Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saat Impian Menjadi Kenyataan

4 Agustus 2024   08:09 Diperbarui: 4 Agustus 2024   08:13 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak remaja, hidupku selalu dipenuhi oleh mimpi-mimpi besar. Aku, Satria, tumbuh di sebuah desa kecil dengan pandangan yang luas tentang dunia. Setiap hari aku melihat matahari terbit dari balik bukit, dan aku selalu merasa itu adalah simbol harapan dan kebebasan. Sejak saat itu, aku bertekad untuk meraih kesuksesan dan keluar dari desa ini.

Mimpiku sederhana namun ambisius: menjadi pengusaha sukses di kota besar. Setiap hari aku bekerja keras, belajar dari buku-buku yang dipinjam dari perpustakaan kecil desa. Aku sering berdiri di tepi jalan, memandang jauh ke arah kota, membayangkan diriku suatu hari akan hidup di sana dengan segala gemerlapnya.

Tahun demi tahun berlalu, aku meninggalkan desa dengan tekad bulat. Aku bekerja sambil kuliah, mengumpulkan setiap rupiah dengan harapan dapat memulai bisnis sendiri. Di tengah perjuangan itu, aku selalu teringat dengan kata-kata ayahku, "Jangan pernah berhenti bermimpi, Satria. Mimpi adalah jantung dari kehidupan."

Setelah bertahun-tahun berjuang, akhirnya aku berhasil. Bisnisku berkembang pesat. Dari toko kecil, aku memperluasnya menjadi jaringan ritel besar yang menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari. Aku merasa di puncak dunia. Segala kerja keras dan pengorbanan yang kulakukan akhirnya membuahkan hasil. Aku memiliki rumah mewah di kota besar, mobil-mobil mahal, dan status sosial yang tinggi. Impian yang dulu hanya terlihat samar kini nyata di depan mata.

Namun, seiring berjalannya waktu, kebahagiaan itu terasa hambar. Ketika aku memasuki usia tua, ada kekosongan yang mulai merayap di hatiku. Aku memiliki segalanya, namun terasa seperti ada yang hilang. Aku melihat rumah besar ini, dengan ruang-ruang yang kosong. Kekayaan yang kupunya tidak bisa membeli kebahagiaan sejati.

Sahabat-sahabatku di desa yang dulu sering bermain bersamaku telah lama hilang dari kehidupanku. Keluargaku, yang dahulu selalu mendukungku, sebagian besar sudah tiada. Sisa waktu bersama mereka terbuang oleh kesibukan mengejar kesuksesan. Aku jarang pulang ke desa, dan ketika sesekali aku kembali, semuanya terasa asing. Desa itu berkembang, tapi aku merasa terasing di antara wajah-wajah yang dulu akrab.

Aku duduk di balkon rumahku, memandang ke langit malam yang penuh bintang. Kilauan bintang mengingatkanku pada masa-masa ketika aku masih muda, penuh harapan dan semangat. Sekarang, aku merasa hampa. Aku telah mencapai semua yang kuimpikan, namun aku tidak bisa menikmati apa yang telah kuraih. Hidupku seakan-akan berhenti di titik ini.

Aku merenung, apakah selama ini aku mengejar impian yang benar? Apakah aku terlalu fokus pada kesuksesan material hingga melupakan hal-hal yang benar-benar berarti? Dalam keheningan malam, aku menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang memiliki banyak hal, tetapi tentang hubungan dan kenangan yang kita bangun bersama orang-orang yang kita cintai.

Malam itu, aku membuat keputusan. Aku memutuskan untuk lebih sering pulang ke desa, menghabiskan waktu dengan orang-orang yang masih ada di sana. Aku juga mulai memberikan sebagian dari kekayaanku untuk membantu masyarakat desa, membuka sekolah, dan menyediakan fasilitas kesehatan yang layak. Aku ingin mengembalikan sesuatu ke tempat yang telah menjadi fondasi dari mimpiku.

Usiaku kini sudah tua, tetapi aku tidak ingin sisa hidupku hanya diisi oleh penyesalan. Aku ingin mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan yang sejati, dengan memberikan manfaat kepada orang lain. Impian yang dulu hanya tentang kesuksesan pribadi, kini berubah menjadi impian untuk membuat perubahan positif bagi orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun