kami.

Siang itu juga, Bibiku memberitahukan kepadaku tentang pernikahanku dengan Rino selepas magrib. Aku tak bisa berkata-kata. Tak bisa membayangkan bahwa aku akan menikah pada usia 16 tahun. Sedangkan kakakku belum menikah dan akan terus melanjutkan sekolahnya sampai sarjana. Dan pastilah dia lebih sukses daripada diriku. Aku tidak melihat ibu dan ayahku masuk ke kamarku. Hanya bibi dan pamaku yang masuk ke kamarku dan memberikan wejangan kepadaku. “Melli, kamu sebentar lagi akan jadi istri, kamu harus lebih dewasa, jika ibu mertuamu menyuruhmu masak dan beres-beres rumah, lakukan ya Nak, kamu nggak bisa manja lagi kayak di rumah, besok kamu sudah harus tinggal di rumah mertuamu ikut suamimu. Karena kamu tidak bisa tinggal di sini. Kamu liatkan suasana rumah tidak lagi kondusif, bahkan kakakmu Mella mengancam dia akan pergi dari rumah kalau dia serumah sama kamu dan suamimu.” Nasihat bibiku kepadaku. Aku merasa tidak diperlakukan adil di sini. Kenapa orang tuaku lebih menuruti permintaan kakakku tanpa memikirkan perasaannku. Tapi apa dayaku di sini, aku tahu diri mungkin sekarang aku sudah dianggap bukan anak lagi oleh ayah dan ibuku. “Iya Bi”, jawabku singkat. “Perbanyak ibadah kepada Allah ya Mel, kamu harus bertaubat kepada Allah atas segala dosa yang sudah kamu perbuat, kamu tahukan yang kamu lakukan itu dosa?” tanya bibiku. “Iya Bi, insya Allah”, jawabku. Aku tahu memang keluarga pamanku lebih agamis di bandingkan dengan keluargaku. Kedua anaknya di pesantrenkan di Jawa. Sangat berbeda sekali dengan keluargaku, yang sholatnya hanya setahun dua kali yaitu ketika sholat idul firi dan idul adha. Sedangkan kakakku lumayan rajin, meskipun solat lima waktu tidak dia laksanakan sepenuhnya.

Singkat cerita, sehari berselang, aku berkemas-kemas untuk pindah ke rumah sang mertua. Selama ini Rino tinggal bersama ibu tirinya. Ibuya meninggal ketika dia berumur dua tahun. Kemudian sang ayah menikah lagi ketika dia berumur empat tahun. Beruntung sang ibu tiri sangat menyayangi Rino. Ibu tirinya tidak bisa hamil karena mengalami kemandulan. Ibunya membuka toko kelontong untuk menyambung hidup mereka sehari-hari. Rumah sederhana bercat kuning gading dengan beralaskan ubin berwarna putih kini menjadi tempat singgah baruku.

“Alhamdulillah, anak mantuku datang”, sapa ibu Rino dengan ramah kepada kami. “Ayo masuk, jangan malu-malu Melli ini sekarang menjadi rumah kamu juga”, tmbah beliau. Aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Sini duduk dulu Nak, kita ngobrol-ngobrol sebentar”, kata ibu mertuaku. “Begini, rencananya hari Rabu besokkan Rino mau berangkat ke Jakarta, tapi malah nggak jadi gara-gara jodohnya sudah datang”, ceritanya. “Jadi sekarang kamu bantu Ibu di toko kelontomg ya, nanti biar Rino menyadap karet milik Pamanmu Mel, tadi malam Ibu menelpon pamanmu dan dia setuju dengan usulan Ibu. Jadi Rino tidak usah pergi ke Jakarta biar dia bersamamu di sini, tidah usah sungkan sama Ibu, anggap aja Ibu ini Ibu kandung kamu. Ibu senang dapat temen baru di rumah ini, dan sebentar lagi pasti Ibu akan punya cucu, bukan begitu Mel?, tambah beliau. “Tapi Bu, Meli masih takut kalau hamil sekarang nggak bisa bayangin kan Meli masih kecil Bu, kataku kepada Ibu. “Loh, loh, loh, kalau orang menikah itu ya hasilnya anak dan kalau punya anak itu harus hamil dulu daru perut kamu, masa iya anaknya mau lahir dari batu?”, kata ibu mertuaku sambil tertawa. “Tapi kamu tenang saja, terserah kamu mau hamilnya kapan, nggak usah buru-buru, sekarang yang penting kamu perbaiki diri dahulu dekatkan dirimu kepada Allah ya Mel”, tambah beliau. “Iya Bu, terima kasih sudah menerima kami dengan baik di sini,” kataku. “Tidak ada alasan ibu untuk tidak menerima kalian berdua, ini rumah kalian, kalian bebas tinggal di sini, ya sudah Ibu mau ke toko dulu” jawab Ibu mertuaku. Kemudian beliau meninggalkan kami berdua.

Hari-hari ku lewati bersama suami dan ibu mertuaku. Aku merasakan perubahan yang sangat-sangat signifikan dalam diriku. Aku kini sudah berjilbab menjadi lebih taat beribadah kepada Allah, ini semua berkat ibu mertua yang selalu membimbingku ke jalan Allah. Beliau memang sosok perempuan yang taat, yang sangat sabar menghadapi segala cobaan. Bahkan sebenarnya beliau sangat terpukul ketika mendengar Rino sudah berzina denganku. Beliau merasa gagal menjadi seorang Ibu. Gagal menjaga amanat yang diberikan oleh almarhum suaminya. Tapi beliau segera bangkit dari itu semua. Beliau tidak mau merasa bersalah untuk kedua kalinya. Untuk itu, beliau berusaha sekuat tenaga untuk membimbing kami ke jalan Allah. Dan usaha beliau ternyata tidak sia-sia, beliau berhasil membuat aku dan suamiku menjadi lebih dekat dengan Allah SWT dan semakin rajin beribadah kepadanya.

Sepuluh tahun peristiwa itu berselang, kini semua kejadian itu menjadi pelajaran sangat berharga bagiku. Aku hanya bisa terus mengucap syukur kepada Allah, karena sekarang aku sudah dikaruniai seorang putri yang sangat cantik, kini usianya lima tahun. Dan di tahun ini pula aku besrta ibu mertua dan suamiku insya Allah akan menunaikan ibadah haji. Sungguh anugerah yang luar biasa bagiku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun