Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggu hingga Ajal

30 Juli 2024   23:42 Diperbarui: 30 Juli 2024   23:45 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bawah rindang pepohonan taman yang sepi, Annisa duduk dengan tenang. Matanya menerawang jauh, menatap danau kecil yang berkilau di bawah sinar matahari senja. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa harum wangi bunga yang bermekaran di sekitar. Namun, kesedihan yang mendalam terpancar dari wajahnya, seolah-olah waktu telah membeku di sana, bersama kenangan yang tak pernah pudar.

Annisa mengenang masa lalu, saat hatinya penuh dengan kebahagiaan dan cinta yang tulus. Di taman ini, dia sering bersama Raka, pria yang begitu dicintainya. Mereka bercanda, tertawa, dan bermimpi tentang masa depan bersama. Namun, mimpi itu hancur dalam sekejap ketika Raka terlibat dalam kecelakaan tragis. Kehilangan itu begitu mendalam bagi Annisa; seakan sebagian jiwanya ikut terkubur bersama Raka.

Sejak saat itu, Annisa menutup hatinya untuk siapa pun. Banyak orang datang dan pergi dalam hidupnya, mencoba mengisi kekosongan itu, tapi tak ada yang berhasil. "Hatiku telah tertutup untuk yang lain," gumamnya pada dirinya sendiri. Bukan karena dia tidak ingin bahagia, tetapi cinta yang dia rasakan untuk Raka terlalu kuat, tak tergantikan.

Setiap hari, Annisa datang ke taman ini, tempat di mana dia dan Raka menghabiskan waktu bersama. Tempat ini menjadi saksi bisu dari cinta mereka, sebuah kenangan yang terus dia jaga. Meskipun tahun demi tahun berlalu, rasa cintanya tak pernah pudar. Malam-malam panjang dihabiskan dengan memandangi foto-foto mereka, mengingat suara tawa Raka yang kini hanya bisa dia dengar dalam lamunannya.

Keluarga dan teman-temannya mencoba meyakinkan Annisa untuk melanjutkan hidup, untuk membuka hatinya lagi. "Kau masih muda, masih banyak kesempatan untuk bahagia," kata mereka. Tapi, Annisa hanya tersenyum tipis, karena mereka tak pernah benar-benar mengerti. Bagi Annisa, bahagianya telah pergi bersama Raka. Dia tak pernah menyesali pilihan untuk tetap setia pada cinta yang pernah mereka bagi. "Aku akan menunggumu, Raka, sampai ajal menjemput," bisiknya setiap malam sebelum tidur.

Taman itu menjadi saksi bisu perjuangan Annisa. Tahun demi tahun berlalu, dia tetap setia pada janji yang pernah diucapkan di depan pusara Raka. Usianya bertambah, tapi rasa cintanya tetap sama, seolah-olah waktu tak mampu mengikisnya. Hari-harinya diisi dengan berkunjung ke taman, mengenang masa lalu, dan menunggu dengan kesabaran yang hanya dia pahami.

Hingga suatu hari, Annisa tak lagi tampak di taman. Orang-orang mulai bertanya-tanya ke mana perginya perempuan yang selalu duduk di bangku yang sama, memandangi danau dengan tatapan penuh cinta. Beberapa hari kemudian, kabar menyedihkan itu tersebar. Annisa telah pergi, meninggalkan dunia ini dengan tenang dalam tidurnya.

Di pemakaman, di sebelah makam Raka, sebuah batu nisan baru didirikan. Tertulis nama Annisa, bersama dengan tanggal lahir dan wafatnya. Namun, yang paling menarik perhatian adalah tulisan yang terukir di batu nisan itu: "Menunggu hingga ajal menjemput." 

Kisah cinta Annisa dan Raka mungkin berakhir tragis di mata banyak orang, namun bagi mereka yang memahami, cinta sejati tak pernah berakhir. Meskipun fisik Annisa telah tiada, cintanya untuk Raka akan hidup selamanya. Seperti taman itu yang akan terus berdiri, menjadi saksi abadi cinta yang tak pernah padam. Annisa telah menemukan kedamaian, bersama cinta yang selalu dia jaga dengan sepenuh hati.

Kini, di taman yang dulu sering dikunjunginya, ada sebuah bangku yang selalu kosong. Sebuah penghormatan sunyi untuk cinta yang abadi. Orang-orang yang lewat sering berhenti sejenak, terdiam, merasakan aura kedamaian yang masih tersisa. Bangku itu, seperti taman dan danau kecilnya, akan selalu menjadi tempat di mana cinta Annisa dan Raka dikenang. Dan meskipun dunia terus berputar, cinta mereka akan selalu ada, abadi, menunggu hingga ajal benar-benar menjemput mereka kembali bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun