Mohon tunggu...
Inayat
Inayat Mohon Tunggu... Swasta - Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Hobby menulis hal hal yang bersifat motivasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasehat Baik dari Seorang Penjual Kue Cubit Gerobak Keliling

28 September 2024   06:20 Diperbarui: 28 September 2024   06:26 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar/Dokpri

Nasehat Baik  Dari Seorang Penjual  Kue Cubit Gerobak Keliling 


Belajar kehidupan dari orang-orang miskin yang tidak menampakkan raut kesedihan meski hidupnya dalam kekurangan namun tetap dilaluinya dengan penuh kesabaran, bahkan mereka  tidak sakit hati jika tak kau sapa sekalipun, hebatnya lagi  tak terlintas dalam pikirannya untuk mengambil hak orang lain, senyuman selalu mengembang dari bibir yang mungil , hati mereka selalu hidup dan berbinar, rasanya tanpa mereka  menyampaikan sepatah katapun layaknya seorang dai dalam memberikan ceramah bagiku hadir dekat dengan mereka sudah merupakan nasehat bagi diri  seolah mendulang air bagi amal kebaikan malu rasanya bila bersanding dengan mereka, konon hidup mereka  miskin tapi tidak harus mengeluh, karena mengeluh sejatinya sudah dihapus dalam kamus, bukankah  mengeluh hanya akan membuat kita jauh dari rasa syukur, kekurangan .harta bukan alasan bagi kita untuk malas beribadah, sebab banyak diantara orang-orang terdahulu dengan kondisi yang sama namun ibadahnya tidak kendor  inilah sekelumit pembelajaran berharga dari seorang pedagang gerobak dorong kue cubit keliling saat sama-sama berteduh dari derasnya hujan ( Kamis, 26 September 2024) di Masjid Al-Muawanah Jalan Dharma Wanita V Rawa Buaya Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat dia adalah bernama Agus pria kelahiran Brebes 60 tahun yang lalu tinggal di Sumedang dengan 5 anak, dari 5 anak tersebut yang sudah menikah 3 artinya pak Agus hanya tinggal  membiayai  2 anak yang masih sekolah, karena beban hidup di Jakarta yang luar biasa akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya soal pendapatan dari hasil penjualan kue cubit memangnya berapa penghasilan dari jualan kue cubit hingga bisa membiayai  dua dapur di Jakarta dan Sumedang sambil tersenyum malu pak Agus menyampaikan dalam sehari  bisa sampai 300 ribu tetapi itu penghasilan kotor karena belum dipotong untuk beli bahan persiapan besok hari karena proses pembuatan kue cubit dari bahan dsb saya kerjakan sendiri kalau   bersihnya hanya sekitar  150.000 yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, bayar kontrakan perbulan 400 ribu, dan mengumpulkan untuk mengirimkan ke kampung halaman

Tetapi yang paling t menakjubkan bagi saya adalah  rupanya pak Agus dalam jualan keliling memiliki kebiasaan selalu menjadikan Masjid sebagai tempat istirahat  atau mangkal sekalian jika masuk waktu sholat untuk melaksanakan sholat berjamaah  menurutnya terasa sejuk hatinya  jika istirahat di masjid sekaligus sebagai pengingat untuk tidak lupa menunaikan kewajiban sebagai hamba Allah   rizki bisa dicari tetapi ibadah tidak boleh ditinggalkan mendengar pernyataan ini  rasanya menampar kesadaran saya betapa masih banyak orang diluaran sana yang hidupnya berkecukupan tetapi belum tentu berpikir sebagaimana yang  bapak Agus pikirkan ini memberikan sebuah kesadaran betapa pembelajaran baik itu tidak melulu harus  datang dari orang terkenal, publik figure, atau pejabat tetapi juga malah muncul dari seorang yang kita anggap biasa saja sebagaimana pembelajaran yang bisa dipetik dari bapak Agus seorang  penjual kue cubit indahnya melihat kesadaran bapak Agus  begitu banting tulang untuk menghidupi anak-anaknya rela  berkeliling menjajakan kue cubit ,masih menyempatkan waktu tuk bersujud di tengah hiruk pikuk kota Jakarta , sedikit tapi berkah begitu yang beliau inginkan  seperti itulah romantika kehidupan yang dialami bapak Agus terkadang harus meminta semua darinya tenaga, pikiran agar tetap berjalan tanpa merasa  menelusuri jalan lingkungan di Kelurahan Rawa Buaya tidak jarang harus melewati cuaca panas bahkan terkadang hujan belum lagi kotoran debu dari kendaraan yang lalu lalang namun semua itu tetap dilalui dengan setia  mendorong gerobaknya sambil sesekali berteriak menawarkan kue cubit

Input sumber gambar/Dokpri
Input sumber gambar/Dokpri

Kakek dari 6 cucu ini menyadari  untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Jakarta dan di Sumedang terkadang harus menyedot semua tenaga pegalnya kaki berjalan, dan tangan untuk mendorong  tetap semangat untuk berkeliling kurang heroik apa yang dilakukan bapak Agus di saat banyak anak-anak muda yang rela waktunya dihabiskan untuk sekedar nongkrong yang kurang memberikan bagi kehidupan sejatinya kita harus banyak belajar dari kisah heroiknya seorang penjual kue cubit keliling   yang hanya lulus SMP   tetapi mampu memberikan pembelajaran berharga yakni kerja keras bapak Agus mendorong gerobak kue cubit saat usia yang sudah tidak muda lagi (60) tahun jelas  terdapat keterbatasan kekuatan fisik tetapi kakek enam cucu ini  memiliki semangat bertahan hidup di Jakarta dengan tetap berjualan kue cubit semata-mata demi istri, dua anak yang masih membutuhkan biaya serta  keenam  cucunya yang tinggal dikampung halaman Sumedang

Input sumber gambar/Dokpri
Input sumber gambar/Dokpri

Kesimpulan 

Setiap manusia pasti mendambakan kesuksesan dalam hidup didunia dan akhirat, sebagaimana tergambar  dalam setiap doa kita "Rabbana atina fiddun 'ya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina aza bannar". Bahkan seorang Muslim seharusnya menjadikan nikmat dunia yang diberikan Allah sebagai alat dan kendaraan meraih akhirat, menjadikan harta . dan kenikmatan dunia lainnya sebagai sarana memperoleh pahala dari Allah, dan tidak  mengorbakan usianya dengan  meninggalkan amal shalih dan mengejar dunia. apa yang dilakukan oleh bapak Agus seorang penjual kue cubit keliling dengan menjadikan Masjid sebagai tempat istirahat semata-mata untuk melaksanakan sholat di awal waktu merupakan nasihat bagi kita.

Input sumber gambar/Dokpri
Input sumber gambar/Dokpri

Sabtu, 28 September 2024

Kreator : Inay Thea

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun