Di antara ayata-yat Al Quran yang mengajak kepada taubat dan menganjurkannya, serta menjelaskan keutamaannya dan buahnya adalah firman Allah SWT: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).
Mengapa Nabi Muhammad SAW Bertaubat Bukankah Ia Bersifat Maksum (Terpelihara) Dari Dosa dan Kesalahan
Sebuah pertanyaan disampaikan oleh salah satu peserta yang hadir saat pelaksanaan kajian bersama menyakan tentang tentang mengapa Nabi Muhammad SAW beristigfar dan bertaubat kepada Allah SWT sebanyak seratus kali dalam sehari, dan ada riwayat 70 kali  bukankah  Nabi termasuk hamba yang maksum (terpelihara dari salah dan dosa) baginya, di samping sifat siddq, amnah, tablgh dan fathnah. Sifat kemaksuman merupakan keistimewaan yang diberikan Allah kepada Rasul-,untuk menjaga kelangsungan risalah, lalu bagaimana dengan taubatnya Rasulullah SAW bukankah taubat itu artinya memohon ampunan atas segala kesalahan yang telah dilakukan sementara sudah  menjadi sebuah keyakinan bagi ummatnya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah termasuk hamba yang maksum, namun beliau tetap memohon ampuna kepada Allah SWT sebagaimana dalam salah satu sabdanya "  "Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali." (HR. Bukhari) bahkan dalam hadis lain dikatakan ""Wahai sekalian manusia. Taubatlah (beristigfar) kepada Allah karena aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali." (HR. Muslim)
Seharusnya kita berpikir jernih bahwa apa yang dilakukan Rasulullah SAW menjadi teladan bagi ummatnya karena seorang Nabi pun yang maksum tetap memohon ampunan kepada Allah SWT setiap harinya sekalipun dosa-dosa beliau di masa lalu maupun di masa mendatang telah diampuni oleh-Nya. Beliau SAW bersabda: "Sesungguhnya, qalbuku tidak akan terhibur kecuali setelah aku beristigfar kepada Allah SWT dalam satu hari 100 kali (HR. Muslim)
Sebagai manusia biasa tentu kita harus malu dengan Rasuullah  SAW lantaran kita tidak seperti beliau yang dosanya telah diampuni dan maksum (terhindar dari perbuatan dosa), sementara kita hanya manusia biasa yang tentu saja lebih sering melakukan kesalahan tinimbang amal kebaikan karena itu atas apa yang dilakukan Rasulullah SAW hendaknya menjadi cermin dengan melazimkan terhadap diri  mengkatupkan kedua bibir kita seraya bergumam pada setiap harinya dengan mengucapkan istigfar atas segala dosa dan kesalahan Â
Jadikan kebiasaan Rasulullah SAW sebagai tauladan kita, beliau adalah manusia paling mulia, dan  paling banyak beristigfar dan bertaubat padahal Nabi Muhammad  adalah orang yang telah diampuni dosa yang telah lalu dan yang akan datang, namun demikian, untuk menambah  wawasan dalam pemikiran tentang taubat maka hendaknya kita pahami dulu pengertian taubat  secara bahasa  berasal dari kata  (Tauba) yang bermakna kembali. Dia bertaubat,  artinya ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa) , taubat juga diartikan  kembali kepada Allh dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa lalu melaksanakan semua hak Allh Azza wa Jalla, dan taubat juga bisa diartikan kembali  dari ketidaktaatannya ke ketaatannya, kembali mematuhi dia setelah pelanggaran, dan Tobat adalah kembali dekat dengan Allah setelah jauh dari Allah
Sedangkan secara Syar'i, taubat adalah meninggalkan dosa karena takut pada Allh, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari amalnya. dari ari pengertian tersebut, jika Rasulullah bertobat, apakah artinya Rasulullah telah melakukan perbuatan tercela dan hina? Apakah artinya Rasulullah telah berbuat maksiat? Apakah artinya Rasulullahjauh dari Allah SWT? tentu saja tidak demikian Sebab, Rasulullah itu maksum, sosok yang dijaga dari kemaksiatan, dijaga dari perilaku hina dan tercela, dijaga dari salah dan dosa. pertanyaan berikutnya adalah untuk apa Rasulullah SAW bertobat ? rasanya perlu melihat kategori taubat dalam persfektif ilmu tasawuf yang membagi kedalam istilah " Taubat, Inabah, dan Aubah" sebagaimana yang tercantum dalam "Ar-Risalah al-Qusyairiyyah fi'ilm al-Tasawwuf (465 H) yang membagi taubat kedalam tiga bagian antara lain : taubah, inabah, dan aubah.
Pertama, "taubah". Yaitu, ketika seseorang bertobat dari dosa karena faktor takut azab Allah. Ini tobat mayoritas manusia sebab manusia dapat dipastikan berbuat disadari atau tidak , kedua, "inabah" yaitu ketika seeorang bertobat karena berharap pahala dari Allah SWT ini taubat yang sering diamalkan oleh para wali Allah SWT, dan yang terakhir "aubah" yaitu ketika seseorang bertaubat bukan karena faktor takut azab, bukan pula karena berharap pahala, bukan karena takut neraka, bukan pula berharap syurga aubah inilah  tobat yang dilakukan para Nabi dan Rasul termasuk Nabi Mhammad SAW, jadi dapat disimpulkan jika Rasulullah SAW bertobat bukan didasakan karena Rasulullah SAW menyesal teleh berbuat dosa bukan karena takut neraka, bukan pula karena berharap pahala dan ingin masuk surga. Atas dasar tersebut bagaimana mungkin Rasulullah bertobat karena takut neraka atau karena berharap surga, sementara Rasulullah adalah wasilah kita bisa selamat dari siksa neraka, wasilah kita bisa masuk surga. dan menjadi syafaat (penolong) bagi ummatnya, dengan demikian alasan Rasulullah SAW bertobat dan beristigfar adalah