BERJODOH DENGAN KOMPASIANA ?
Kalau diibaratkan dunia percintaan kemanapun kaki melangkah jauh kalau sudah jodoh tak kan kemana tetap akan kembali menemui jodohnya itulah jika diibaratkan pertemuan saya dengan  kompasiana.com sebagai blog jurnalis yang bertransformasi menjadi media warga (citizen media).Â
Di sini saya bisa dengan bebas tanpa ada rasa takut,was-was, terintimidasi, hmm  asal memenuhi standar yang telah ditentukan  baru bisa lolos untuk  menayangkan berita untuk  berbagi pengetahuan, pengalaman dan menyalurkan ide ,gagagasan dan opini di media dalam bentuk tulisan peristiwa yang dialami.
Menyampaikan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, kompasiana tempatnya untuk menampung konten dari seluruh lapisan masyarakat dengan latar belakang pendidikan, budaya dan profesi dari berbagai bidang keahlian, disiplin ilmu untuk ikut berbagi informasi dan pengalaman tanpa ada sekat.
Membuang jauh-jauh perasaan lebih unggul dari yang lain semua menjadi satu untuk saling berbagi pengetahuan, dan pengalaman semua yang tergabung dalam rumah kompasiana adalah sumber belajar
Mengapa kompasiana bagi saya layaknya dalam pencarian jodoh? Karena diawali  proses pencarian didunia maya alamat website yang bisa menampung hasil coretan saya yang terlanjur disusun untuk melanjutkan kebiasaan menuliskan kegiatan bestpraktice saat bergabung di program Pengembangan Masyarakat ada beberapa alamat website yang saya dapatkan antara lain: Opini.Id, Kumparan.com, Terminal Mojok.co, Detik.com, MediaIndonesia.com, Geotimes.co.id, WordPress.com, Medium, Penzu.com, Webs.com, Ghost.org, Kompasiana.
Ada banyak  banyak website yang bisa dimanfaatkan untuk mengirimkan tulisan secara online namun dari semua yang saya kirimkan tulisan hati saya hanya tercantol jatuh cinta terhadap kompasiana karena respon secara cepat, detail untuk bisa bergabung  dirumah besar  kompasiana bagi saya penjelasan ini sangat membantu memudahkan untuk bisa merawat hobi saya dalam menulis walaupun masih jauh, dan jauh  dari kualitas, maklum masih merangkak.
Terlebih di  kompasiana saya termasuk masih kategori "Muallaf" pinjam istilah agama dibandingkan dengan para senior-senior yang hebat-hebat mereka sudah malang melintang di kompasiana saya suka menikmati tulisan para senior di Kompasiana.
Asiknya mereka bercerita lewat tulisan ada sisi yang harus saya ambil sebagai pembelajaran tentang bagaimana para senior menyuguhkan lezatnya menu diksi yang mereka suguhkkan, sangat apik, cantik dan menarik khususnya  bagi saya untuk selalu belajar dan belajar  mengasah kemampuan dari para senior. Sebut saja  ada mbah Felix Tani, Merza Gamal, Ibu Isti Yogiswandani, Tjiptadinata, D. Wibhyanto, Tati Ajeng Saidah, Bunda Roselina Tjiptadinata, Ari Budiyanti, Akbar Pitopang,Efwe, Hennie Triana Oberst, El Lazuardi,  Dr. Herrie Purwanto, Irwan Rinaldi Sikumbang, Itha Abimanyu, Prof. Hendry I. Elim, Taufik Hidayat,Reinhard Hutabarat, Martha Weda, Y. Edwars Horas,S, Irwan Rinaldi Sikumbang, Ariani Listia, Anton 99, Agustian Deny Ardiansyah, Agustina Purwantini, Khoirul Takwim, Maheng, Bambang, Andi Firmansyah, Parlin Pakpahan, Rokhman, Suprihati, Sucahyo, Wiwin Zein, Wijaya Kusuma, Jandris Slamat Tambatua, Denik 13, Sutiono, Suprihadi, Joko Martono, Aki Hensa, Gobin, Ayah Tuah, Edi Purwanto, R. Windu  dan masih banyak lagi nama-nama para senior yang tidak bisa saya sebutkan.
