Mohon tunggu...
Inayat
Inayat Mohon Tunggu... Swasta - Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Hobby menulis hal hal yang bersifat motivasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa Menghantarkan Manusia Menjadi Pintar Merasa, Bukan Merasa Pintar

5 April 2023   08:20 Diperbarui: 5 April 2023   08:21 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  Dok. Tribun Sumsel

                                                                                                                

Puasa Menghantarkan Manusia Menjadi  Pintar Merasa Bukan Merasa Pintar

Puasa tidak sekedar menahan dari sesuatu yang membatalkan secara fiqh tetapi puasa harus bisa menghantarkan mansia menjadi sikap yang tawadu' terhadap sesama  rasanya tidak  pantas seorang hamba yang memiliki banyak kekurangan menyombongkan diri, karena bernama  manusia jauh dari kata sempurna dan tidak memiliki kuasa penuh mengenai apa yang akan terjadi atas dirinya.dan sikap tawadu  merupakan sifat seorang Muslim  tidak merasa paling baik dan selalu rendah hati, bahkan sifat demikian telah banyak dicontohkan Rasulullah SAW dari berbagai kisah-kisah menarik yang tertulis diberbagai buku sejarah  dan perlu diingatkan  bahwa kalimat pengagungan hanya milik Allah SWT karena dengan kalimat tersebut mengisyaratan tentang  kekuasaan, mengatur, melihat, memberi, menghukum, dan memberikan pahala atas semaian amal kebaikan hamba-Nya

Manusia dengan puasa sesungguhya sedang dilatih untuk tidak boleh menyombongkan diri kepada orang lain karena Allah yang boleh berlaku sombong, hanya Allah yang bisa mengatakan 'hanya saya yang bisa menghancurkan apa yang saya mau' 'saya bisa mewujudkan apa yang saya inginkan' tapi dengan manusia tidak demikian,karena itu puasa ketika memaknai, meresapi tujuannya sangat mulia yaitu bagaimana orang puasa memiliki sikap tawadhu yang selalu merendahkan diri dihadapan orang lain, tidak membusungkan dada, tidak meremehkan dan bahkan sebaliknya selalu merangkul pihak lain dengan nuansa ke-adaban  karena berpuasa merupakan salah satu cara membuat hati lebih tawadhu, tunduk atas perintah Allah SWT. 

Puasa juga  sebagai momen menahan diri dari segala gejolak emosi serta keinginan yang mengarah pada keburukan,kedzaliman, dan seabreg sikap negative lainnya yang ada pada manusia  akan terhalang dengan adanya nilai-nilai positif puasa yang terbingkai dalam bathin seseorang yang menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan, sebaliknya puasa akan menumbuh suburkan sikap sederhana, bersahaja, saling menghargai, saling berbagi,tidak pamer,bersahaja dan cenderung menampilkan sikap ketawadhuan dalam kondisi dan situasi apapun

Sebagaimana Al-Qur'an menyampaikan dengan gamblang bahwa sifat sombong dan takabbur seperti layaknya Iblis yang menolak perintah Allah untuk menghormati  pada Nabi Adam. Iblis sombong merasa diciptakan dari api oleh Allah sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an Surat Al A'raf:12. "(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." Iblis pada ayat ini menujukkan sikap angkuhnya dengan membusungkan dada mengatakan "HADZA LII" alias ini aku lebih mulia, lebih agung, dan lebih hebat diciptakan dari api sedangkan adam dari tanah maka pantaskah aku harus tunduk terhadap Adam yang hanya diciptakan dari tanah? Begitulah kira-kira kesombngan iblis yang digambarkan Allah SWT dalam kitab suci-Nya, pada tahapan kehidupan manusia bahwa sikap takabur, sombong, ujub menjadikan pelakunya cenderung meremehkan, merendahkan orang lain seperti yang dilakukan iblis terhadap Nabi Adam. 

Mengutip pendapat Imam Al Ghazali mengatakan siapa pun orangnya yang merasa dirinya lebih baik dari hamba Allah lainnya maka dia adalah pelaku takabur, sombong dan ujub atas ini Al-Qur'an mengingatkan "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (QS Al Furqan: 63).

Berikut ciri manusia tawadhu sebagai nilai yang paling substansi dari puasa adalah menghantarkan  manusia menjadi tawadhu dengan tidak  berbicara dengan ungkapan-ungkapan kebathilan, kesombongan , keangkuhan,  dan meremehkan orang lain, jika berbicara tidak pernah merasa paling benar, ketika berjalan tidak terlihat sombong dan senantiasa memperlakukan orang lain dengan santun dalam suasana keadaban, apabila berbicara, maka berbicara yang mengandung manfaat bagi orang lain, lebih banyak mendengar dari berbicara  sesekali baru menyampaikan sesuatu dan bermanfaat, kalau orang bercerita dia bertanya dan merespon dengan santun., dan jika  berhadapan dengan orang pandai cenderung bertanya untuk mendapatkan wawasan  kalau dia bertemu dengan orang kurang pandai, dia akan memberikan sesuatu yang bermanfaat , selalu merasa rendah dan tidak merasa paling baik dari orang lain, maka Allah SWT yang akan meninggikan derajatnya, mereka adalah orang-orang yang berbicara tidak dengan ungkapan-ungkapan angkuh bahkan tertanam dalam dirinya sikap bisa merasa, bukan merasa bisa, pintar merasa bukan merasa pintar.

Berharap puasa yang dijalankan  bisa menghantarkan kita menjadi manusia yang tawadhu, penuh keadaban, dan merangkul semuanya dengan nuansa akhlak. Wallahu A'lamu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun