Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Warisan Emak

23 Juli 2024   05:19 Diperbarui: 23 Juli 2024   05:19 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, angin semilir menyapa rumah kecil di pinggiran desa. Cahaya matahari mulai menerobos celah-celah jendela, mengusir sisa-sisa malam yang dingin. Di dalam rumah, terdengar suara perut yang keroncongan, seolah bernyanyi bersama kokok ayam di luar. Nyanyian itu milik Dinda, gadis kecil berusia delapan tahun, yang terbangun dari tidurnya dengan perut kosong.

"Ibu...," panggil Dinda lirih. Suaranya terdengar serak karena semalam dia tertidur tanpa makan malam.

Dari dapur, ibu Dinda, yang dipanggil Emak oleh semua orang di desa, sudah terjaga lebih awal. Emak sedang menyalakan tungku, mengumpulkan sisa-sisa kayu bakar yang sudah hampir habis. Di dalam panci kecil yang usang, nasi sisa kemarin masih ada, meski sedikit basi.

"Nak, tunggu sebentar ya. Emak sedang menanak nasi sisa kemarin," kata Emak dengan lembut, mencoba menenangkan perut lapar putrinya.

Krucuk-krucuk. Suara perut Dinda makin kencang. Suara yang seakan menjadi musik pagi mereka, sebuah nyanyian yang sudah akrab di telinga Emak. Meski demikian, Emak selalu tersenyum, menebar kasih sayang lewat setiap kata dan tindakan.

"Nak, kau tahu? Bunyi perut yang keroncongan ini lebih terpuji dibandingkan senyap hasil korupsi," ujar Emak suatu pagi. Kata-kata itu selalu diingat Dinda, meski saat itu dia belum sepenuhnya memahami.

Nasi sudah matang. Emak menyajikan nasi basi dengan sedikit garam. Tidak ada lauk hari itu, hanya nasi dan garam. Namun, Dinda makan dengan lahap. Bagi Dinda, nasi itu adalah hasil dari kerja keras dan kasih sayang Emak, yang selalu berusaha memberikan yang terbaik meski dalam keterbatasan.

Hari-hari mereka diisi dengan kesederhanaan dan kerja keras. Emak bekerja serabutan, kadang menjadi buruh cuci, kadang membantu di sawah tetangga. Dinda membantu sebisanya, meski masih kecil. Mereka jarang makan enak, tapi Emak selalu mengajarkan Dinda untuk bersyukur atas apa yang mereka miliki.

Suatu hari, Emak jatuh sakit. Badannya panas dan lemah. Dinda yang masih kecil bingung harus bagaimana. Dia mencoba merawat Emak dengan segenap kemampuannya yang terbatas. "Emak, makanlah sedikit nasi ini. Biar Emak cepat sembuh," kata Dinda sambil menyuapi Emak.

Emak tersenyum lemah. "Dinda sayang, Emak bahagia punya anak sebaik dirimu. Emak hanya berharap kau selalu kuat dan tabah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun