Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutukan Pesugihan Nyi Blorong

5 Agustus 2024   22:43 Diperbarui: 5 Agustus 2024   22:50 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://radarkudus.jawapos.com/entertainment/694823655/jadi-kesayangan-khodam-nyi-blorong-3-weton-ini-selalu-beruntung-dan-dihormati

Ratih mulai curiga setelah kehilangan anak ketiganya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu apa itu. Suatu malam, ketika Ratno kembali pergi dengan alasan bisnis, Ratih memutuskan untuk mengikutinya. Dia menyelinap di antara bayangan, memastikan tidak terlihat oleh suaminya.

Ratih tiba di gua dan menyaksikan pemandangan yang mengerikan. Di dalam gua, Ratno sedang melakukan persetubuhan dengan seorang wanita cantik yang segera berubah menjadi ular besar. Ratih tersentak, menutupi mulutnya untuk menahan teriakan. Namun, suara gemerisik kecil yang dibuatnya cukup untuk menarik perhatian Nyi Blorong. Siluman ular itu berbalik, menatap Ratih dengan mata yang menyala marah.

Dalam sekejap, Nyi Blorong melilit tubuh Ratih dengan tubuh ularnya. Ratih berusaha melawan, tetapi kekuatan Nyi Blorong terlalu besar. Dengan cepat, siluman ular itu menghancurkan tubuh Ratih. Ratno hanya bisa tertegun, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ratih, yang selama ini setia mendampinginya, tewas di depan matanya karena keserakahannya sendiri.

Nyi Blorong yang marah kemudian beralih ke Ratno. "Kau telah melanggar perjanjian kita," desisnya. "Aku tak butuh saksi manusia lain dalam ritual ini. Kau akan membayar mahal untuk ini." Dengan satu gerakan, Nyi Blorong berubah menjadi ribuan ular kecil yang mengelilingi Ratno. Mereka menggigitnya, membuat Ratno merasakan sakit yang luar biasa. Ular-ular itu merayap ke seluruh tubuhnya, masuk ke dalam mulut, hidung, dan telinganya. Ratno berteriak kesakitan, tetapi tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

Ratno jatuh pingsan dan terbangun di rumahnya, terbaring di lantai. Namun, semuanya sudah berbeda. Kekayaan yang dulu ia miliki hilang begitu saja. Semua harta benda dan properti yang ia kumpulkan dari hasil pesugihan Nyi Blorong lenyap dalam sekejap. Rumah mewahnya runtuh, menjadi bangunan kumuh yang hampir roboh. Tetangganya yang dulu memujanya sekarang memandangnya dengan penuh kebencian dan kecurigaan.

Ratno kini miskin dan hidup dalam penderitaan. Setiap malam ia dihantui oleh bayangan Nyi Blorong dan Ratih. Kematian Ratih selalu muncul dalam mimpinya, membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang. Ratno mencoba meminta maaf dan menebus kesalahannya, tetapi tidak ada yang mendengar. Desa itu mulai menjauhkan diri darinya, menganggapnya sebagai orang gila.

Kehidupan Ratno berakhir tragis. Pada suatu malam yang gelap, suara mendesis mulai terdengar di sekitar rumahnya. Ular-ular kecil yang pernah muncul di gua kembali, kali ini dengan jumlah yang lebih banyak. Mereka melilit tubuh Ratno, menggigitnya tanpa henti. Ratno berteriak meminta ampun, tetapi tidak ada yang datang untuk menolong.

Di pagi hari, tetangga menemukan tubuh Ratno tak bernyawa, penuh dengan bekas gigitan ular. Wajahnya terlihat pucat dan membengkak, mencerminkan penderitaan yang ia alami sebelum ajal menjemput. Tak ada yang tahu pasti bagaimana ia bisa mati dengan cara yang mengerikan seperti itu, tetapi cerita tentang pesugihan Nyi Blorong segera menyebar.

Sejak saat itu, rumah Ratno ditinggalkan dan menjadi bangunan angker. Orang-orang percaya bahwa rumah itu dikutuk oleh Nyi Blorong, dan siapa pun yang mencoba mendekat akan mengalami nasib yang sama. Desa itu kembali tenang, tetapi kisah tentang Ratno dan keserakahannya menjadi peringatan bagi setiap orang. Mereka yang mendengar cerita ini belajar bahwa kekayaan yang diperoleh dengan cara kotor akan membawa malapetaka, dan bahwa dosa serta keserakahan hanya akan berujung pada penderitaan yang tak terperi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun