Mohon tunggu...
Ina Septi Wijaya
Ina Septi Wijaya Mohon Tunggu... -

passion of youth keepin smile :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Awas!!! Siaga 1 Mafia-mafia Pendidikan

5 Mei 2012   12:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:40 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan sebuah Negara yang besar dan kaya, namun bukanlah sebuah negara yang maju. Indonesia sedang mengalami perkembangan dalam menuju taraf yang lebih baik dan berusaha mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang telah lebih dulu berlabelkan negara maju. Ketertinggalan Indonesia terjadi pada semua bidang baik ekonomi, industri, science, teknologi bahkan dunia pendidikan kita.

Sebenarnya pada masa pemerintahan orde lama hingga orde baru, Indonesia termasuk Negara yang patut diacungi jempol dan Negara yang besar dengan kekayaan alamnya dan warganya yang gigih dan ramah tamah, begitu pula pada sektor pendidikan. Pada masa itu pelajar-pelajar dari luar negeri seperti Malaysia, singapura bahkan Australia dan Negara lain sangat antusias dengan pendidikan di Indonesia. Namun apa yang terjadi pada saat ini?? Sekarang para pelajar kita malah berbondong-bondong ke luar negeri untuk mengenyam pendidikan disana, mulai dari Negara-negara tetangga seperti Malaysia, singapura sampai Negara yang cukup jauh seperti jerman, belanda maupun USA.

Kemunduran pendidikan kita ini bisa disebabkan karena beberapa faktor. Salah satu faktor yang muncul saat ini adalah sudah tidak “bersihnya” pendidikan kita. Dunia pendidikan mulai dicampuri tangan-tangan kotor yang melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Semua komponen pendidikan sudah tercemar dengan “penyakit” ini mulai dari peserta didik, orangtua murid hingga bahkan yang sangat ironis adalah guru (pendidik) itu sendiri. Dan praktek-praktek haram tersebut kini berjalan dengan “muka tembok” secara terang-terangan pada publik dan sudah menjadi rahasia umum.

Orang Tua Murid

Cobalah Anda ingat-ingat, apakah saat Anda sekolah dulu mulai dari SD, SMP dan SMA apakah orangtua Anda memberikan suatu “cindramata” atau “salam tempel” kepada wali kelas Anda?? Ya, banyak orangtua yang melakukannya saat pengambilan rapor anak-anak mereka. Aktifitas yang tidak etis tersebut dilakukan dengan alih-alih sebagai ucapan atau tanda terimakasih orang tua kepada guru lebih khususnya wali kelas atas jasa mereka dalam mendidik anak mereka selama belajar.

Ada fakta yang lebih mencengangkan lagi mengenai tindakan kotor yang dilakukan orangtua ini. Salah satu fakta yang terangkat media yaitu kasus pada salah satu sekolah di Jambi dimana seorang anak yang kurang mampu dan menduduki peringkat pertama di kelasnya namun tiba-tiba diturunkan menjadi peringkat 3 atau 4. Hal sebaliknya terjadi pada anak orang tua yang berkantung tebal yang bisa naik menjadi peringkat 1 dan 2 dengan sedikit pelican yaitu UANG.

Praktek “uang pelicin” yang dilakukan orangtua murid belum habis sampai disitu. Banyak orangtua yang berkemampuan financial tinggi menggunakan uang mereka untuk “beli bangku” dan menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah maupun universitas unggulan padahal anak tersebut tidak dapat memasuki sekolah atau universitas unggulan dengan kemampuan berpikirnya sendiri.

Murid atau Peserta Didik

Apakah Anda pernah mendengar kasus mencontek missal yang dialami seorang murid SDN Gade II Surabaya pada tahun 2011 lalu? Fakta yang diungkap oleh anak tersebut sangat mencengangkan, dimana anak tersebut membeberkan adanya aksi mencontek massal saat Ujian Nasional. Dimanakah rasa kepercayaan diri anak-anak ini dalam menghadapi ujian? Bahkan yang lebih irasional sang anak dan ibunya yang membongkar kasus ini dihujat dan dikucilkan dimasyarakat. Bagaimana nasib anak bangsa kelak jika bibitnya saja sudah diajarkan pada tindak korupsi kolusi dan nepotisme, sungguh terlalu suram bahkan untuk sekedar dibayangkan.

Guru atau Pendidik

Kasus suap menyuap yang dilakukan oleh oknum guru semakin sering saja terjadi. Seorang figur pahlawan tanpa tanda jasa kini sarat dengan kasus suap. Praktek ini ditemukan pada perdana Uji Kompetensi Awal (UKA) untuk calon guru peserta sertifikasi, terutama di daerah yang sulit dijangkau atau dipantau oleh pemerintah pusat, misalnya kasus yang terjadi di Sumatera Utara pada awal bulan Maret lalu, dimana dikabarkan sejumlah guru diwajibkan menyetor 2 juta per orang kepada oknum dinas pendidikan supaya lulus ujian tersebut. Dengan bahasa kasarnya dapat dikatakan bahwa beberapa oknum guru tersebut menerima gaji PNS dengan cara suap nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun